IMBCNEWS | Jakarta Indonesia menilai hubungan Israel dan Palestina terus memburuk sehingga memicu aksi anarkis. Jika siklus kekerasan terus terjadi, bukan tidak mungkin kelompok Islam militan, seperti ISIS dan Al Qaeda, dapat menyusup ke Palistina. Apakah itu yang diekehendaki AS dan negara pendukung Israel dan menihilkan Palestina.
Indonesia mengatakan meningkatnya gelombang bentrokan antara Palestina dan Israel di Tepi Barat pada akhir-akhir ini menunjukkan telah terjadi defisit kepercayaan antara kedua pihak, terutama di kalangan masyarakat. Jika hal itu terus terjadi, dikhawatirkan kelompok Islam militan, seperti ISIS dan Al Qaeda, dapat menyusup wilayah tersebut.
“Ini menunjukkan bahwa proses perdamaian yang selalu berjalan tidak berjalan maksimal. Yang ada bukan win-win solution, tapi Palestina lebih banyak dirugikan,” Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri Bagus Hendraning Kobarsyih kepada VOA, Sabtu (28/1).
Seharusnya menjadi perhatian masyarakat internasional. Mereka diharapkan akan memberikan tekanan yang lebih keras kepada Israel agar mematuhi ketentuan yang berlaku dan menghindari kekerasan.
Tentara IDF menembakkan gas air mata ke arah demonstran Palestina selama protes anti-Israel atas ketegangan di Yerusalem, di pos pemeriksaan Qalandiya antara Ramallah dan Yerusalem, di Tepi Barat yang diduduki, pada 11 Mei 2021.
Bagus mengatakan hal itu untuk menanggapi gelombang kekerasan di antara kedua pihak tersebut yang telah menewaskan 33 warga Palestina dan tujuh orang Israel sejak 1 Januari. Kasus kekerasan terbaru adalah penembakan yang dilakukan pemuda Palestina berusia 21 tahun asal Yerusalem, Khairi al-Qam.
Ia menembak mati tujuh warga Yahudi di luar sebuah sinagoga di permukiman Nabi Yaqub, Tepi Barat pada Jumat (27/1). Insiden tersebut terjadi sehari setelah pasukan Israel menyerbu Jenin dan membunuh sepuluh orang Palestina. Khoiri telah ditembak mati polisi Israel saat melarikan diri ke wilayah Palestina.
Menurut Bagus, dunia internasional dapat memberi tekanan yang lebih keras kepada Israel karena Tel Aviv sering kali merasa kebal hukum akibat tidak pernah mendapatkan sanksi internasional. Ia berpendapat, tekanan dunia internasional dapat dilakukan melalui banyak cara, misalnya memulai proses perundingan yang mengarahkan pada terwujudnya kemerdekaan Palestina, desakan untuk menghadirkan pasukan internasional di wilayah Palestina demi menjamin kelompok rentan, khususnya perempuan, anak-anak, dan orang lanjut usia, di wilayah itu.
Bagus menggarisbawahi, Indonesia akan terus menyuarakan dukungan masyarakat internasional agar isu Palestina menjadi prioritas dunia untuk segera diselesaikan karena kecenderungannya terus memburuk.
Kebijakan Diskriminatif
Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Yon Machmudi menilai situasi memanas di wilayah pendudukan Israel merupakan dampak atas kebijakan-kebijakan Israel yang cenderung diskriminatif. Kebijakan itu seakan-akan membuat penduduk Palestina sebagai target dan hak-haknya diabaikan.
Dalam kondisi semacam itu, lanjutnya, timbul perlawanan-perlawanan baru yang dilakukan oleh individu atau kelompok di Palestina yang melihat adanya ketidakadilan dan terjadi pembunuhan yang dilakukan oleh pasukan keamanan Israel. Apalagi tentara Israel yang membunuh warga Palestina tidak pernah dimintai pertanggungjawaban secara hukum.
“Sehingga aksi-aksi balasan bisa aja akan semakin sporadis sebagai tindakan adanya ketidakadilan, kemudian putus asa dengan kondisi yang ada, sehingga dilakukan pembalasan terhadap warga sipil Israel,” ujar Yon.
Meningkatnya bentrokan antara Palestina dan israel ini, tambahnya, bisa mendorong ke arah proses perundingan jika dianggap membahayakan proses perdamaian. Namun, jika Israel menganggap itu biasa saja, maka Tel Aviv tetap akan melakukan kebijakan-kebijakan yang represif.
Dia menilai masyarakat internasional harus menekan Israel dan Palestina untuk kembali ke meja perundingan. Masyarakat internasional juga harus bersuara tiap kali ada kebijakan Israel yang melanggar hukum internasional.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, berbicara dalam pembukaan pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York hari Rabu (18/1).
Ia mengatakan, jika gelombang bentrokan terus dibiarkan terjadi maka dapat meluas dan merugikan keamanan di Israel serta keberlangsungan nasib rayat Palestina. Untuk itu, Yon mengimbau masyarakat internasional untuk segera merealisasikan hak-hak Palestina untuk mementukan nasib mereka sendiri, tidak bergantung kepada Israel, dan bisa hidup berdampingan secara damai.
imbc/voa/diolah/**