Jakarta-IMBCNews – Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima, sebagai puncak ibadah yang mengintegrasikan antara ibadah badaniah, maliyah atau harta dan ruhaniah. Menurut KH Bisri Mustofa, Ulama dan Penyair dalam buku “Dinamika dan Prespektif Haji Indonesia”, ibadah haji seumpama menjalani latihan mati, ibarat berangkat dari kubur ke akhirat dan ketika wukuf di Arafah ibadah berkumpul kelak di hari kebangkitan.
Haji berasal dari kata al-hajj, yang secara etimologis berarti “menuju ke sesuatu yang diagungkan”. Pengertian itu dapat pula dimaknai sebagai kegiatan yang bertujuan untuk mengunjungi tempat tertentu dan dalam waktu tertentu pula. Sebagai salah satu pilar Islam, ibadah haji mulai diwajibkan pelaksanaannya tatkala diturunkannya wahyu dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw., seperti yang termaktub dalam Al Quran Surat Ali Imran ayat 97.
Penyelenggaraan ibadah haji kendati sesuatu yang rutin, namun selalu menarik perhatian. Bahkan dari kacamata media, penyelenggaraan rukun Islam kelima ini bila ibarat makhluk dia terlihat ‘sexy’ sehingga menggoda insan pers untuk terus menggali informasi di seputar perhajian baik yang di Tanah Air maupun di Tanah Suci.
Masalah kadang muncul mulai dari proses pendaftaran jemaah di Bank Penerima Setoran untuk memperoleh seat. Saat ini jumlah waiting list (daftar tunggu) calon jemaah haji Indonesia sekira 5 juta orang. Ini perlu pengaturan, agar tidak ada calon jemaah yang sudah mendapat seat setelah membayar setoran awal dalam proses antriannya merasa ada yang dirugikan.
Selain itu juga tentang berapa penetapan angka Biaya Perjalanan Ibadah Haji (dulu Ongkos Naik Haji), yang lebih sering naik. Masyarakat juga ingin tahu dana yang terkumpul dalam penyelenggaraan haji yang kini dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), termasuk juga pengelolaan dana dari efisiensi penyelenggaraan haji yang dikenal dengan Dana Abadi Umat. Masyarakat ingin penyelenggaraan haji berjalan baik, lancar dan transparan serta akuntabel.
Guna memperkuat pengelolaan keuangan haji dan pengembangan ekonomi syariah, BPKH menggelar Forum Haji Internasional Indonesia pada 30 Oktober 2024 di JCC, Jakarta. “Forum ini akan merumuskan strategi inovatif untuk mengelola dana haji secara lebih efisien dan menguntungkan, juga memperluas ekspansi pasar produk halal khususnya di Arab Saudi, yang diharapkan dapat memberi kontribusi lebih signifikan bagi pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia,” ujar Kepala Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah di Jakarta, baru-baru ini.
International Hajj Fund Forum atau Forum Haji Internasional diselenggarakan sebagai bagian dari Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2024. Forum yang berlangsung atas kerja sama dengan Bank Indonesia ini menjadi platform strategis untuk membahas pengelolaan keuangan haji yang lebih efisien dan efektif.
Forum Haji Internasional berlangsung dalam dua sesi diskusi. Sesi diskusi pertama berfokus pada Optimizing Hajj Funds: Management Strategies and Risk Mitigation. Dalam sesi ini, para ahli keuangan dari berbagai negara, termasuk perwakilan dari Saudi Central Bank dan Tabung Amanah Islam Brunei, akan berbagi pandangan tentang strategi pengelolaan dana Syariah.
“Termasuk bagaimana mengoptimalkan dana haji Indonesia untuk mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan dan meminimalkan risiko,” kata dia.
Sementara di sesi kedua, pengiriman produk halal Indonesia, khususnya yang mendukung kebutuhan jamaah haji dan umrah, menjadi salah satu agenda utama yang bertajuk “Strategic Penetration: Enhancing Hajj and Umrah Support Products in the Saudi Arabian Market”.
“Peran BPKH dalam mendukung salah satu ekosistem haji dan umrah tersebut menjadi kunci dalam mendorong kolaborasi antara pelaku usaha Indonesia dan mitra di Arab Saudi,” kata Fadlul.
Dengan adanya BPKH sebagai lembaga pengelola dana yang terlibat langsung, ia berharap terbentuk kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan di Arab Saudi, yang akan mempercepat proses produk halal Indonesia ke pasar global.
“Sebagai pengelola dana haji, BPKH memiliki peran kunci dalam mendorong stabilitas keuangan syariah di Indonesia. Pengelolaan dana haji yang baik akan memberikan dampak positif bagi stabilitas sistem keuangan syariah,” ujar Fadlul.
Dalam forum haji tersebut, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Parjiono menguraikan beberapa strategi penguatan ekosistem haji dan umrah Indonesia. Salah satunya pada reformasi bisnis.
Reformasi bisnis yang dimaksud Parjiono berupa peningkatan peran Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk mendorong investasi di Arab Saudi.
“Peningkatan peran BPKH sebagai pendorong investasi di Arab Saudi,” terang Parjiono dalam acara The 6th International Hajj Fund Forum 2024 yang digelar di Jakarta, Rabu (30/10).
Kemudian, strategi lainnya dengan mendorong BPKH meningkatkan investasi langsung dalam ekosistem haji dan umrah, serta meningkatkan investasi dalam Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Per 29 Oktober 2024 total investasi Dana Haji di Sukuk Negara/SBSN telah mencapai Rp 118,49 triliun. Investasi ini menunjukkan peran BPKH dalam mendukung pembangunan ekonomi Indonesia dan memperdalam pasar keuangan.
Tak sampai di situ, lanjut Parjiono, kemitraan G to G dengan penguatan implementasi kerja sama Indonesia-Arab Saudi terkait Mutual Recognition Agreement (MRA) sertifikasi halal juga menjadi strategi penguatan ekosistem haji dan umrah Indonesia. Begitu pula dengan regulasi ekspor-impor dan regulasi pengawasan pangan.
Lebih lanjut Parjiono mengatakan, dukungan pembiayaan dengan peningkatan akses dan modal kerja bagi eksportir Indonesia juga menjadi strategi penguatan ekosistem haji dan umrah.
“Dukungan bisnis, pemberian dukungan fasilitasi ekspor (seperti insentif dan izin),” terangnya menjelaskan strategi lainnya.
Staf Ahli Menkeu itu juga menuturkan kolaborasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk riset dan pengembangan pemanfaatan IPTEK guna meningkatkan mutu dan kontinuitas komoditas juga menjadi strategi penguatan ekosistem haji dan umrah.
Namun demikian Menteri Agama periode 2014-2019 Lukman Hakim Saifudin pernah mengingatkan BPKH harus berhati-hati dalam mengelola dana umat yang sangat besar. Pengelolaan harus sesuai dengan lima asas yang diatur dalam UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
Ayat 2 UU 34/2014 mengatur bahwa Pengelolaan Keuangan Haji berasaskan pada lima asas, yakni: prinsip syariah, prinsip kehati-hatian, manfaat, nirlaba, transparan, dan akuntabel. Untuk itu, dana haji harus dikelola dengan penuh kehati-hatian. (Kadar Santoso)