IMBCNEWS Taiwan | Presiden Taiwan Lai Ching-te mengunjungi Akademi Militer Republik China, sebuah akademi pelatihan perwira, untuk perayaan ulang tahun ke-100 di Kaohsiung. Dikatakan, China melakukan aneksasi dan “penghapusan” Taiwan sebagai tujuan nasional yang besar, kata Presiden Taiwan Lai Ching-te pada Minggu (16/6).
Ia mengatakan kepada para kadet di akademi militer utama bahwa mereka harus mengenali musuh mereka dan tidak menyerah pada sikap mengalah.Sejak menjabat bulan lalu, Lai telah menghadapi serangan pribadi yang berkelanjutan dari China, yang menganggap Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya sendiri, dan Beijing menyebutnya sebagai “separatis.” China mengadakan latihan perang di sekitar Taiwan tak lama setelah pelantikan Lai.Lai mengatakan hanya rakyat Taiwan yang dapat memutuskan masa depan mereka. Taipei telah berulang kali menawarkan pembicaraan dengan Beijing, tetapi ditolak.Berbicara di Kaohsiung di selatan pulau itu pada peringatan 100 tahun berdirinya Akademi Militer Whampoa, Lai mengatakan taruna saat ini harus menyadari tantangan “era baru”.
“Tantangan terbesar adalah menghadapi kebangkitan China yang kuat, yang menghancurkan status quo di Selat Taiwan dan menganggap aneksasi Taiwan serta penghapusan Republik China sebagai tujuan besar bagi kebangkitan rakyatnya,” katanya, menggunakan nama resmi Taiwan.Kantor Urusan Taiwan
China tidak menjawab panggilan telepon pada Minggu untuk meminta komentar mengenai pernyataan Lai.Wang Huning, pemimpin peringkat keempat Partai Komunis China yang berkuasa, menyatakan dalam forum di China pada hari Sabtu mengenai hubungan dengan Taiwan bahwa “reunifikasi adalah keharusan sejarah untuk kebangkitan besar bangsa China,” dan berjanji untuk “menggagalkan setiap rencana separatis.”Lai,
Pada acara yang dihadiri oleh pejabat senior militer serta diplomat tinggi AS di Kaohsiung, Neil Gibson, menyampaikan bahwa para kadet harus membela Taiwan dari aneksasi oleh China dan menegaskan bahwa masa depan pulau tersebut hanya dapat ditentukan oleh rakyatnya.”Kita benar-benar harus bisa membedakan antara diri kita sendiri dan musuh kita serta antara kawan dan lawan, dan sama sekali tidak bisa menerima sikap menyerah yang menyatakan ‘pertempuran pertama adalah pertempuran terakhir’,” kata Lai, merujuk pada teori bahwa Taiwan bisa segera runtuh jika China melancarkan serangan apa pun.Akademi ini didirikan di Guangzhou,
China—yang dulu dikenal dalam bahasa Inggris sebagai Kanton—pada tahun 1924, lebih dari satu dekade setelah berdirinya Republik China, yang menggulingkan kaisar terakhir.Didirikan dengan bantuan Uni Soviet untuk memberikan China militer profesional yang setia kepada negara yang baru lahir, akademi tersebut pindah ke Nanjing, Chengdu, dan akhirnya Kaohsiung setelah pemerintah Republik yang kalah melarikan diri ke pulau itu pada 1949, pada akhir perang saudara yang dimenangkan oleh Mao Zedong dan kekuatan
komunisnya.China mengingatkan bahwa setiap tindakan Taiwan untuk secara resmi menyatakan kemerdekaannya akan dianggap sebagai alasan untuk menyerang pulau tersebut. Taipei menegaskan bahwa Taiwan sudah merupakan negara merdeka dengan nama Republik China, dan tidak ada rencana untuk mengubah status tersebut
. imbcnews/voa as ind/diolah/