Oleh: Andi Kasman*
dr.andi@unpad.ac.id
Presiden Prabowo telah mengeluarkan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang
Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025.
Dapat ditengarai bahwa kebijakan ini memiliki dampak transendental terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) apabila tidak dikawal superketat oleh Birokrasi.
Dalam konteks DAU, Inpres tersebut telah menginstruksikan melakukan reviu terhadap tugas, fungsi, dan kewenangan dalam kerangka efisiensi anggaran dengan pengurangan alokasi DAU kepada daerah.
Sementara untuk DAK, diinstruksikan melakukan penyesuaian alokasi transfer ke daerah yang kemungkinan berdampak pada pengurangan anggaran untuk sektor pendidikan dan kesehatan.
Implementasi kebijakan Inpres tersebut memiliki dampak yang berbeda-beda tergantung pada konteks dan kebutuhan masing-masing daerah.
Kebijakan publik tentang efisiensi anggaran negara memiliki dampak signifikan pengelolaan DAU dan DAK, Teori Ekonomi Keynesian oleh Keynes, John Maynard (1936) menjelaskan bahwa dalam situasi krisis ekonomi, pemerintah harus melakukan intervensi dengan meningkatkan belanja negara untuk meningkatkan agregat demand dan
mengurangi kemiskinan, demikian pula dalam Teori Ekonomi Klasik oleh Adam Smith (1776), bahwa pasar bebas dapat menyeimbangkan dirinya sendiri dan intervensi pemerintah dapat memperburuk situasi ekonomi.
Permasalahan pelik ini kemungkinan terjadi: 1) Penghematan anggaran negara, karena pemerintah pusat berusaha untuk menghemat anggaran; 2) Perubahan budaya birokrasi dengan fokus pada efisiensi, efektifitas, dan akuntabilitas; dan 3) Pengaruh terhadap pelayanan publik dengan fokus pada pelayanan yang lebih efisien, efektif, dan berkualitas.
Pada konteks DAU, pengurangan alokasi DAU dimana Inpres ini menginstruksikan
untuk melakukan reviu terhadap tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dalam rangka efisiensi anggaran, dapat berdampak pada pengurangan alokasi DAU kepada daerah.
Beberapa dampak yang mungkin terjadi antara lain: 1) Pengurangan alokasi DAU kepada daerah, karena pemerintah pusat berusaha untuk menghemat anggaran; 2)
Perubahan prioritas penggunaan DAU, dengan fokus pada program-program yang lebih efisien dan efektif; dan 3) Pengawasan yang lebih ketat terhadap penggunaan DAU oleh daerah, untuk memastikan bahwa anggaran digunakan secara efisien dan efektif.
Sedangkan dampak yang dapat timbul terhadap DAK, yaitu pada perubahan
pengalokasian DAK Fisik dimana Inpres ini juga menginstruksikan untuk melakukan penyesuaian alokasi transfer ke daerah, berdampak pada perubahan pengalokasian DAK Fisik.
Seperti penurunan pagu DAK Fisik sebesar 30,9% pada tahun 2025, yaitu: 1) Pengurangan alokasi DAK kepada daerah, karena pemerintah pusat berusaha untuk menghemat anggaran; 2) Perubahan kriteria untuk mendapatkan DAK dengan fokus pada program-program yang lebih efisien dan efektif; dan 3) Pengawasan yang lebih ketat terhadap penggunaan DAK oleh daerah untuk memastikan bahwa anggaran digunakan secara efisien dan efektif.
Dampak lain kebijakan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 ini adalah pengaruh terhadap Belanja Modal menurut penelitian, bahwa DAK memiliki pengaruh signifikan terhadap belanja modal daerah.
Keseluruhannya, Inpres Nomor 1 Tahun 2025 bertujuan mengoptimalkan alokasi
dana, meningkatkan akuntabilitas, serta memaksimalkan dampak program-program
prioritas pemerintah.
Pertanyaan paling mendasar adalah bagaimana dampak terbesar yang ditimbulkan dengan Pelayanan Dasar: 1) Pengurangan anggaran untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dapat berdampak pada kualitas dan ketersediaan pengurangan layanan dasar, seperti pengurangan jam operasional fasilitas kesehatan atau pengurangan jumlah guru di sekolah; 2) Peningkatan biaya untuk pelayanan dasar, seperti biaya sekolah atau biaya pengobatan; dan 3) Pengurangan akses ke pelayanan dasar, terutama bagi masyarakat miskin dan rentan.
Sedangkan jangka panjangnya, dampak pengurangan kualitas pelayanan dasar dapat berakibat: 1) Peningkatan kemiskinan dan ketidaksetaraan; 2) Pengurangan kualitas hidup masyarakat; dan 3) Pengurangan daya saing bangsa.
Berkaitan fenomena empiris tentang dampak krisis keuangan dan pemotongan
anggaran terhadap kemiskinan, memperhatikan Teori Kemiskinan Struktural oleh Muhammad Yunus (2008) menjelaskan bahwa kemiskinan disebabkan oleh struktur ekonomi dan sosial yang tidak adil dan perubahan struktural diperlukan untuk mengurangi kemiskinan.
