IMBCNEWS Bogor | Ketua Umum partai Masyumi Dr. Ahmad Yani, SH MH mengatakan, sesunguhnya The Legend Partai di Indonesia tak lain dan tak bukan adalah Masyumi.
“Masyumi dimasa silam sebagai partai berbasis politik peradaban Islam yang tidak menyimpangi dengan sistem demokrasi. Oleh karenanya, saluran umat Islam saat itu diberikan kepada partai Masyumi dan itu yang akan kita galang kembali,” kata Ketua Umum Partai Masyumi, Dr. Ahmad Yani, usai melakukan pengukuhan para kader dan pengurus DPP Pusat Partai Masyumi, di Bogor pada hari Minggu.
Partai Masyumi dalam Pemilu pertama yang paling demokratis dan fair tahun 1955 mendapatkan kursi terbanyak di Parlemen, namun seiring dengan waktu, partai dimusuhi penguasa akhirnya suaranya tergerus termasuk basis-basis Masyumi di daerah diberangus. “Saat ini sudah pasca Reformasi 1998 sudah lebih baik dalam iklim pendirian partai sehingga saya akan sekuat tenaga untuk mengembalikan marwah partai hidup lagi seperti tahun 1955,” kata Ahmad Yani.
Politik senior ini punya keyakinan untuk membangkitkan Masyumi jaya kembali dalam Pemilu tahun 2029. “Dalam Pileg tahun 2024 banyak partai Islam tidak mendapatkan suara ambang batas kursi di parlemen. Padahal mayoritas penduduknya adalah Muslim, tetapi suara di DPR minim. Hal ini yang akan kembali kita diskursuskan, kita mitigasi dimana akar masalahnya sehingga dalam Pemilu tahun berikutnya partai Islam seperti Masyumi dapat mendapatkan elektoral threshold.”
Ketua Umum Partai Masyumi Dr. Ahmad Yan, didampingi ketua Dewan Syur, Dr.Abdullah Hemahua dalam pelantikan dan ikra kesetaan kepada partai
Ia juga mengutip pendapat pengamat politik dari Belanda, Williem Frederik Wartheim tentang umat Islam di Indonesia. Dikatakan, Majority with minority mentality, yang berarti jumlahnya mayoritas tetapi mentalnya minoritas. Mengapa ? karena perolehan suara di parlemen rendah sehingga mudah ditindas oleh para penguasa yang tidak menginginkan adanya partai Islam tumbuh berkembang secara cepat.
Disebutkan, umat Islam di Indonesia saat ini cenderung memilih partai yang berbasis sosialis dan berhaluan kapitalisme. Idiologi Islam tidak lagi menjadi pilihan lantaran para pemuka agama dan politisi muslim kebanyakan sudah ikut alur politik berbasis sosialis itu. Idiologi berbasis Alquran dan hadhis kian hari kian luntur.
Tesis itu melahirkan sejumlah tafsir dan jika ditarik masuk keruang politik umat Islam di Indonesia, partai Islam tidak mendapatkan kursi lantaran gagal dalam membingkai persatuan tetapi yang terjadi justru banyak perpecahan sehingga partai dengan basis non Islam berjaya.
Ahmad yani juga menyebutkan, interaksi gerakan perjuangan politik para tokoh-tokoh Islam terdahulu seperti tokoh partai Masyumi, Moh Natsir dan Sjafruddin prawiranegara, direspon sebagai bagian dalam meluruskan persepsi sehingga umat islam di arena politik tak menjauh dari koridor syariat agama dan juga para politisi islam tak banyak beresiko.
Rangkaiannya ketika seluruh sumberitas perlawanan untuk menegakan keadilan, kebenaran dan kesejahteraan umat dapat disuguhkan dalam arena politik di partai politik termasuk partai Masyumi, maka tersimpulkan politik adalah tempat yang baik untuk berjuang menegakan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
imbcnews/diolah/