IMBCNEWS Jakarta | Ketua Umum Pengajar Hukum Adat Indonesia Dr. Laksanto Utomo mengatakan, hingga saat ini masih banyak kaum adat diperkusi oleh aparat penegak hukum, meskipun keberadaan mereka dilindungi oleh Undang-undang Dasar RI Pasal 18 B ayat 2 yang antara lain menyebutkan, Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Di Lubuk Agam Sumatera Barat mislanya, dua orang anggota kesatuan masyarakat hukum adat nagari koto Malintang Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam, Agusri Masnefi dan Erdi Datuak Samiak mendekam ditahanan Polres Agam. Kedua disangka oleh tim gabungan Polres Agam dan Polisi Kehutanan dengan tindak pidana penebangan kayu secara tidak sah yang menurut negara berada pada kawasan hutan konservasi cagar alam.
Selain itu, di Kabupaten Marfen Ambon TNI dengan mudah mematok tanah-tanah milik hak ulayat demikian juga diwilayah lain, kaum adat ada yang diperkusi bahkan ada yang meninggal. Hal itu disampaikan Laksanto dalam diskusi publik Peringatan Ulang Tahun ketiga KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) di Menteng Jakarta pada Selasa.
Menurut Dr. Laksanto, hingga kini kaum adat masih rentan untuk diperkusi aparatus negara karena undang-undang yang memayunginya belum juga dibahas meskipun sudah 17 tahun RUU soal Masyarakat Adat telah berada di meja DPR. “Mengutip pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD, RUU Masyarakat Hukum Adat tampaknya ketelingsut di DPR,” kata Laksanto sembari senyum.
Intinya negara belum serius untuk melakukan perlindungan terhadap masyararakat adat karena banyak kepentingan di dalamnya, utamanya terkait kepentingan untuk membuka lahan sawit dan membuka atau memberi ijin tambang kepada para pengusaha sekaligus sebagai penguasa.
Diskusi dengan tema, “Perebutan Penguasan Sumber daya Alam dan Pendanaan dalam Pilpres Serta Konflik dan Kerusakan Lingkungan itu mendatangkan pembicara Pengamat Ekonomi UI, Faisal Basri, Menteri Kehutanan 2004-2009 M Kaban, Laksanto Utomo dengan modertor Hersubeno dari FNN.
Laksanto juga menguraikan soal bagaimana ketua suku adat di Kalimantan Barat terkena tipu oleh penguasa tambang. Dikatakan, ada seorang ketua adat diberi uang sekitar Rp1 miliar dan gaji bulanan, sama uang pesta-pesta adat. Namun dibalik itu, tanah mereka dikuasai oleh pengusaha itu, padahal di bawah tanah itu terdapat batu bara dan tambang lain yang nilainya ratusan miliar bahkan triliunan.
“Masyarakat adat tak lagi punya kemampuan untuk menolak, karenaa kepala sukunya sudah mendapatkan uang dan anggotanya sudah diajak pesta adat beberapa kali. Bentuk seperti itulah yang mungkin juga ditemukan pada suku adat lainnya,” kata Laksanto seraya mengatakan, untuk berjuang di wilayah itu biasanya sepi karena tak ada masyarakat luas mau mendukungnya.
Sementara itu Faisal Basri juga mengatakan, Indonesia tahun 2045 tidak akan mencapai Indonesia emas tetapi Indonesia kian cemas. Mengapa ? Karena anak cucu kita bukan hanya dibebani utang negara yang kian meningkat per tahunya, tetapi juag dipenuhi asap dan polisi yang terus meningkat.
“Anak cucu kita kedepan bisa lebih sulit dalam menghadapi hidupnya, karena polusi dari pengolahan batu bara dan pengolahan tambang lainnya, meracuni anak-anak yang ada disekitar pabrik. Utang Indonesia, lebih dari Rp7 ribu triliun dan tiap tahun negara harus membayar Rp1.500 triliun bunga dan pokonya. Oleh karenanya, Indonesia bukan menuju emas tetapi mengarah ke cemasan,” kata Faisal.
Diskusi publik itu juga diakhiri pembacaan Pusi oleh Ketua Umum KAMI Jenderal TNI (Pur) Gatot Nurmantio dengan judul “Anjing-anjing Konstitusi yang ditulis oleh AM Masardi. Selain Gatot Nurmantio, tampak hadir seperti Ketua Umum Partai Masyumi Ahmad Yani dan anggota DPD dari Sulawesi Selatan Tamsil Linrung.
imbcnes/diolah/