IMBCNews Gaza | Juru Bicara Brigade al-Qassam Abu Ubaida mengumumkan pihaknya berhasil menghancurkan atau merusak total 71 kendaraan militer Israel dalam empat hari terakhir. Angka itu membuat jumlah kendaraan tempur yang dihancurkan pejuang Palestina mencapai angka 1.000 unit sebut jubir, Senin (1/1/2024).
Sebelum pengumuman kemarin, Abu Ubaida mengumumkan, mereka telah menghancurkan 825 unit kendaraan tempur pasukan penjajahan Israel (IDF). Dengan demikian, kendaraan tempur Israel yang dihancurkan Brigade al-Qassam mencapai 896 unit.
Jumlah tersebut belum meliputi jumlah kendaraan yang juga dihancurkan oleh Brigade al-Quds, sayap militer Jihad Islam Palestina. Brigade tersebut melansir sedikitnya 10 kendaraan lapis baja Israel berhasil mereka hancurkan.
Dalam lansiran kemarin, Abu Ubaida juga mengatakan bahwa para pejuang Brigade dapat mengonfirmasi secara langsung bahwa mereka telah membunuh 16 tentara Israel dan melukai puluhan lainnya.
photo
Dilansi Almayadeen, brigade tersebut melakukan 42 operasi militer dalam jangka waktu yang sama, membunuh dan melukai banyak tentara. Faksi Perlawanan memerintahkan beragam operasi mulai dari penyerangan langsung hingga penyergapan yang mencakup jebakan terowongan dan bangunan dengan bahan peledak.
Terakhir, juru bicara tersebut menunjuk pada rentetan besar roket M-90 yang ditembakkan dari Jalur Gaza menuju Tel Aviv pada malam tahun baru. Pada hari pertama tahun 2024, brigade bersama faksi perlawanan lainnya melakukan berbagai operasi yang memastikan adanya puluhan korban di antara pasukan musuh.
Di Kota Gaza, unit brigade melaporkan bahwa mereka telah menargetkan lima kendaraan pendudukan Israel yang terletak di sebelah timur lingkungan al-Tuffah, yang mengalami banyak konfrontasi pada hari Senin. Unit pencari ranjau juga memasang bahan peledak di dekat pintu masuk terowongan di sebelah timur al-Tuffah, menewaskan dan melukai sejumlah pasukan khusus Israel yang mendekati terowongan jebakan pada hari Senin. Media Israel melaporkan, 11 tentara terluka akibat peristiwa serupa di Jalur Gaza utara pada Senin.
Namun, operasi paling signifikan di al-Tuffah adalah penyergapan yang menargetkan pasukan elit Israel yang sedang menuju lokasi militer al-Khalil di daerah tersebut. Media militer Brigade melaporkan bahwa para insinyur tempurnya membuat ladang ranjau di salah satu jalan menuju lokasi tersebut, meledak ketika pasukan elite mencapai posisi optimal, menewaskan sedikitnya 15 tentara. Beberapa helikopter Israel dan tim penyelamat bergegas ke lokasi penyergapan untuk mengangkut tentara yang tewas dan terluka dari lokasi tersebut.
Operasi-operasi ini hanyalah sebagian dari apa yang dapat dilakukan oleh Perlawanan pada tanggal 1 Januari, yang bertepatan dengan hari ke-87 konfrontasi di Jalur Gaza. Operasi al-Qassam juga dilengkapi dengan berbagai operasi yang dilakukan oleh faksi lain, termasuk pengeboman pusat komando dan kendali Israel di dekat Kota Gaza dengan unit artileri dan mortir Brigade al-Quds.
Menang perang?
Aljazirah melansir, sejauh ini Israel memang meraih sejumlah kemajuan dalam serangan ke Jalur Gaza. Kendati demikian, klaim kemenangan sejauh ini belum bisa diklaim.
Reaksi militer pertama sejalan dengan doktrin militer Israel tentang serangan kuat terhadap sasaran yang telah ditentukan sebelumnya selepas Operasi Badai al-Aqsa pada 7 Oktober lalu. Butuh beberapa hari bagi semua pejabat Israel untuk mengambil tindakan bersama, membentuk pemerintahan persatuan darurat (yang sebagian besar menyatukan kelompok sayap kanan yang berperang) dan memproklamirkan mobilisasi besar-besaran terhadap 360 ribu tentara cadangan.
