IMBCNEWS Jakarta | Ada sebuah anekdot yang dikaitkan orang dengan Winston Churchill Perdana Menteri inggeris.
Tapi kita tidak perlu terlalu mempersoalkan apakah hal itu benar-benar terjadi dan dialami oleh churchil atau tidak karena yang ingin kita ambil adalah pesan yang termuat di dalam anekdot tersebut yang sangat patut kita perhatikan dan renungkan dengan baik apalagi negara kita dalam waktu dekat akan melaksanakan Pilpres pada tanggal 14 februari 2024.
Dalam anekdot itu diceritakan Winston Churchil akan menyampaikan pidato di suatu tempat yang akan disiarkan ke seluruh pelosok inggeris. Tapi karena sopir dari kantornya tidak kunjung datang maka dia bergegas ke pinggir jalan dan menyetop taxi.
Sebuah taxi berhenti dan sang sopir yang tidak tahu orang yang dihadapinya itu adalah Mr. Churchil Perdana Menteri inggeris berkata kepada churchil, maaf tuan saya tidak bisa mengantar anda karena sebagai warga negara yang baik saya akan mendengarkan pidato PM Churchil. Churchil tentu saja terkejut bercampur bangga mendengar kata-kata dari sang sopir taxi karena dia merasa dihormati dan dicintai oleh rakyatnya. lalu Churchil memberikan selembar uang poundsterling kepada sang sopir.
Melihat angka yang terdapat dalam lembaran uang tersebut cukup besar sang sopir lalu berkata kepada churchil silahkan naik taxi saya tuan. Saya akan antar anda ke tujuan anda. Persetan dengan Mr. Churchil tersebut katanya.
Hal seperti ini tentu tidak mustahil juga bisa terjadi dalam pilpres yang akan datang dimana rakyat tidak lagi peduli dan mempersoalkan siapa yang akan dipilihnya karena bagi dia yang penting siapa yang bisa memberikan uang yang banyak kepadanya.
Meskipun dia semula sudah siap untuk memilih calon yang mereka inginkan karena calon tersebut sehat secara fisik dan non fisik serta yang bersangkutan memiliki ilmu, pengalaman yang banyak baik di dalam maupun di luar negeri .
Dia dekat dan mau mendengar suara rakyat, tetapi akhirnya karena sang pemilih melihat uang yang akan dia terima dari sang calon presiden sangat besar maka akhirnya dia menjadi pragmatis dengan mengorbankan idealisme serta maksud dan tujuannya semula bagi mendapatkan sejumput uang yang diberikan oleh sang calon kepadanya.
Kita yakin dan percaya bila sikap pragmatisme , politik uang dan praktek-praktek intimidasi serta adanya tindak-tindak kecurangan yang lebih kental mewarnai demokrasi kita maka bangsa ini tentu akan terjerat dalam kehidupan demokrasi yang busuk karena melalui cara-cara seperti itu sudah jelas akan sulit diharapkan kita akan dapat melakukan perubahan terutama untuk merubah nasib rakyat banyak yang ada di lapis bawah yang hidupnya hari ini masih banyak yang mengenaskan.
Semestinya bila kehidupan politik dan demokrasi kita berjalan dengan baik maka sudah tentu mereka-mereka yang miskin dan termiskinkan itulah yang harus banyak mendapat perhatian lebih dari pemerintah tapi sayang oleh pihak-pihak tertentu kebodohan dan kemiskinan rakyat tersebut telah mereka eksploitasi untuk meraih dan mendapatkan kekuasaan.
Hal-hal seperti ini tentu sangat kita sesalkan karena demokrasi yang kita bangun dan kembangkan tersebut semestinya adalah demokrasi yang sehat yang memberi peluang kepada pemimpin.yang mumpuni dimana dia selain sehat fisik dan non fisiknya dia juga punya kemampuan untuk memimpin negeri ini karena dia memiliki ilmu, pengalaman dan kepribadian yang kuat dan terpuji.
Masalah ini sangat penting diperhatikan agar kita dapat mendorong bagi terjadinya perubahan yang benar-benar signifikan di negeri ini sehingga negara kita tidak hanya menjadi negara yang maju saja, tapi juga berkeadilan dimana rakyatnya hidup dengan aman, tentram, damai, sejahtera dan bahagia serta dia dapat membawa negeri ini untuk berperan aktif di pentas global dalam menciptakan ketertiban dunia yang itu semua dia lakukan secara bersungguh-sungguh dengan berpedoman dan berpegang teguh kepada amanat dan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam falsafah dan hukum dasar yang dimiliki oleh bangsa dan negerinya yaitu pancasila dan UUD 1945. Oleh Dr. Anwar Abbas, Wakil Ketua Umum MUI
imbcnews/diolah