Oleh Asyaro G Kahean
Tahapan-tahapan yang ditempuh tim kreator konten museum, antara lain didahului dengan rancangan penarasian atas tata letak benda bersejarah yang disertai dengan riset secara bertahap.
Alasan sebagaimana ditulis Yuyum, pekerjaan menyusun cerita sudah pasti satu paket dengan melakukan penelitian; Apabila kebutuhan yang dipamerkan adalah untuk museum sejarah, maka pekerjaan risetnya menggunakan segenap metode penelitian sejarah.
Begitu pun dengan segala bentuk isi cerita yang ingin disampaikan di museum, baik cerita perjalanan, etnografi, atau pun gabungan-gabungan dari berbagai jenis narasi.
Ketika menyusun cerita untuk kebutuhan pameran –pada isi museum- Yuyum mengajak untuk membayangkan bahwa narasi itu selayaknya sebuah drama. “Dalam sebuah narasi besar pameran, kita dapat membaginya menjadi beberapa babak. Penting diingat, setiap pembabakan tetap harus berada dalam rangkaian narasi besar,” tulis dia.
Jika keseluruhan pameran dimaksudkan menjadi pameran sejarah, maka pembabakan ceritanya sudah seharusnya didasarkan atas periodisasi cerita. Ambil contoh ialah Diorama Arsip Jogja yang bercerita sepanjang masa Mataram Islam sampai dengan Yogyakarta saat ini.
Bagaimana cara penceriteraannya, seperti dibayangkan ketika menulis cerpen atau buku dengan mengenal pembukaan, isi atau konten, dan penutup.
Bagian pembukaan berisi penjelasan tentang latar kondisi, latar masalah, atau fondasi nilai-nilai yang ingin disampaikan. Museum Muhammadiyah ini menerapkan bagian pembuka untuk benda-benda yang dipamerkan, melalui penegasan nilai-nilai Kemuhammadiyahan.
Kemudian, pada bagian isi cerita, dimulai dengan pola penarasian intrik-intrik yang terjadi antartokoh atau komponen-komponen pembahasan secara multidimensional. Menurut Yuyum, isi cerita merupakan bagian yang kompleks; Maka, di sinilah, letak pembabakan yang disinggung sebelumnya harus dimunculkan dengan apik.
Alangkah menarik, jika narasi pameran di setiap pembagian babak-babak memperhatikan naik-turun emosi di dalam isi cerita. Dengan naik-turun emosi itu, sebut Yumum, cerita bukan hanya sekadar menjadi lebih hidup namun juga kesan yang dituangkan ke dalam instalasi pameran akan lebih mudah dipahami khalayak pengunjung.
Terakhir, adalah bagian penutup. Pada babak ini para kreator saat melakukan penataan material museum didorong agar bekerja keras mengisi narasi dengan konklusi seluruh cerita dan refleksi atas nilai-nilai keseluruhan cerita atas benda yang dipamerkan.
Sepertinya, dalam hal tersebut di atas para kreator penataan museum menyimpan maksud bahwa yang ditampilkan pada keseluruhan, diharapkan juga agar membuahkan oleh-oleh tersendiri di benak dan pikiran pengunjung; Mengenai adanya daya juang luar biasa dari para tokoh Muhammadiyah dalam menghadapi berbagai gejolak sosial yang telah mereka lalui dengan baik.
Seteleh 6 hari Museum Muhammadiyah diresmikan, Peserta Kafilah Penggembira Muktamar Muhammadiyah ke-48 dari PCM Matraman Jakarta Timur, berkunjung juga di museum ini. Begitu juga para kafilah penggembira dari cabang-cabang Muhammadiyah yang lain, sehingga untuk masuk dan menelusuri lorong-lorong bagian dalam museum diatur per kelompok dan harus antre. | Bersambung….