Tiga pekan kemudian, di tengah pengeboman tanpa pandang bulu yang terus-menerus, tentara Israel menyeberang ke Gaza. Kemudian, dalam lebih dari dua bulan pertempuran darat, tentara membelah Gaza menjadi tiga, mengepung Kota Gaza dan mengisolasi Khan Younis. Kebanyakan warga Palestina mengungsi ke selatan, tempat mereka kini memadati Rafah dalam kondisi yang tidak tertahankan.
Israel menyatakan, meskipun mereka belum mengalahkan Hamas, mereka hampir mencapai tujuan yang dicanangkan, mengeklaim telah “menghilangkan” 8.500 pejuang. Namun, kinerja militer Israel sangat tidak merata dalam banyak aspek respons bersenjata dan diplomatik.
Dalam hal militer, Israel telah mencapai tingkat keberhasilan tertentu. Mereka telah melakukan operasi militer yang kompleks di daerah perkotaan, yang tentunya merupakan bentuk peperangan yang paling mematikan, dengan kemajuan yang terus-menerus, tapi terlalu hati-hati dan lambat.
Pusat Kota Gaza dan Khan Younis dikepung dari darat, tapi militer sejauh ini gagal menetralisir unit tempur Hamas.
Dalam lingkungan pertempuran yang sangat menantang, tentara Israel berhasil mengintegrasikan banyak unit berbeda dari berbagai latar belakang, pelatihan dan pengalaman–termasuk sejumlah besar unit khusus yang melapor langsung ke Staf Umum di luar rantai komando teritorial atau brigade normal.
Pengaturan yang rumit tersebut menuntut kehadiran pejabat tinggi di garis depan untuk berkoordinasi dan menghindari potensi kebingungan. Di antara 172 tentara Israel yang tewas sejauh ini, proporsi perwira senior yang tidak ditugaskan sangatlah tinggi, tapi jumlah perwira yang tewas dalam pertempuran sangat mengejutkan, dengan tidak kurang dari empat kolonel penuh di antara yang tewas.
Kerugian yang dialami Hamas tentu lebih kecil dari klaim Israel. Perkiraan yang bijaksana akan menyebutkan bahwa pasukan ini berjumlah 3.500 pejuang hingga saat ini–20 persen dari pasukan garis depannya. Ini berarti terdapat perbandingan 20 pejuang Hamas yang terbunuh untuk setiap tentara Israel.
Dalam peperangan klasik, jenderal mana pun akan dengan senang hati menerima proporsi itu sebagai kemenangan yang pasti. Namun, tidak dalam perang kali ini. Pejuang Hamas memiliki motivasi ideologis dan agama, dan dikondisikan untuk mengabaikan kematian; mereka yang jatuh dipandang sebagai martir, yang memperkuat tujuan tersebut.
Sebaliknya, masyarakat Israel, yang sangat termiliterisasi–hampir semua orang, kecuali kelompok ultra-religius, bertugas di militer–memiliki toleransi yang lebih rendah terhadap kerugian yang dialami tentaranya. Warga Israel sejauh ini tidak melihat dampak nyata terhadap keamanan mereka dari kematian anak laki-laki, suami, dan saudara laki-laki mereka.
Sikap terhadap kekalahan mungkin paling baik ditunjukkan oleh fakta bahwa Brigade Golani, salah satu unit tentara tertua dan paling dihormati, ditarik dari pertempuran setelah 72 tentaranya tewas dalam pertempuran.
Yang terakhir, pasukan Israel yang mengeklaim memiliki keunggulan militer (dan moral) yang luar biasa, terbukti tidak memiliki kemampuan atau kemauan untuk menghancurkan jaringan terowongan Hamas secara tegas. Meski sudah menunjukkan penguasaan teknologi membanjiri terowongan dengan air laut, Israel belum menerapkan taktik tersebut. (Sumber: Republika)