IMBCNews.com – Manajemen RS.Medistra diduga melakukan tindakan diskriminasi terhadap calon karyawan/tenaga kesehatan.
Sebelumnya viral beredar surat pengunduran diri salah satu dokter wanita hijab ahli bedah tumor RS Medistra yang telah bekerja dan berkarya dari tahun 2010. Surat yang di tujukan ke manajemen RS Medistra tertanggal 29 Agustus 2024.
Yang menjadi penyebab Dr. dr. Diani Kartini, SpB., Subsp.Onk(K) mengajukan pengunduran diri adalah saat timbul pertanyaan tentang persyaratan cara berpakaian di RS Medistra, karena beberapa waktu lalu, asisten dan juga kerabatnya mendaftar sebagai Dokter Umum di RS Medistra, yang keduanya mengenakan hijab, dan dalam sesi wawancara, terkait performance dan Rumah Sakit Medistra yang meng-klaim RS Internasional, dengan pertanyaan terakhir, “apakah bersedia membuka hijab jika diterima?”.
Langkah ini diambil karena pihak tempatnya bekerja melarang perawat dan dokter umum mengenakan jilbab. “Saya langsung mengajukan pengunduran diri, keluar tidak bekerja di Medistra lagi setelah peristiwa itu, tepatnya kemarin, Sabtu 31 Agustus 2024,” ungkap Dr.Diani kepada Republika.co.id, Ahad (1/9/2024).
Dr. Diani mengaku sama sekali tidak ada penyesalan dan kata mundur terkait hal-hal yang prinsip, termasuk soal menjalankan keyakinan Islam yaitu berhijab. “Tidak perlu menyesal, insya Allah rezeki ada dimana pun,” ujarnya.
Manajemen Rumah Sakit Medistra telah menghubunginya dan dirinya pun telah memberikan masukan terkait kebijakan tersebut. Tetapi dia menegaskan tak tahu lagi apa langkah Medistra ke depannya merespons kasus ini. “Saya sangat menyayangkan jika di zaman sekarang masih ada pertanyaan DISKRIMINATIF dan RASIS”, tegas Dr. Diani.
Perusahaan dilarang membuat aturan soal larangan berhijab/berjilbab bagi pekerja wanitanya maupun bagi calon pekerja wanita sebagai syarat penerimaan pegawai. Selain perbuatan tersebut dikategorikan sebagai perlakuan diskriminasi terhadap pekerja atas dasar agama, perbuatan tersebut juga dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi pekerja untuk melaksanakan ibadah.
Perbuatan Diskriminasi yaitu, perbuatan pengusaha yang menambahkan aturan tentang larangan berhijab/berjilbab bagi pekerja wanita dapat dikategorikan sebagai perlakuan diskriminasi terhadap pekerja atas dasar agama. Terkait hal ini, Pasal 5 dan Pasal 6, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) berbunyi: Pasal 5 :Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat.
Pasal 6 berbunyi : Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha. Pengusaha harus memberikan hak dan kewajiban pekerja/buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik.
Ketentuan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 UU Ketenagakerjaan di atas menegaskan bahwa pengusaha dilarang melakukan diskriminasi terhadap pekerjanya maupun calon pekerja yang ingin bekerja di perusahaannya karena pada dasarnya tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan, baik itu berdasarkan agama, kelamin, suku, ras maupun aliran politik.
Oleh karena itu, jika ada seseorang yang dalam penerimaan pegawai ingin melamar pekerjaan dilarang berjilbab oleh pengusaha, maka perbuatan pengusaha tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan diskriminasi atas dasar agama. Jika pengusaha melanggar Pasal 5 dan Pasal 6 UU Ketenagakerjaan, menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat mengenakan sanksi administratif kepada pengusaha sesuai Pasal 190 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan berupa:
a. teguran;
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan usaha;
d. pembekuan kegiatan usaha;
e. pembatalan persetujuan;
f. pembatalan pendaftaran;
g. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi;
h. pencabutan ijin.
Pemerintah telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: SE.60/MEN/SJ-HK/II/2006 Panduan Kesempatan Dan Perlakuan Yang Sama Dalam Pekerjaan Di Indonesia (Equal Employment Opportunity). Dalam sebuah pemaparan mengenai panduan yang kami akses dari laman resmi International Labour Organization dikatakan bahwa kesempatan dan perlakuan yang sama dalam pekerjaan yang selanjutnya dapat disebut Equal Employment Opportunity (EEO) mencakup segala kebijakan termasuk pelaksanaannya yang bertujuan untuk penghapusan diskriminasi di dunia kerja. Ini artinya, kebijakan soal larangan berjilbab bagi pekerja wanita juga termasuk kategori diskriminasi pekerjaan.
Lebih lanjut dikatakan dalam laman tersebut bahwa Konvensi ILO No. 111 yang telah diratifikasi oleh Undang-undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nommor 111 mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan (“UU 21/1999”). Diskriminatif Dapat Digugat Di Pengadilan Industrial.
Sampai dengan berita ini diturunkan, belum diketahui apakah pihak manajemen Rumah Sakit Medistra sudah memberikan penjelasan dan klarifikasi.
Republika.co.id, mencoba mengkonfirmasi ke nomor telepon pihak RS Medistra di (021)5210200, tetapi oleh operator yang enggan disebut namanya, diminta untuk menghubungi kembali di hari kerja. (*)
Sumber : Republika.co.id/diolah Foto : koranbekasi.id