*Dr. Encep Saepudin, S.E., M.Si
Mukanya lebam. Ditoyor preman. Padahal maksudnya dia baik, membela kebenaran.
Kagak semua orang mendukung aksi heroiknya. Ada juga yang menyalahkannya.
Hadeuh! Padahal harga membela kebenaran itu mahal. Taruhannya besar.
Minimal sakit hati. Lebam atau luka, baik terbuka maupun tertutup, kadang biasa. Syukur-syukur nyawa kagak melayang dari jasadnya.
Besar taruhannya karena kejahatan itu sangat nekad. Pelakunya berani bertaruh nyawa!
Karena kenekadan pelakunya, Ocindex memberikan skor indeks kriminalitas Indonesia sebesar 6,85. Indeks ini menempatkannya pada posisi ke-20 dari 193 negara. Iihhh…..
Makanya, siapa pun yang memberantas kejahatan layak menyandang predikat pahlawan. Sebab berani bertaruh nyawa lawan kejahatan, yang sekarang cenderung makin terorganisir.
Juga pada orang-orang yang berbakti melebihi harapan publik dan tanpa pamrih layak disematkan pahlawan. Pahlawan kalpataru. Pahlawan tanpa tanda jasa. Pahlawan penegak demokrasi. Pahlawan kemanusiaan.
Sudah pasti kisah heroiknya menjadi inspirasi. Yang mendorong jiwa menggerakkan raga, meski hanya memungut paku yang tergeletak di tengah jalan.
Ada banyak pahlawan seperti itu di sekitar kita. Mungkin di antaranya adalah kamu. Terimakasih, kawan.
Islam menempatkan pahlawan pada posisi paling mulia. Sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur’an, QS al-Baqarah: 154, yang berbunyi: “Dan janganlah kalian sekali-kali mengatakan bahwa orang-orang yang berjuang (terbunuh) di jalan Allah itu mati melainkan mereka hidup tetapi kita tidak merasakan”.
Ketika Tuhan Semesta Alam menjanjikan kemuliaan bagi pahlawan, pastilah kita tergiur untuk menjadi sosok pahlawan itu. Apalagi syaratnya mudah sekali, sebatas mematuhi larangan-Nya dan melaksanakan perintah-Nya.
Fitrah manusia ingin membela kebenaran. Dalam bentuk apapun. Kapan pun waktunya. Dimana pun tempatnya.
Tanpa berharap label pahlawan. Sebab pahlawan merupakan gelar yang diberikan orang lain.
Bahkan kadang pahlawan pun diimajinasikan. Dilayar lebarkan. Mungkin saking hilangnya sosok pahlawan dalam dunia nyata.
Terdapat sekitar 8.000 karakter hero imajinasi. Yang berlejing karakter. Ada laba-laba (spider). Ada semut (ant). Ada kampret (bat). Ada kilat (flash). Dan lain sebagainya.
Keheroannya layak ditiru. Tapi jangan menyontoh cipika cipikinya.
Juga jangan tiru pakaiannya. Sebab para pahlawan karakter itu melawan kodrat dalam berpakaian.
Yang baku dalam berpakaian adalah memakai sempak dulu, barulah bercelana. Lha, ini bercelana dulu, barulah memakai sempak.
Geleng-geleng kepala…
*Pemulung Kata yang juga dosen di Prodi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Purwokerto