IMBCNEws, Jakarta | Hubungan yang ditemukan antara penggunaan ganja dan perubahan otak mungkin tidak secara langsung menunjukkan bahwa yang satu menyebabkan yang lain.
Penggunaan ganja jangka Panjang, pada ebuah penelitian terkini, menunjukkan adanya kaitan dengan perubahan struktur dan fungsi otak, terutama di tahun-tahun berikutnya.
Penelitian tersebut sebagaimana diterbitkan dalam jurnal akses terbuka BMJ Mental Health, juga menunjukkan bahwa hubungan yang ditemukan antara penggunaan ganja dan perubahan otak mungkin tidak secara langsung menunjukkan bahwa yang satu menyebabkan yang lain.
Dengan kata lain, meskipun beberapa perbedaan terlihat pada otak orang-orang yang telah menggunakan ganja sepanjang hidup mereka, tidak jelas apakah ganja benar-benar menjadi alasan perubahan ini.
Dengan ganja yang sekarang lebih banyak dilegalkan untuk penggunaan medis dan rekreasi, jumlah orang yang menggunakannya telah tumbuh secara signifikan.
Namun, para peneliti berpendapat bahwa peningkatan ini terjadi tanpa pemahaman yang lengkap tentang potensi efek jangka panjang pada otak.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan kemungkinan hubungan antara penggunaan ganja dan efek negatif pada kemampuan berpikir, struktur otak, dan fungsi otak.
Namun, penelitian tersebut belum membuktikan bahwa ganja adalah penyebab langsung dari efek ini, dan banyak dari penelitian ini juga tidak berfokus pada orang dewasa yang lebih tua.
Untuk mengeksplorasi hal ini lebih jauh, para ilmuwan memeriksa data dari hampir 16.000 pengguna ganja dalam studi UK Biobank.
Studi jangka panjang dan besar ini menyediakan data genetik dan pemindaian otak.
Para peneliti menggunakan pendekatan khusus yang disebut pengacakan Mendelian, yang memanfaatkan informasi genetik sebagai indikator tidak langsung kemungkinan seseorang untuk menggunakan atau bergantung pada ganja.
Metode ini membantu mengeksplorasi apakah penggunaan ganja dapat menyebabkan hasil tertentu, seperti perubahan struktur otak.
Peserta melaporkan berapa kali mereka telah menggunakan ganja sepanjang hidup mereka. Respons berkisar dari “sekali atau dua kali” hingga “lebih dari 100 kali.”
Data ini memungkinkan para peneliti untuk mengkategorikan peserta berdasarkan penggunaan ganja seumur hidup, membagi mereka ke dalam kelompok pengguna frekuensi rendah (hingga 10 kali penggunaan) dan pengguna frekuensi tinggi (11 kali atau lebih).
Mereka juga mempertimbangkan faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi kesehatan otak, seperti merokok, penggunaan alkohol, kesehatan mental, dan gaya hidup.
Ketika tim mengamati pemindaian otak, mereka menemukan beberapa perbedaan struktural dan fungsional antara orang-orang yang telah menggunakan ganja dan mereka yang tidak.
Misalnya, pengguna ganja umumnya menunjukkan integritas yang berkurang pada materi putih otak, yang penting untuk komunikasi cepat antara berbagai bagian otak.
Penurunan ini paling terlihat pada korpus kalosum, kumpulan saraf tebal yang menghubungkan sisi kiri dan kanan otak.
Selain itu, mereka yang menggunakan ganja tampaknya memiliki konektivitas yang lebih rendah di wilayah otak yang terkait dengan “jaringan mode default”—bagian otak yang aktif saat kita melamun atau membiarkan pikiran kita mengembara.
Yang perlu diperhatikan, bagian otak ini kaya akan reseptor kanabinoid, yang berinteraksi dengan senyawa aktif dalam ganja.
Yang menarik, perubahan dalam struktur dan fungsi otak ini tidak terkait erat dengan seberapa sering atau seberapa baru orang menggunakan ganja.
Ada juga beberapa perbedaan antara pria dan wanita: pada pria, perubahan terutama terlihat pada koneksi otak fungsional, sedangkan pada wanita, perubahan lebih banyak pada struktur materi putih.
Untuk lebih memahami temuan ini, tim menerapkan pengacakan Mendel untuk menguji apakah penggunaan atau ketergantungan ganja kemungkinan besar menyebabkan perbedaan otak ini.
Di sini, hasilnya tidak meyakinkan—analisis genetik ini tidak menemukan bukti kuat untuk mengonfirmasi bahwa penggunaan ganja secara langsung menyebabkan perubahan otak yang diamati.
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah faktor lain, yang tidak terkait dengan ganja, dapat menjelaskan hasilnya.
Misalnya, para peneliti menyarankan bahwa beberapa aspek lain, seperti riwayat kesehatan keluarga, pola makan, atau penggunaan obat lain, dapat memengaruhi temuan di bagian observasional penelitian.
Mereka juga mencatat bahwa pengacakan Mendelian mungkin tidak mendeteksi efek halus dan mungkin melewatkan variasi yang hanya muncul pada tahap kehidupan tertentu, sementara studi observasional menangkap perubahan pada saat tertentu.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Penelitian ini bergantung pada ingatan peserta tentang penggunaan ganja mereka, yang mungkin tidak sepenuhnya akurat.
Para peneliti juga menggunakan data dari UK Biobank, sebuah kelompok yang sebagian besar terdiri dari individu kulit putih yang sehat, yang membatasi seberapa baik hasilnya dapat diterapkan pada populasi lain.
Selain itu, penelitian ini tidak melibatkan cukup banyak orang dengan gangguan penggunaan ganja untuk melihat secara khusus efek penggunaan ganja yang berat dan berkelanjutan.
Mengingat temuan ini, para peneliti menyarankan agar berhati-hati dalam menafsirkan hasil mereka.
Mereka menekankan bahwa diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami sepenuhnya bagaimana penggunaan ganja dapat memengaruhi kesehatan otak, terutama dalam hal potensi dan efek jangka panjang.
Hasil penelitian dapat ditemukan di BMJ Mental Health. (Sumber: Republika/kpo)