Oleh Theo Yusuf MS
IMBCNEWS Jakarta, | Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri tidak membantah tentang adanya rencana memeriksa Muhaimin Iskandar (Cak Imin), selasa 5/9/2023, pasca diumumkannya ia sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) mendampingi Anies Baswdan. Cak Imin akan dimintai keterangannya oleh penyidik KPK sebagai saksi, atas dugaan kasus korupsi (sistem TKI) di Kemenaker yang terjadi tahun 2012.
Pada periode 2009-2014, Ketum PKB itu menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Tampaknya kasus itu dikaitkan dengan Cak Imin, karena sudah ada dua orang mantan anak buahnya di Kemenaker yang dijadikan tersangka oleh KPK dan hal yang mungkin ia juga dapat menyusul sebagai orang yang disangakakan.
Apakah dampak pasca Cak Imin dipanggil KPK? Tiga kemungkinan yang akan terjadi. Pertama, kredibilitas KPK sebagai pemberantasan korupsi dipertanyakan seolah sebagai lembaga politik di bawah kendali pemerintah. Kedua pencalonan mendadak, mengabaikan pakem MoU dua partai lainnya PKS dan Partai Demokrat sebuah disain politik tingkat tinggi, akan merusak lawan politik, dan ketiga dengan adananya “kebuyaran” politik, bisa jadi ulama-ulama Kyai di bawah Ketua PB NU Gus Yahya, (Yahya Cholil Staquf ) akan membuat peryataan untuk tidak mendukung Cak Imin. Dan Peryataan iu pernah juga disampaikan salah satu ketua PB NU, bahwa NU tidak ikut politik praktis. Oleh karenanya, Gus Yahya dengan buruburu menemua Presiden Joko Widodo, dengan pembicaraan yang belum terungkap dibalik pembicaraan itu.
Dengan demikian, suara kaum nahdiyin (NU) yang selama ini menjadi bidikan oleh para kontestan akan menjadi “ambyar” sehingga tesis Ketua Nadem Surya Paloh untuk buru-buru ambil Cak Imin degan abai terhadap MoU partai Perubahan akan menjadi kurang optimal.
Oleh karenanya, mumpung belum terlambat, masih ada waktu sekitar 30 hari lagi untuk melakukan pendaftaran Pilpres sekitar16 Oktober 2023, para pendukung Anies Baswedan untuk membuat rembukan nasional agar niatan mengusung Anies tidak berhenti di tengah jalan.
Kalah dalam Pilperes itu biasa dalam alam demokrasi, namun dikalahkan sebelum bertandaing, itu biasa didalam negara yang mengambil sistem otoriter.
Seperti yang disampaikan Juju Purwantoro, Ketua DPP Partai UMMAT Bid. Advokasi Hukum, Panggilan KPK itu tampak seperti kejar target dan tendensius, karena dilakukan baru saja dua hari paska Anies Baswedan dan Cak Imin mendeklarasikan dirinya sebagai Capres dan Cawapres 2024.
“Kita sangat sepakat bahwa hukum harus diterapkan sama kepada setiap orang (equality before the law). Dalam kasus cak Imin tersebut, sangat terang benderang KPK diskriminatif dan tebang pilih. Padahal Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 dikatakan bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum, dengan tidak ada kecualinya.” kata Juju
Apakah karena pasangan Anies dan cak Imin diusung oleh parpol koalisi Perubahan untuk Persatuan (Nasdem, PKS, PKB) sebagai oposisi rezim, sehingga pencalonan mereka berusaha digagalkan. Apapun alasan KPK tentang pemanggilan cak Imin adalah demi penegakkan hukum, tentu publik tidak mudah percaya begitu saja. Kenapa untuk kasus cak Imin yang dugaan kasusnya sudah terjadi lebih sepuluh tahun lalu, masih juga diungkit-ungkit.
Dalam kasus tersebut KPK tampak diskrimiatif, menerapkan hukum dari sudut pendekatan empirik (das sein), yang dipengaruhi oleh kepentingan politik (politic interest) rezim.
Jika alasan KPK demi nenerapkan hukum dan keadilan yang sama bagi setiap orang, seharusnya juga segera ditangani kasus- kasus korupsi besar lainnya yang sengaja digantung atau dilenyapkan.
Kasus dugaan korupsi besar yang masih menggantung melibatkan pejabat tinggi negara antara lain; pengadaan E- KTP, TPPU Gibran Rakabuming dan Kaesang, Zulkifli Hasan Suap Alih Fungsi Hutan, Airlangga Hartarto izin ekspor CPO, Base Transceiver Station (BTS) 4G Kominfo.
Disinyalir jadi kebenaran, jika publik kehilangan kepercayaannya, dan menganggap kinerja KPK periode ini semakin rendah. Sebagai penegak hukum, KPK bukan menjadi bagian perpanjangan tangan politik kelompok rezim, dan harus dikembaikan fungsi utamanya sebagai lembaga pemberantas korupsi yang sebenarnya.
Peryataan Ketua Bidang Hukum partai Umat Juju itu dibantah oleh Jubir KPK. “Proses penyidikan itu dilakukan jauh-jauh hari sebelum kemudian ada isu yang berkembang saat ini terkait dengan proses politik. Sekali lagi kami tegaskan ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan proses-proses politik dimaksud,” kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, kemarin.
Ali menegaskan, KPK sejatinya adalah lembaga penegak hukum yang independen dan bebas dari segala pengaruh, termasuk politik, dalam menjalankan tugasnya memberantas korupsi. “KPK lembaga penegak hukum, dalam bidang penindakan tentu politik bukan wilayah kami. Kami tegak lurus pada proses penegakan hukum tindak pidana korupsi, jadi sama sekali tidak ada kaitannya dengan proses-proses politik yang sedang berlangsung,” kata Ali Fikri membantanya.
Lepas dari sengkarut pemanggilan Ketua PKB Muhaimin Iskandar oleh KPK, pengusungan Anies Baswedan untuk menjadi Presiden RI Tahun 2024 – 2028, layak untuk didiskursuskan oleh para pengusung, utamanya tim hukum dari para pengusung guna antisipasi Anies dikalahan di tengah jalan.
imbcnews/sumber diolah/