Oleh H Anwar Abbas *]
IMBCNews | Nasib perusahaan tekstil di tanah air saat ini tampak sangat menyedihkan. Padahal, biasanya, sejak 3-6 bulan menjelang Idhul Fithri pabrik dan produk tekstil lazimnya sibuk melayani tingginya tingkat permintaan sehingga karyawan harus lembur.
Ya, lembur. Karena mesin-mesin pebrik mereka harus dioperasikan siang dan malam untuk memenuhi permintaan pasar. Hanya saja, pada tahun ini, kesibukan karyawan tidak terjadi seperti tahun-tahun sebelumnya.
Utilitas produksi pabrik tekstil dalam beberapa bulan terakhir disinyalir hanya sekitar 60 persen. Sehingga, pemakaian alat transportasi truk dan sopirnya juga berkurang secara signifikan.
Hal tersebut terjadi, tentu tidak bisa dilepaskan dengan minimnya permintaan dari pembeli. Baik itu pemesan dalam mau pun luar negeri cenderung merosot. Apalagi, pasar dalam negeri saat ini dibanjiri oleh produk-produk impor baik yang masuk secara resmi maupun yang illegal.
Membanjirnya produk-produk impor, tentu saja tidak dapat dilepaskan yang kaitannya dengan masalah harga. Di mana, harga barang-barang impor tersebut cenderung lebih murah ketimbang produk dalam negeri.
Di samping itu, ada juga pabrik garment yang mengalami masalah cukup berat, karena omzet ekspornya terutama ke luar negeri menurun tajam. Ini akibat dari dampak covid-19 dan inflasi yang dialami oleh negara importir tersebut.
Akibatnya, karena akumulasi dari masalah-masalah tersebut, keadaan yang sangat tidak kita inginkan terjadi; Di mana, pihak-pihak perusahaan terpaksa melakukan rasionalisasi. Sehingga, terjadilah pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan.
Hal demikian, tentu jelas akan mendorong meningkatnya angka pengangguran. Secara aggregat, tentu pula akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat.
Oleh karena itu, kita mengharapkan:
Pertama, pemerintah agar bisa mengecilkan kran impor kecuali untuk barang-barang yang memang tidak bisa diproduksi di dalam negeri.
Kedua kita harapkan agar masyarakat lebih mencintai dan membeli barang-barang produksi dalam negeri. Ketiga Pemerintah hendaknya bisa meningkatkan belanjanya terutama untuk membeli produk-produk dalam negeri, terutama untuk membeli barang-barang dari sektor dunia usaha yang saat ini benar-benar terpukul.
Keempat, agar umat Islam yang tergolong mampu membayar zakatnya sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh agama juga mampu meningkatkan infak serta sedekahnya agar jumlah uang yang beredar di tengah-tengah masyarakat semakin meningkat.
Dengan meningkatkatnya jumlah uang beredar, dapat pula meningkatkan daya beli masyarakat. Sehingga, secara aggregat, akan pula menggeliat dan mesin-mesin pabrik, khususnya tekstil, supaya kembali beroperasi.
Beroperasinya mesin produksi tentu terjadi kembali perekrutan tenaga kerja, pengangguran akan menurun, dan daya beli masyarakat tentu akan bisa pulih kembali. Sehingga, kehidupan ekonomi secara nasional akan kembali berkembang dan dinamis sesuai dengan yang kita harapkan.
*] H Anwar Abbas, Pengamat Sosial dan Ekonomi kini Ketua PP Muhammadiyah dan Wakil Ketua Umum MUI Pusat.