IMBCNEWS | Jakarta — Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia, Dr. Laksanto Utomo mengisyaratkan agar Rancangan Undang-undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat dapat dibahas kembali selagi masa jabatan Presiden Joko Widodo belum selesai.
RUU itu sudah lama kita dorong untuk dibahas, mungkin sejak Jabatan Kedua kalinya Presiden Joko Widodo menjabat sebagai presiden tahun 2019 hingga kini belum juga tuntas. “Kabarnya sih ketelingsut, makanya Pak Menko Polhukam Prof. Mahfud MD tadi mengingatkan agar segera dibahas karena barang atau bahan-bahannya masih di sekitar wilayah DPR ini,” kata Laksanto Utomo, yang juga mengutip pendapat Menko Polhukam, di Jakarta, Senin (7/8).
Ia juga mengingatkan, komitmen pemerintah untuk lebih serius dalam membahas masalah itu, karena tahun 2020 sudah masuk Prolegnas dan bahkan sudah dilakukan harmonisasi antar lembaga dan para pemangku kepentingan, namun hingga tahun ini, belum juga kunjung selesai dibahas.
“Konferiensi internasional yang melibatkan pembicara dari para nara sumber asing, dan dihadiri sejumlah suku adat dari sedulur Singkep Pati Rembang Jawa Tengah dan suku Badui Banten, sesungguhnya hanya untuk mengingatkan kembali pentingnya melakukan pembahasan RUU dan menjadikan UU Masyarakat Hukum Adat,” kata Laksanto.
Masyarakat adat saat ini nasibnya terlunta-lunta, karena arena mata pencahariannya, sering digasak oleh para pengusaha baik tambang maupun perkebunan, akibatnya, mereka hidup secara nomaden, pindah sana dan kemari tak lagi ada lahan untuk mencari kehidupan.
“Kalau negara tidak hadir, bukan tidak mungkin lambat laun merekapun akan punah karena dipunahkan oleh pemerintah yang tidak mau mengerti akan hak-hak mereka,” katanya.
Senada dengan itu, Prof. Dr. Faisal Santiago, Anggota Dewan Pembina APHA Indonesia menambahkan, lambatnya pembahasan RUU Hukum Adat tersebut karena ada kekuatan kepentingan yang lebih besar dibanding penghormatan masyarakat adat itu sendiri.
Menjawab pertanyaan, ia mengatakan, kekeuatan penguasaha untuk tetap merampas hak-hak tanah yang dikuasai oleh kaum adat itulah salah satu diantaranya lambatnya menuntaskan RUU menjadi UU.
Oleh karena itu, kata Prof. Dr. Faisal Santiago yang juga Direktur Pasca FH Universitas Borobudur Jakarta, para petinggi negeri ini, baik Ketua MPR Bambang Soesatyo, anggota DPR Ahmad Sahroni, dan Menko Polhukam Prof. Dr. Mahfud MD diundang untuk ikut berbicara agar masalah ini selesai sebelum pemerintahan Joko Widodo berakhir.
Bukankah salah satu janji kampanye Pak Jokowi dulu tahun 2014 dan 2019 salah satunya akan memperhatikan masyarakat hukum adat ? Nah pada titik itu, kita saat ini, para dosen pengajar hukum adat beserta tokoh masyarakat dan para suku adat yang tersebar diberbagai daerah seluruh Indonesia, mengingatkan kelmbali agar hak-hak masyarakat adat diberikan guna mencegah tergerusnya hak ulayat mereka dari kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi, katanya.
Sebelumnya diberitkan,- Rancangan Undang-Undang (RUU) masyarakat hukum adat dibahas kembali dalam konferensi internasional yang diselenggarakan MPR RI bersama Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
“Kami ingin membahas kembali serta mendesak untuk dibahas-nya RUU masyarakat hukum adat,” kata Ketua Umum APHA Laksanto Utomo.
Dia menjelaskan pertemuan antara APHA dan beberapa fraksi di DPR RI, hanya satu fraksi yang sudah menyatakan kesiapan untuk melanjutkan pembahasan kembali RUU itu.
“Ini merupakan upaya kami untuk mempercepat pembahasan RUU,” ujarnya.
RUU masyarakat hukum adat telah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2023. Bahkan RUU itu telah selesai dilakukan harmonisasi sejak tahun 2020.
Konferensi internasional itu dibuka Ketua MPR RI Bambang Soesatyo sekaligus menjadi pembicara kunci. Pembicara lainnya yakni Menko Polhukam Mahfud MD dan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni.
Konferensi internasional itu mengusung tema, pengakuan, penghormatan dan perlindungan hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat dalam perspektif nasional dan internasional.
Selain itu sejumlah guru besar yang menjadi narasumber yakni Profesor Byun Hae Cheoi dari Hankuk University of Foreign Studies, Maria Roda Cisnero dari Ateneo de Manila University, Guru Besar Universitas Hasanuddin Profesor Aminuddin Salle, serta Guru Besar Universitas Jember Prof. Dominikus Rato.
Sementara itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyatakan Undang-Undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 telah menegaskan pengakuan, penghormatan, dan perlindungan hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat.
Kata dia, sebagaimana tercantum dalam pasal 18B ayat (2) yang menyatakan, negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang. (tys-imbcnews/diolah)