IMBCNews, Jakarta | Perwakilan hukum dari Afrika Selatan (Afsel) menuduh Israel melakukan genosida terhadap rakyat Palestina. Karenanya Afsel meminta pengadilan tertinggi PBB untuk campur tangan dan menghentikan perang yang kini berlangsung di Gaza.
Adalah sosok Adila Hassim sebagai perwakilan hukum Afsel yang menilai adanya serangan brutal Israel di Gaza. Adila kini menjadi perbincangan dunia internasional.
Adila diperbincangkan lantaran menjadi pengacara yang mewakili Afrika Selatan dalam kasus Genosida di Gaza, Palestina. The New Arab, Ahad (14/12/2024), melansir bahwa Adila Hasim merupakan sosok terkemuka di Afrika Selatan.
Baru-baru ini Adila menarik perhatian internasional dengan representasinya yang meyakinkan atas Afrika Selatan di Mahkamah Internasional (ICJ). Dalam argumen pembuka, Adila menekankan parahnya serangan brutal Israel di Gaza.
Adila bahkan menggambarkan yang terjadi di Gaza sebagai salah satu serangan pengeboman konvensional terberat dalam sejarah peperangan modern. Ia menyoroti kehancuran kota-kota di Palestina dan kurangnya bantuan yang menjangkau masyarakat sehingga kebutuhan pokok tidak dapat diperoleh.
Pidato Adila yang berapi-api, disampaikan di hadapan panelis yang terdiri dari 15 hakim.
Pidatonya dilakukan di ruang sidang yang penuh sesak hadirin dan ia mendapat tepuk tangan meriah secara daring. Pernyataan Adila di ICJ yang dikenal karena keahliannya di bidang hukum konstitusi dan hak asasi manusia, menyampaikan kasus yang berat terhadap Israel.
Adila menyatakan, Israel melakukan tindakan genosida di Gaza. Dia berpendapat di ICJ bahwa Israel telah melanggar Pasal II Konvensi Genosida dengan melakukan pembunuhan massal terhadap warga Palestina di Gaza.
“Israel mengerahkan 6.000 bom setiap pekan. Tidak ada seorang pun yang selamat. Bahkan bayi yang baru lahir pun tidak. Para pemimpin PBB menggambarkannya sebagai kuburan anak-anak. Tidak ada yang bisa menghentikan penderitaan ini, kecuali perintah dari pengadilan ini,” kata Adila.
Ada pun Afrika Selatan telah menuntut ICJ memerintahkan Israel untuk menghentikan serangan militernya. Karier hukum dan pekerjaan korupsi Adila bekerja di bidang hukum selama beberapa dekade, dengan spesialisasi di bidang hukum ketatanegaraan, administrasi, kesehatan, dan persaingan usaha.
Dia telah menduduki berbagai posisi, termasuk sebagai penjabat hakim, dan panitera Mahkamah Konstitusi, hingga Pius Langa dan Edwin Cameron.
Di luar ruang sidang, Adila Hassim melakukan advokasi terhadap korupsi dan hak asasi manusia. Dia ikut menulis buku pegangan tentang hak asasi manusia, hukum kesehatan, dan kebijakan di Afrika Selatan.
Sebagai salah satu pendiri Corruption Watch dan mantan direktur Litigasi di Bagian 27, ia telah mengadvokasi reformasi masyarakat dan hak-hak kelompok marginal dengan mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Adila dikabarkan berusia 30-an. Ia disebut-sebut lebih memilih merahasiakan usia dan latar belakang etnisnya, dan hanya menggambarkan dirinya sebagai warga negara Afrika Selatan.
Di bidang akademik, Adila meraih gelar Bachelor of Arts (BA) dan Bachelor of Laws (LLB) di University of Natal. Dia kemudian memperoleh gelar Master of Laws (LLM) dari Saint Louis University School of Law diikuti dengan gelar doktor. Adila juga seorang ibu dari setidaknya satu anak laki-laki yang menulis tweet tentang rasa bangga padanya selama argumennya di ICJ.
Perwakilan hukum dari Afrika Selatan itu menuduh Israel melakukan genosida terhadap rakyat Palestina dan segera meminta pengadilan tertinggi PBB untuk campur tangan dan menghentikan perang Israel di Gaza.
Sebagai tanggapan, Israel yang sejauh ini telah membunuh lebih dari 23 ribu warga Palestina di Gaza membantah klaim tersebut. Tim hukum Afrika Selatan berpendapat konflik tersebut merupakan periode penindasan Palestina yang berkepanjangan. (Sumber: Republika)