IMBCNews, Jakarta | Upaya pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan terkait dengan masyarakat hukum adat, masih jauh dari harapan. Selain Rencana Undang-undang (RUU) tentang Masyarakat Hukum Adat (MHA) terkesan mandeg, tetapi juga tugas kenegaraan dalam menyelesaikan masalah MHA masih tumpang tindih antara satu kementerian dengan kementerian lain.
Demikian antara lain disampaikan Kuasa Hukum APHA, Viktor Santoso Tandiasa, dalam Press Converence yang digelar Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia, berlangsung di kawasan Jalan Tebet Timur Dalam, Jakarta Selatan, Senin (27/5). Selaku Kuasa Hukum, Viktor juga mengatakan ada potensi kuat dibentuk Kementerian Masyarakat Hukum Adat (MHA) untuk dapat dimulai awal Periode Presiden RI yang baru terpilih.
“Sangat terbuka potensi keberhasilannya. Apa lagi jika pembentukan Kementerian MHA tersebut didorong melalui Mahkamah Konstitusi, tentu akan lebih efektif,” sebut Viktor.
Menurutnya, jalan panjang telah dimulai dengan mengajukan permohonan uji materi atau judicial review ke MK, terkait Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Dalam uji materi ini, mereka meminta ada penambahan frasa “Masyarakat Hukum Adat” dalam pasal 5 ayat (2).
“Hal itu dilakukan, agar pemerintah dapat menyelesaikan masalah-masalah berkait dengan masyarakat hukum adat. Sejauh ini, upaya pemerintah dalam menyelesaikan persoalan tentang MHA, masih kurang masif; Akibat saling tumpang tindih di antara kementerian, jadi cenderung tidak maksimal,” papar Viktor.
Sehingga, tambah dia, penyelesaian secara maksimal selama ini tidak pernah terjadi. Viktor menilai, padahal pemerintah bertanggung jawab mengurusi soal masyarakat hukum adat tersebut, karena hal itu tercantum pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
Sejalan itu, Ketua Bidang Advokasi APHA Yamin SH MH, menyampaikan pernyataan dukungan, karena selama ini keberadaan masyarakat hukum adat secara subyek hukum diakui, namun hak-hak mereka belum terlindungi khususnya melalui undang-undang yang telah disahkan.
“Maka, jika saja diadakan Kementerian Masyarakat Hukum Adat tentunya tingkat pengakuan terhadap masyarakat hukum berpotensi untuk ditingkatkan menjadi diperhatikan dan dilindungi hak-haknya oleh negara termasuk permasalahan tanah ulayat dan lahan adat yang telah turun-temurun,” sebut Yamin.
Lebih lanjut Yamin mengemukakan, pada gagasan pembentukan Kementerian MHA tersebut merupakan bagian dari kerja keras APHA dibawah kemudi Prof Dr Laksanto Utomo. Semua ini dalam upaya untuk memberikan edukasi, bantuan hingga advokasi hukum kepada masyarakat hukum adat.
“Kita selama ini mendorong agar RUU tentang Masyarakat Hukum Adat disahkan menjadi UU, namun tidak kunjung disahkan juga. Dengan dibentuk kementerian kita harapkan kehidupan masyarakat hukum adat tidak hanya diakui namun juga terlindungi hak-haknya,” tutur Yamin.
Dalam Press Converence bertajuk Pengujian Undang Undang Kementerian Negara: “Gagasan Kementerian Masyarakat Hukum Adat”, digelar APHA Indonesia secara luring dan daring. Peserta zoom pada press converence diikuti puluhan anggota APHA dari berbagai perguruan tinggi di tanah air. (asy/tys: lpt/lpg)