IMBCNews Taiwan|Singapura, yang memiliki ketergantungan pada impor pangan, sedang berusaha meningkatkan produksi dalam negeri dengan fokus pada peran petani dan nelayan. Taiwan pun segera menyambut signal tersebut, dimana telah memberikan bantuan dalam mencapai tujuan swasembada melalui program budidaya ikan air tawar.
Dengan luas wilayah hanya 730 kilometer persegi, Singapura menghadapi tantangan besar untuk memenuhi kebutuhan pangan lebih dari 5 juta penduduknya. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah Singapura telah memperkenalkan program “Visi 30 · 30” untuk mencapai 30% kebutuhan gizi lokal pada tahun 2030.
Salah satu contoh kerjasama Taiwan dan Singapura adalah peternakan budidaya ikan air tawar Taiwan, yang telah berhasil meningkatkan produksi dengan memanfaatkan air laut dan pakan pelet di Selat Johor, dekat Malaysia.
Bapak Zhan Jin-bang, pengelola usaha peternakan budidaya asal Taiwan, telah beroperasi di Singapura selama 20 tahun, memiliki fasilitas pemeliharaan ikan dengan pendekatan fokus pada benih berkualitas tinggi dan pengelolaan pakan yang tepat.
Budidaya ikan nila Taiwan tersebut juga telah mampu menghasilkan 15 ton ikan per bulan, dan pihak pengelola percaya bahwa pemenuhan kebutuhan benih berkualitas tinggi, akan membantu Singapura mencapai tujuan “Visi 30 · 30” serta mengatasi krisis pangan.
Sementara itu, nelayan seperti Bapak Wang mengakui harus mampu menghadapi berbagai tantangan, termasuk perubahan iklim, peningkatan produksi, dan kondisi laut yang berubah. Sementara Singapura sendiri juga terus menghadapi tantangan ketahanan pangan, namun eksplorasi sumber impor pangan terus dilakukan, sambil tetap menekankan urgensi ketahanan pangan di tengah kondisi pandemi COVID-19 dan konflik internasional.
Penulis: Med-Taiwan IMBCNews Taiwan|Singapura, yang memiliki ketergantungan pada impor pangan, sedang berusaha meningkatkan produksi dalam negeri dengan fokus pada peran petani dan nelayan. Taiwan pun segera menyambut signal tersebut, dimana telah memberikan bantuan dalam mencapai tujuan swasembada melalui program budidaya ikan air tawar.
Dengan luas wilayah hanya 730 kilometer persegi, Singapura menghadapi tantangan besar untuk memenuhi kebutuhan pangan lebih dari 5 juta penduduknya. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah Singapura telah memperkenalkan program “Visi 30 · 30” untuk mencapai 30% kebutuhan gizi lokal pada tahun 2030.
Salah satu contoh kerjasama Taiwan dan Singapura adalah peternakan budidaya ikan air tawar Taiwan, yang telah berhasil meningkatkan produksi dengan memanfaatkan air laut dan pakan pelet di Selat Johor, dekat Malaysia.
Bapak Zhan Jin-bang, pengelola usaha peternakan budidaya asal Taiwan, telah beroperasi di Singapura selama 20 tahun, memiliki fasilitas pemeliharaan ikan dengan pendekatan fokus pada benih berkualitas tinggi dan pengelolaan pakan yang tepat.
Budidaya ikan nila Taiwan tersebut juga telah mampu menghasilkan 15 ton ikan per bulan, dan pihak pengelola percaya bahwa pemenuhan kebutuhan benih berkualitas tinggi, akan membantu Singapura mencapai tujuan “Visi 30 · 30” serta mengatasi krisis pangan.
Sementara itu, nelayan seperti Bapak Wang mengakui harus mampu menghadapi berbagai tantangan, termasuk perubahan iklim, peningkatan produksi, dan kondisi laut yang berubah. Sementara Singapura sendiri juga terus menghadapi tantangan ketahanan pangan, namun eksplorasi sumber impor pangan terus dilakukan, sambil tetap menekankan urgensi ketahanan pangan di tengah kondisi pandemi COVID-19 dan konflik internasional.
