Jakarta-IMBCNews – Bedah buku karya Sastri Bakry dengan judul “Bung Hatta dan Boven Digoel : Ketika seorang papua menangis padaku” digelar di Perpustakaan HB Jasin, Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Rabu (3/7).
Acara tersebut menghadirkan sang penulis Sastry Bakry, dan moderator Pudji Isdriani dan narasumber Maman S. Mahayana membahas secara lengkap isi buku Sastri Bakry ini.
Sastri Bakry memaparkan terkait bukunya yang dibedah, Bung Hatta berjuang untuk bangsanya, tujuannya untuk memajukan bangsa. Bung Hatta rela dibuang ke Boven Digoel.
Namun perjuangan Bung Hatta hingga kini masih belum sempurna dinikmati rakyat, sebagaimana yang diperjuangkannya. Karena yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin, sampai sekarang korupsi sebagai akar kemiskinan masih tetap ada.
Sastri Bakry mengungkapkan, setiap penyair pasti punya cita-cita. “Bagaimana kita bisa berubah dunia dengan syair-syair, tapi penyair besar pun tidak sanggup merubah dunia kita,” ujar penyair kelahiran Pariaman, 20 Juni 1958 yang pernah menjadi birokrat.
Dia juga mengungkapkan puisi itu bisa menjadi terapi jiwa, minimal bagi kita yg menulis. “Saya setuju puisi terapi jiwa. Kadang kita marah, lalu menulis,” ujarnya seraya menambahkan terapi jiwa sebagai obat kita agar tidak stress.
Sementara pembahas Maman S Mahayana memaparkan tentang peta perpuisian di Indonesia, antara lain karya puisi menyesuaikan perubahan zaman dari cetak menjadi digital. “Kini tersedia berbagai saluran. Bebas, lepas, tidak terkendali,” ujarnya.
Dia juga mengatakan bahwa puisi bisa sebagai terapi. “Ini perlu dikembangkan. Beberapa kedokteran mengembangkan ini, misalnya orang yang gagap bicara dibantu kesembuhan dengan puisi,” ujar Maman. (KS)