IMBCNEWS AS | Presiden AS Joe Biden (kiri) mendengarkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyampaikan pernyataannya di Tel Aviv pada 18 Oktober 2023. Masyarakat AS sudah banyak yang ingin mnjadikan Palisina sebagai negara sebgai solusi penyelesian permusuhan yang tak ada ujung. Namun Presiden Israel Benyamin Netanyahu tdak sepakat akan solusi dua negara itu.
Perpecahan antara pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Joe Biden dan pemerintah Israel di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tampak jelas pada Kamis (18/1), setelah Netanyahu mengatakan ia telah memberi tahu AS bahwa ia menentang pembentukan negara Palestina sebagai bagian dari skenario pascaperang.
Pernyataannya menggarisbawahi perpecahan antara sekutu dekat itu tiga bulan setelah Israel menyerang Gaza untuk menumpas Hamas.
Seperti dilansir VOA INd pada Minggu, AS telah meminta Israel mengurangi serangannya dan mengatakan bahwa pembentukan negara Palestina harus menjadi bagian dari skenario pascaperang.
Di Washington, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menerima komitmen negara-negara Arab di kawasan bahwa mereka bersedia ikut serta membantu pembangunan kembali Gaza, dan membantu pembentukan pemerintah Gaza yang dipimpin bangsa Palestina. Namun mereka hanya mau melakukan itu jika ada jalan nyata menuju pendirian negara Palestina.
“Pada akhir konflik itu, harus ada pihak yang membangun kembali Gaza. Harus ada pihak yang memerintah Gaza. Harus ada pihak yang memberikan keamanan di Gaza,” kata Miller.
“Tidak ada cara lain untuk mengatasi tantangan jangka pendek pembangunan kembali Gaza dan pembentukan pemerintahan di Gaza, juga memberikan keamanan untuk Gaza tanpa pendirian negara Palestina,” kata Netanyahu.
Sebelumnya, dalam sebuah konferensi pers yang disiarkan secara nasional, Netanyahu berjanji akan melanjutkan serangannya hingga Israel mencapai “kemenangan telak atas Hamas.” Ia menolak gagasan dibentuknya negara Palestina, dan ia mengaku sudah menyampaikan sikapnya kepada Amerika Serikat.
Lebih dari 100 hari sejak Hamas memicu kembali terjadinya perang lewat serangan 7 Oktober, Israel masih melanjutkan kampanye militer paling mematikan dan merusak dalam sejarah baru-baru ini ke Gaza. Israel bertujuan untuk menumpas kelompok militan yang telah berkuasa di Hamas sejak 2007 dan menyelamatkan para sandera. Perang tersebut telah memicu ketegangan di kawasan, mengancam pecahnya konflik lain.
Lebih dari 24.600 warga Palestina tewas, sementara 85 persen dari 2,3 juta jiwa penduduk Gaza harus mengungsi. PBB mengatakan bahwa seperempat penduduk Gaza mengalami kelaparan.
imbcnews/voa/diolah