Oleh Asyaro G Kahean
Mengutip Yayum Kumai, yang sering membuat heran pengunjung adalah mengenai miniatur kapal uap yang dipajang di lantai dua. “Iki kapal opo?” tanya pengunjung terheran-heran. Atau pertanyaan lain yang lebih tidak terduga; “Kapal Van der Wijck ya, ini!?”
Ungkapan-ungkapan tersebut kerap didengarnya ketika menghadapi pengunjung Museum Muhammadiyah tiba di lantai dua. Dari pertanyaan-pertanyaan penuh gumam penasaran itulah, justru dimulainya momen obrol-obrol antara edukator dan pengunjung museum.
Memang, miniatur kapal uap yang sebenarnya berukuran lumayan besar, cenderung jadi magnet tersendiri. Apalagi, letaknya yang berada langsung di ujung koridor. Tentu peletakan, perancangan, dan instalasi ini bukan tanpa alasan. Bukan juga sekadar alasan estetika.
Instalasi kapal uap, tulis Yayum, merupakan satu dari keseluruhan rangkaian narasi pameran.
Meski pun pengandaian penulisan cerita pameran sebagai sebuah naskah prosa, seluruh informasi dan konstruksi emosi yang disajikan dikerjakan dengan riset ilmiah. Sebab, segala isi narasi mesti dapat dipertanggungjawabkan. Terlepas dari segala kemungkinkan subjektivitas yang sedikit-banyak memang melekat pada karya manusia.
Dalam kajian sejarah, dipandang Yayum dkk soal pembuktian narasi lewat arsip dan artefak primer adalah penting. Jika pun memang terbatas pada sumber sejarah lisan dan tradisi lisan, maka ini perlu menjadi catatan yang dituliskan pada narasi.
Hal lain adalah menentukan tema. Ini, acap dianggap sepele dan sering juga semata dijadikan semacam simbolisasi saja. Pada pengerjaan tata letak dan penarasian di Museum Muhammadiyah, tema yang lugas menjadi patokan penting bagi para seniman untuk mengimajinasikan karyanya jika itu dimaksudkan untuk suatu pameran; Tema-tema yang ditentukan adalah berkandungan “pencerahan”.
Setiap menampilkan KH Ahmad Dahlan dalam pameran di latar museum, hal yang diharapkan para kreator dramatik pameran agar pengunjung dapat menggambarkan sendiri mengenai suka dan duka perjuangan pendiri Muhammadiyah. Bersamaan itu, sekaligus dapat dibayangkan bahwa KH Ahmad Dahlan adalah sosok yang memiliki visi ke depan yang luar biasa, untuk mencerahkan peradaban manusia.
Dalam kegiatan da’wah, KH Ahmad Dahlan dikenal juga sangat santun, dan tidak gegabah. Sehingga ia diterima berbagai kelompok masyarakat. Dari interaksi itulah lahir kader-kader tangguh sebagai penerus perjuangan KH Ahmad Dahlan melalui persyarikatan; Dalam melanjutkan gerakan da’wah yang berusaha secara konsisten ittiba’ pada Rasulullah sekaligus ruju’ kepada Alqur-an dan Sunnah Makbullah.
Hingga tiba waktunya, peresmian Museum Muhammadiyah pun berlangsung hidmat pada 14 November 2022. Secara garis besar, tersiratkan pula bahwa Museum Muhammadiyah bertujuan untuk transformasi nilai-nilai rahmatan lil ‘alamin kepada bangsa dan ummat manusia, bil khusus kaum muslim. Perjalanan Muhammadiyah yang telah memasuki abad kedua, merupakan sebuah perjalanan da’wah dan organisasi yang dihadirkan dari rasa ikhlas untuk seluas-luas tersebarnya nilai-nilai kebaikan yang mengusung tujuan mencerahkan semesta. | Bersambung….