Jakarta-IMBCNews – Perlunya kebijakan yang berwawasan sejarah untuk menjaga keaslian cita-cita yang terkandung dalam pokok-pokok pikiran yang terdapat di kalangan para pendiri bangsa ini tentu harus dipertahankan agar kita dapat mempercepat datangnya hari baru dimana rakyat dapat menikmati keindahan dari kehidupan di negeri yang sama-sama kita cintai ini.
Kita mengharapkan agar rakyat di negeri ini tidak lagi bergelut dan hanya sibuk mengatasi penderitaan dan kesengsaraan yang sudah biasa mereka alami. Untuk itu usaha bagi menegakkan kembali kedaulatan rakyat seperti yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa ini harus bisa kita usung dan perjuangkan kembali karena lewat pintu itulah kita akan bisa mempertahankan asas kerakyatan yang sebenarnya, baik dalam bidang politik, ekonomi dan sosial.
Oleh karena itu, agar maksud dan tujuan tersebut bisa tercapai maka kita harus bisa menjadikan rakyat sebagai jantung hati bangsa dan negara karena dari situlah kita akan dapat mengukur tinggi rendahnya derajat kita di tengah-tengah kehidupan ini.
Untuk itu sebagai warga bangsa yang menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik kita harus benar-benar bisa menyadari bahwa pada tangan rakyatlah maju mundurnya bangsa dan negara ini ditentukan. Oleh karena itu, kata Bung Hatta, daulat tuanku harus diganti dengan daulat rakyat.
Sebenarnya kita melakukan reformasi di tahun 1998 adalah karena kita ingin keluar dari cengkeraman daulat tuanku yang waktu itu sangat dikangkangi oleh rezim orde baru yang feodalistik yang sangat sarat dengan tindak korupsi, kolusi dan nepotisme, tetapi setelah 20 tahun berlalu sejarah tampaknya berulang kembali.
Kalau di zaman orde baru tatanan sosial, hukum, ekonomi dan politik sangat diwarnai oleh tentara dan para politisi yang mengendalikan.para pemilik kapital. Tapi di zaman reformasi hal demikian malah menjadi terbalik dimana yang menjadi penentu adalah para pemilik kapital dan atau kelompok oligark sementara para politisi telah menjadi kuda tunggangan mereka, sehingga banyak sekali UU dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan DPR yang bias kepada kepentingan para pemilik kapital sehingga kepentingan rakyat banyak menjadi terpinggirkan.
Akibatnya kedaulatan rakyat juga kembali hilang karena digusur oleh kedaulatan baru yang dibangun oleh kelompok pemilik kapital dan atau oligark yang telah menjadikan para politisi dan para pemimpin di negeri ini sebagai kepanjangan tangan mereka bagi meraup keuntungan dan kemewahan yang sebesar-besarnya.
Sementara data BPS menjelaskan bahwa sekitar 25,9 juta orang di negeri ini masih saja terperangkap dalam jeratan kemiskinan yang sangat sulit untuk mereka tembus dan robek agar mereka bisa keluar dari kepengapan hidup dan kehidupan yang menyedihkan tersebut.
Kasihan sekali kita dengan nasib sebagian rakyat kita yang malang di negeri yang sama-sama kita sayangi ini. Kapankah mereka akan bisa lepas dan terbebas dari kefakiran dan kemiskinan yang melilitnya? Jawabnya tentu sangat tergantung kepada kita semua terutama kepada para pemimpinnya.
Penulis, Anwar abbas
Wakil Ketua Umum MUI