Jakarta-IMBCNews – Aset wakaf di Indonesia saat ini cukup besar, bahkan nilainya diperkirakan mencapai Rp 2.050 triliunan. Hanya saja, mayoritas dari aset wakaf tersebut berupa aset fisik dan kurang produktif.
Demikian disampaikan Direktur DEKS Bank Indonesia (BI) Rifki Ismal dalam forum Simposium Keuangan dan Ekonomi Syariah yang diselenggarakan Forum Jurnalis Wakaf dan Zakat Indonesia (Forjukafi) di Jakarta pada Kamis (26/9/2024). Dia menuturkan BI sebagai otoritas moneter memiliki kepentingan terhadap ekonomi syariah. “Termasuk keuangan syariah dab keuangan sosial,” katanya.
Rifki menjelaskan khusus untuk wakaf, di Indonesia sejatinya sudah sangat besar. Dalam catatannya aset wakaf di Indonesia saat ini sekitar Rp 2.050 triliun. Namun kebanyakan dari aset wakaf tersebut, wujud aset tidak produktif secara ekonomi.
“Kalau kita bicara wakaf, masyarakat oahamnya masjid, makam, atau pesantren,” katanya. Pandangan tersebut kata Rifki tidak salah. Namun sejatinya paradigma terhadap wakaf itu sangat luas. Dia mencontohkan kampus Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir merupakan lembaga pendidikan yang berdiri di atas aset wakaf.
Rifki juga menyampaikan angka literasi atau melek ekonomi syariah masih 28 persen. Artinya dari 100 orang, ada 28 orang yang paham ekonomi syariah. Kemudian dari sisi profesi, pemahaman soal ekonomi dan keuangan syariah adalah dosen dan PNS. Dia berharap dengan keterlibatan masyarakat, khususnya dari kalangan jurnalis, literasi keuangan syariah di masyarakat bisa meningkat.
Untuk diketahui simposium digelar Forjukafi mengangkat tema Penguatan Inklusi Keuangan Syariah Menuju Indonesia Emas, dihadiri oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno dan sejumlah sejumlah praktisi keuangan Syariah.
“Simposium ini merupakan salah satu ikhtiar Forjukafi dalam mendukung penguatan keuangan Syariah. Menurut laporan The Global Islamic Economy Indicator dalam State of Global Islamic Economy (SGIE) 2023 yang diluncurkan oleh Dinar Standard di Dubai, Uni Emirat Arab, Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah Malaysia dan Arab Saudi. Pencapaian ini menunjukkan potensi besar ekonomi syariah Indonesia di kancah internasional,” ujar Ketua Umum Forjukafi Wahyu Muryadi.
Simposium keuangan dan literasi syariah itu terbagi dalam dua sesi panel. Sesi pertama mengangkat tema “Optimalisasi Pasar Modal dan Perbankan dalam Percepatan Inklusi Keuangan Syariah”. Sesi ini menghadirkan Direktur Utama Bank Syariah Indonesia Hery Gunardi, Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia Rifki Ismal, Kepala Divisi Pasar Modal Syariah Bursa Efek Indonesia Irwan Abdulloh, serta Co Founder & CEO Shafiq, Kevin Syahrizal.
Lalu pada sesi kedua, diskusi panel mengangkat tema “Tantangan dan Peluang Pengelolaan Haji” dengan narasumber Dr Sulistyowati, ME, WMI, CFP salah satu Pimpinan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Lalu Consumer Finance Business Division Head Bank Mega Syariah Raksa Jatna Budi, serta Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Irfan Syauqi Beik.
Simposium Keuangan dan Ekonomi Syariah ini didukung oleh PT Pertamina (persero), Badan Pengelola Kuangan Haji (BPKH), PT Rintis Sejahtera (PRIMA), PT Hutama Karya, Yayasan Jala Surga, PT Semen Indonesia (SIG), Yayasan Amaliah Astra, PT Jasa Raharja, dan PT Pelindo. (**)