IMBCNEWS Jakarta | – Industri fintech pembiayaan atau fintech peer to peer (P2P) selama 7 tahun terakhir sudah mampu menyalurkan dana sekitar Rp677 triliun. Dalam kurun waktu itu dari 101 perusahaan fintech lending yang berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kehadiranya bermanfaat untuk pertumbuhan UMKM serta kelompok unbanked dan unbankable.
Pembiayaan yang cukup besar tersebut dilakukan dengan cukup prudent. Hal ini tercermin dari tingkat kredit bermasalah (non-performing loans/NPL) yang cukup rendah yakni hanya 2,8%.
“Industri ini baru 7 tahun di Indonesia, tetapi kiprahnya boleh dikatakan cukup menarik. Karena kalau kita lihat sekarang ini sudah ada 101 platform yang bergerak di bidang peer to peer lending, di antaranya 7 platform yang menggunakan sistem syariah. Dari selama 7 tahun ini, sudah berhasil menggerakkan UMKM dengan dana sampai hampir Rp 700 triliun,” ujar Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Jasa Keuangan Lainnya OJK Edi Setijawan, dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Implementation Digital Finance 2024 and Beyond”.
Dana yang disalurkan sebesar itu setara dengan 10% pembiayaan yang diberikan lembaga perbankan. Dengan demikian, menurutnya, ruang bagi pelaku fintech lending cukup besar untuk bertumbuh dalam jangka panjang.
Edi mengungkapkan, saat ini tercatat 120,8 juta rekening nasabah peminjam (borrower). Dari jumlah itu, rekening aktif tercatat 19 juta rekening. Sedangkan, jumlah pemberi pinjaman (lender) tercatat 1,08 juta rekening, dengan 180.000 di antaranya adalah rekening aktif.
“Borrower di fintech lending didominasi Gen Z dan Gen Y atau milenial. Ini menambah besar ruang bertumbuh industri fintech karena mereka Inilah main customer, sehingga mereka inilah yang akan mendorong pertumbuhan fintech ke depan,” katanya.
“Yang menarik bahwa konsumen dari peer to peer lending penggunanya adalah gen Z sama gen Y. Mereka yang usianya 18 tahun sampai 37 tahunan. Jadi anak-anak muda yang semangatnya tinggi, tetapi kadang-kadang nalarnya tertinggal, logika-logikanya ditinggal. Ini tantangan kami ke depan bagaimana menyeimbangkan, mengedukasi mereka agar seimbang antara nalar dan hasrat meminjam,” tandasnya.
Di tengah pertumbuhan tersebut, industri fintech lending beroperasi secara sehat. Edi mengungkapkan, selama pandemi Covid-19 sejak Desember 2019, fintech tumbuh positif meskipun sempat mengalami perlambatan. “Saat pandemi, industri ini sempat turun, tetapi tetap tumbuh bahkan melampaui pertumbuhan industri jasa keuangan yang lain. Bank sempat tumbuh negative, fintech selalu positif,” katanya.
imbcnews/investortrust/diolah/