Lebih lanjut dalam Teori Kemiskinan Multidimensi oleh Alkire, Sabina (2002) menjelaskan bahwa kemiskinan tidak hanya disebabkan kurangnya pendapatan, tetapi juga kurangnya akses ke sumber daya, layanan, dan peluang.
Dilihat dari aspek peningkatan angka kemiskinan, pemotongan anggaran untuk program-program sosial dan pendidikan dapat menyebabkan peningkatan angka kemiskinan, terutama di daerah-daerah yang sudah rentan.
Pengurangan akses ke layanan dasarseperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur dapat menyebabkan pengurangan akses ke layanan tersebut, terutama bagi masyarakat miskin, peningkatan kesenjangan antara masyarakat kaya dan miskin, karena masyarakat kaya memiliki akses ke sumber daya yang lebih banyak dan dapat memanfaatkan kesempatan yang lebih banyak, dan pengurangan peluang kerja terutama di sektor publik dapat memperburuk kemiskinan.
Selain itu, beberapa konsep yang dapat digunakan untuk menguji fenomena empiris ini adalah konsep Elastisitas yang menjelaskan seberapa besar perubahan dalam variabel independen mempengaruhi perubahan dalam variabel dependen, demikian pula konsep Multiplikator yang menjelaskan seberapa besar perubahan dalam belanja negara mempengaruhi perubahan dalam agregat demand.
Beberapa negara mengalami kesulitan serupa dalam mengelola anggaran negara
dan memprioritaskan belanja pemerintah, seperti krisis keuangan negara Yunani tahun 2009 menghadapi kesulitan keuangan serius karena defisit anggaran besar dan utangnegara yang meningkat.
Untuk mengatasi krisis, pemerintah Yunani melakukan pemotongan anggaran yang signifikan dan meningkatkan pajak, tahun 2015 angka kemiskinan Yunani mencapai 35,7% terjadi peningkatan 10,3% dibandingkan tahun 2008.
Contoh lain krisis keuangan Spanyol tahun 2012, defisit anggaran yang besar dan utang negara meningkat, pemerintah Spanyol melakukan pemotongan anggaran yang signifikan dan meningkatkan pajak, tahun 2014 angka kemiskinan di Spanyol mencapai 28,2%, terjadi peningkatan 10,5% dibandingkan dengan tahun 2008.
Konteks pemerintah Indonesia, menetapkan kebijakan atas kesulitan keuangan negara, termasuk pemotongan anggaran dan meningkatkan pajak untuk memastikan keberlanjutan anggaran negara.
Inpres Nomor 1 Tahun 2025 bertujuan untuk mengoptimalkan alokasi dana, meningkatkan akuntabilitas, serta memaksimalkan dampak program-program prioritas pemerintah.
Sektor-sektor yang terdampak antara lain: 1) Pendidikan yaitu Pengurangan alokasi DAU dan DAK dapat berdampak pada kualitas dan ketersediaan layanan pendidikan di daerah.
2) Kesehatan yaitu pengurangan alokasi DAU dan DAK dapat berdampak pada kualitas dan ketersediaan layanan kesehatan di daerah, data menunjukkan bahwa Pagu DAK Fisik Bidang Kesehatan tahun 2018: Rp17,98 triliun, tahun 2019: Rp19,87 triliun, tahun 2020: Rp20,78 triliun, tahun 2021: Rp19,79 triliun, tahun 2022: Rp15,77 triliun, tahun 2023: Rp13,40 triliun, dan tahun 2024: Rp13,40 triliun, sedangkan realisasi Kontrak DAK Fisik Bidang Kesehatan tahun 2023: Rp13,17 triliun (98,3% dari RK), tahun 2024: Rp2,60 triliun (19,4% dari RK).
Dengan Capaian output DAK Fisik Bidang Kesehatan tahun 2023-2024: yaitu (1)
Penguatan Penurunan Angka Kematian Ibu, Bayi, dan Intervensi Stunting; (2) Penguatan Sistem Kesehatan; (3) Peningkatan Labkesda Menuju Standar BSL-2; (4) Penyediaan Alat
Surveillans Gizi; dan (5) Penyediaan Puskesmas di Kecamatan tanpa Puskesmas.
3) Infrastruktur yaitu pengurangan alokasi DAK Fisik dapat berdampak pada kualitas danketersediaan infrastruktur di daerah, seperti jalan, jembatan, dan bangunan publik.
4) Sosial yaitu pengurangan alokasi DAU dan DAK dapat berdampak pada kualitas dan ketersediaan layanan sosial di daerah, seperti bantuan sosial, perlindungan anak, danpemberdayaan perempuan.
5) Pariwisata yaitu pengurangan alokasi DAU dan DAK dapat berdampak pada kualitas dan ketersediaan infrastruktur pariwisata di daerah, seperti
penginapan, restoran, dan tempat wisata.
6) Pertanian yaitu pengurangan alokasi DAU dan DAK dapat berdampak pada kualitas dan ketersediaan layanan pertanian di daerah, seperti bantuan benih, pestisida, dan irigasi.