Penulis: Med-Taiwan
Dengan luas wilayah hanya 730 kilometer persegi, Singapura menghadapi tantangan besar untuk memenuhi kebutuhan pangan lebih dari 5 juta penduduknya. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah Singapura telah memperkenalkan program “Visi 30 · 30” untuk mencapai 30% kebutuhan gizi lokal pada tahun 2030.
Salah satu contoh kerjasama Taiwan dan Singapura adalah peternakan budidaya ikan air tawar Taiwan, yang telah berhasil meningkatkan produksi dengan memanfaatkan air laut dan pakan pelet di Selat Johor, dekat Malaysia.
Bapak Zhan Jin-bang, pengelola usaha peternakan budidaya asal Taiwan, telah beroperasi di Singapura selama 20 tahun, memiliki fasilitas pemeliharaan ikan dengan pendekatan fokus pada benih berkualitas tinggi dan pengelolaan pakan yang tepat.
Budidaya ikan nila Taiwan tersebut juga telah mampu menghasilkan 15 ton ikan per bulan, dan pihak pengelola percaya bahwa pemenuhan kebutuhan benih berkualitas tinggi, akan membantu Singapura mencapai tujuan “Visi 30 · 30” serta mengatasi krisis pangan.
Sementara itu, nelayan seperti Bapak Wang mengakui harus mampu menghadapi berbagai tantangan, termasuk perubahan iklim, peningkatan produksi, dan kondisi laut yang berubah. Sementara Singapura sendiri juga terus menghadapi tantangan ketahanan pangan, namun eksplorasi sumber impor pangan terus dilakukan, sambil tetap menekankan urgensi ketahanan pangan di tengah kondisi pandemi COVID-19 dan konflik internasional.
Penulis: Med-Taiwan IMBCNews Taiwan|Singapura, yang memiliki ketergantungan pada impor pangan, sedang berusaha meningkatkan produksi dalam negeri dengan fokus pada peran petani dan nelayan. Taiwan pun segera menyambut signal tersebut, dimana telah memberikan bantuan dalam mencapai tujuan swasembada melalui program budidaya ikan air tawar.
Dengan luas wilayah hanya 730 kilometer persegi, Singapura menghadapi tantangan besar untuk memenuhi kebutuhan pangan lebih dari 5 juta penduduknya. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah Singapura telah memperkenalkan program “Visi 30 · 30” untuk mencapai 30% kebutuhan gizi lokal pada tahun 2030.
Salah satu contoh kerjasama Taiwan dan Singapura adalah peternakan budidaya ikan air tawar Taiwan, yang telah berhasil meningkatkan produksi dengan memanfaatkan air laut dan pakan pelet di Selat Johor, dekat Malaysia.
Bapak Zhan Jin-bang, pengelola usaha peternakan budidaya asal Taiwan, telah beroperasi di Singapura selama 20 tahun, memiliki fasilitas pemeliharaan ikan dengan pendekatan fokus pada benih berkualitas tinggi dan pengelolaan pakan yang tepat.
Budidaya ikan nila Taiwan tersebut juga telah mampu menghasilkan 15 ton ikan per bulan, dan pihak pengelola percaya bahwa pemenuhan kebutuhan benih berkualitas tinggi, akan membantu Singapura mencapai tujuan “Visi 30 · 30” serta mengatasi krisis pangan.
Sementara itu, nelayan seperti Bapak Wang mengakui harus mampu menghadapi berbagai tantangan, termasuk perubahan iklim, peningkatan produksi, dan kondisi laut yang berubah. Sementara Singapura sendiri juga terus menghadapi tantangan ketahanan pangan, namun eksplorasi sumber impor pangan terus dilakukan, sambil tetap menekankan urgensi ketahanan pangan di tengah kondisi pandemi COVID-19 dan konflik internasional.
Penulis: Med-Taiwan