Oleh Abdullah Al Katiri | Praktisi Hukum
IMBCNews — Menanggapi kontraversi ijazah palsu yang akhir akhir ini jadi salah satu issue mengemuka dan bahan perdebatan kalangan masyarakat; Adalah beban pembuktian pada pokok perkara yaitu ijazah yang disengketakan. Dalam beracara, baik menyangkut Hukum Perdata mau pun Pidana beban pembuktiannya tidak dapat dipisahkan dari azas hukum itu sendiri.
Hukum perdata mempunyai azaz “actori incumbit probatio” atau “onus probandi”; Menyatakan bahwa beban pembuktian terletak pada pihak yang mengajukan gugatan atau klaim. Itu artinya, pihak yang mengajukan gugatan harus membuktikan kebenaran klaimnya dengan bukti yang cukup.
Dalam praktiknya, ini berarti bahwa:
– Pihak penggugat (aktori) harus membuktikan kebenaran klaimnya dengan bukti yang cukup.
– Pihak tergugat tidak harus membuktikan ketidakbenaran klaim. Akan tetapi tergugat dapat membantah klaim pihak penggugat dengan menyajikan bukti yang bertentangan.
Azaz ini bertujuan untuk memastikan bahwa pihak yang mengajukan gugatan memiliki tanggung jawab untuk membuktikan kebenaran klaimnya, sehingga proses hukum dapat berjalan dengan adil dan efektif.
Dalam perkara pidana, jaksa penuntut umum (JPU) memiliki kewajiban untuk membuktikan dakwaan yang diajukan terhadap terdakwa. Oleh karena itu, jaksa penuntut umum harus menunjukkan barang bukti yang relevan dengan perkara tengan diproses.
Sedangkan pada proses persidangan, jaksa penuntut umum akan mempresentasikan kasusnya dan menunjukkan barang bukti untuk mendukung dakwaan. Setelah itu, pihak defense (penasihat hukum terdakwa) dapat membantah dan menunjukkan barang bukti yang mendukung pihak terdakwa.
Jadi, dalam perkara pidana, jaksa penuntut umum yang harus menunjukkan barang buktinya lebih dahulu untuk membuktikan dakwaan yang diajukan. *
| Abdullah Al Katiri juga Ketua Umum Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI), tinggal di Jakarta