7) Ketenagakerjaan yaitu pengurangan
alokasi DAU dan DAK dapat berdampak pada kualitas dan ketersediaan layanan
ketenagakerjaan di daerah, seperti pelatihan kerja dan bantuan pencarian kerja.
Dampak dari Inpres Nomor 1 Tahun 2025 terhadap sosial budaya (Sosbud): 1)
Pengurangan Akses ke Layanan Sosial: Pengurangan alokasi DAU dan DAK dapat
berdampak pada pengurangan akses ke layanan sosial, seperti bantuan sosial,
perlindungan anak, dan pemberdayaan perempuan.
2) Pengurangan Kualitas Pendidikan:
Pengurangan alokasi DAU dan DAK dapat berdampak pada pengurangan kualitas
pendidikan, seperti pengurangan jumlah guru, pengurangan biaya operasional sekolah, dan pengurangan ketersediaan buku dan alat belajar.
3) Pengurangan Kualitas Kesehatan: Pengurangan alokasi DAU dan DAK dapat berdampak pada pengurangan
kualitas kesehatan, seperti pengurangan jumlah tenaga kesehatan, pengurangan biaya operasional rumah sakit, dan pengurangan ketersediaan obat dan alat Kesehatan.
4) Pengurangan Partisipasi Masyarakat: Pengurangan alokasi DAU dan DAK dapat
berdampak pada pengurangan partisipasi masyarakat dalam kegiatan sosial dan
budaya.
Sedangkan dampak terhadap Kemiskinan: 1) Peningkatan Angka Kemiskinan:
Pengurangan alokasi DAU dan DAK dapat berdampak pada peningkatan angka
kemiskinan, karena masyarakat miskin akan semakin sulit untuk mengakses layanan sosial dan ekonomi, Persentase penduduk miskin tahun 2022: 9,54%, tahun 2023: 10,42% (peningkatan 9,3%) dan tahun 2024: 11,31% (peningkatan 8,5%).
2) Pengurangan Pendapatan Masyarakat: Pengurangan alokasi DAU dan DAK dapat berdampak pada pengurangan pendapatan masyarakat, karena masyarakat akan semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan; Pendapatan per kapita tahun
2022: Rp 14.349.919, tahun 2023: Rp 13.549.919 (pengurangan 5,6%), dan tahun 2024: Rp 12.749.919 (pengurangan 5,8%).
3) Pengurangan Akses ke Sumber Daya:
Pengurangan alokasi DAU dan DAK dapat berdampak pada pengurangan akses ke
sumber daya, seperti air bersih, listrik, dan transportasi; Persentase rumah tangga yang memiliki akses ke air bersih tahun 2022: 85,3%, tahun 2023: 83,2% (pengurangan 2,5%),
dan tahun 2024: 81,1% (pengurangan 2,5%).
4) Pengurangan Kualitas Hidup:
Pengurangan alokasi DAU dan DAK dapat berdampak pada pengurangan kualitas hidup masyarakat, karena masyarakat akan semakin sulit untuk mengakses layanan sosial dan ekonomi yang memadai.
Dalam keseluruhan, dampak dari Inpres Nomor 1 Tahun 2025 terhadap SOSBUD dan kemiskinan dapat berdampak pada peningkatan angka kemiskinan, pengurangan pendapatan masyarakat, dan pengurangan akses ke sumber daya.
Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2025
telah mengalokasikan sebanyak 34 provinsi dan 412 kabupaten/kota akan menerima Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), DAU sebesar Rp 360,51 triliun dengan rincian Rp 86,12 triliun untuk dukungan penggajian formasi PPPK dan dukungan lainnya.
Sedangkan alokasi DAK Fisik berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 25 Tahun 2024 telah ditetapkan 71 daerah provinsi dan kabupaten/kota akan menerima Dana Alokasi Khusus Fisik Perlindungan Perempuan dan Anak (DAK Fisik PPA) sebesar Rp252 miliar dan 207 daerah provinsi, dan kabupaten/
kota menerima Dana Alokasi Khusus Non Fisik untuk mendukung kualitas layanan
perpustakaan daerah.
Referensi:
Aminudin, Achmad (2018). “Kebijakan Publik: Teori, Analisis, dan Model Kebijakan” : CV.
Andi Offset, Hal. 256
Alkire, Sabina (2002). “Dimensions of Human Development” : Oxford University Press
Dunn, William N (2017). “Analisis Kebijakan Publik”: CV. Andi Offse, Hal. 384
Easton, David (1965). “A Framework for Political Analysis”: Prentice Hall, Hal.143
Keynes, John Maynard (1936). “The General Theory of Employment, Interest and
Money” : Macmillan Cambridge University Press
Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith (2011) “Ekonomi Pembangunan” : Erlangga
Sadli, M. (2002). “Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan” : LP3ES. Hal.
272
Sen, Amarty (1999). “Development as Freedom”: Oxford University Press
Smith, Adam (1776). “The Wealth of Nations” W. Strahan dan T. Cadell, London
Yunus, Muhammad (2008). “Kemiskinan dan Pembangunan” : Gramedia Pustaka Utama
Penulis,
*Dosen FISIP Universitas Padjadjaran