IMBCNEWS Jakarta Lembaga nti rasuah Komisi Pembernaasan Korupsi (KPK) tampaknya tak lagi punya taji dalam nenetapkan seorang anggota Tentara Nasuonal (TNI) sebagai tersangka. Pasalnya, sehari sebelumya KPK telah menetapkan dua anggota TNI sebagai tersangka korupsi yakni Letkol Afri Budi Cahyanto, dan Kepala Baarnas Henri Alfiadi.
Namun setelah KPK didatangi sejumlah personil Danpuspom TNI, tak lama kemudian Wakil Ketua KPK Johanis Tanak jumpa dengan pers menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat atas terjadinya Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap dua perwira TNI tersebut.
KPK mengungkapkan alasan lembaganya meminta maaf ke TNI terkait OTT terkait kasus yang menjerat Kabasarnas dan prajurit aktif TNI. Seperti dilansir CNN di Jakarta pada Jumat, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengungkapkan alasan lembaganya meminta maaf ke TNI terkait penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas RI karena ada kekhilafan dari tim penyelidik ketika melakukan OTT.
Dalam operasi senyap itu, tim penyelidik melakukan tangkap tangan terhadap prajurit TNI aktif atas nama Letkol Adm Afri Budi Cahyanto selaku Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI periode 2021-2023. Mengacu kepada Undang-undang, Johanis menjelaskan lembaga peradilan terdiri dari empat yakni militer, umum, agama dan Tata Usaha Negara (TUN).
Ketika KPK menemukan salah satu anggota TNI melakukan korupsi, maka orang tersebut wajib diserahkan ke militer, sipil harus menyerahkan kepada militer,” ujar Johanis setelah pertemuan dengan jajaran Puspom TNI di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (28/7) petang.
“Di sini ada kekeliruan, kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI, atas kekhilafan ini kami mohon dimaafkan,” tandasnya.
Johanis menambahkan KPK akan berupaya merajut kerja sama yang baik dengan TNI supaya peristiwa serupa tidak terulang kembali. Dalam kesempatan itu, ia turut menjelaskan nasib penanganan kasus dugaan suap di Basarnas.
“Karena perkara ini melibatkan Basarnas yang kebetulan pimpinannya dari TNI, tentunya TNI yang diperbantukan di sana menjadi penyelenggara negara tetapi statusnya tetap sebagai anggota TNI, maka penanganannya bisa dilakukan secara koneksitas, tetapi bisa juga ditangani sendiri oleh Puspom TNI,” terang Johanis.
“Kami lagi berkoordinasi nantinya bagaimana yang terbaik untuk kedua lembaga demi bangsa dan negara dalam penanganan perkara korupsi,” tandasnya.
Sementara itu, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda Agung Handoko mengungkapkan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono sangat kecewa karena korupsi masih terjadi di lingkungan TNI.
“Yang perlu saya tegaskan di sini bahwa terus terang dengan adanya kejadian tangkap tangan ini khususnya, Panglima sangat kecewa. Kecewa karena kenapa korupsi masih terjadi di lingkungan TNI. Itu yang perlu ditegaskan,” kata Agung.
KPK menetapkan total lima tersangka terkait kasus dugaan korupsi suap menyuap pada pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan Tahun Anggaran 2023 di Basarnas RI.
Mereka ialah Kabasarnas RI periode 2021-2023 Henri Alfiandi; Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto; Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.
Henri bersama dan melalui Afri Budi diduga menerima suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek.
Penentuan tersangka tersebut diperoleh KPK setelah melakukan gelar perkara atau ekspose menindaklanjuti Operasi Tangkap Tangan (OTT) pejabat Basarnas di Cilangkap, Jakarta Timur dan Jatisampurna, Bekasi, Selasa (25/7).
Sebelumnya lembaga anti rasuah itu juga mina maaf. KPK meminta maaf atas berbagai persoalan, mulai dari skandal dugaan pungutan liar (pungli), mark up anggaran, hingga pencabulan oleh pegawai KPK. Permintaan maaf itu disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat dimintai tanggapan terkait berbagai korupsi hingga asusila yang terjadi di KPK dalam kurun 2019-2023.
Ghufron seeprti dikutip kompas.com pekan lalu, mengaku pihaknya kebobolan sehingga peristiwa pidana dugaan korupsi itu justru terjadi di lembaga antikorupsi. “Saya mungkin atas nama pimpinan, mungkin juga atas nama lembaga menegaskan bahwa KPK meminta maaf kepada masyarakat Indonesia bahwa ternyata KPK juga kebobolan,” kata Ghufron dalam diskusi “Badai di KPK, dari Korupsi, Pencabulan, hingga Perselingkuhan” di Kuningan, Jakarta.
Dengan seringnya minta maaf, maka lembaga itu dinilai publik membenarkan bahwa dalam penegakan hukum, KPK masih lebih tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Atau dengan kata lain, garang dengan orang bawah, pemaaf dengan orang atas. Lalau bagaimana dengan bunyi Pasal 1 ayat (3) bahwa Indonesia sebagai negara hukum ?
imbcnews/diolah