Catatan Akhir Tahun 2022
Oleh Erman Umar, Presiden DPP KONGRES ADVOKAT INDONESIA
(The Congress of Indonesian Advocates)
IMBCNEWS | Jakarta, Sampai akhir tahun 2022 DPP KAI memperhatikan dan mencatat beberapa peristiwa Hukum yang menonjol dan menarik perhatian publik yang tinggi. Pertama: Disahkannya UU KUHPidana yang baru oleh DPR RI pada 6 Desember 2022.
Disahkannya UU KUHPidana itu, menuai kontroversi, karena UU dianggap membelenggu Hak Asasi Manusia, hak-hak masyarakat dalam berpendapat di Negara Indonesia sebagai sebuah Negara Demokrasi. Padahal perjuangan untuk mengganti KUHPidana peninggalan colonial Belanda berlangsung lama, hampir 50 tahun dan berganti-ganti masa pemerintahan sejak zaman Presiden Soekarno, dengan harapan KUHPidana yang dihasilkan oleh Bangsa dan Pemerintah sendiri akan menghasilkan KUHPidana yang lebih baik disbanding KUHPidana produk Penjajah Belanda, ini menjadi dilemma. Mental bangsa terkesan masih Inlander.
Dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh PWI atas disahkannya KUHPidana, dengan narasumber antara lain: Prof Bagir Manan (Mantan Ketua Mahkamah Agung RI dan Mantan Ketua Dewan Pers), Atal S Depari (Ketua Umum PWI), Wina Armada Sukardi (Pakar Hukum Pers dan Advokat), Al Araf (Dosen Universitas Brawijaya dan aktivis HAM).
Dari pendapat keempat Narasumber disimpulkan KUHPidana yang disahkan bermasalah, lebih mengutamakan kepentingan kekuasaan yang berpotensi terjadi kesewenang-wenangan dan kriminalisasi terhadap masyarakat yang kritis terhadap pemerintah.
Pihak pemerintah dan penegak hukum terkait perlu segera mensosialisasikan aturan itu. Jika ternyata nanti penerapan KUHPidana banyak terjadi pelanggaran HAM, kesewenang-wenangan terhadap kebebasan pers dan masyarakat. Oleh karenanya perlu di revisi.
Kedua: Pemerintah terlihat dalam membungkam kritik dari pihak yang berseberangan masih menggunakan pendekatan yang diduga kriminalisasi terhadap si pengkritik. Fakta ini terlihat dari kasus yang menjerat Roy Suryo, Mantan Menteri Pemuda dan Olah Raga dan Mantan Aktivis Partai Demokrat. Roy Suryo didakwa dengan Dakwaan berlapis. Pasal 28 UU ITE Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana menyebarkan informasi yang tidak benar terkait rencana kenaikan harga ticket Candi Borobudur, kedua dianggap karena melukai perasaan atau perbuatan yang bersifat permusuhan atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia, ketiga dianggap menyiarkan kabar bohong.
Roy Suryo di persidangan, mengungkapkan asal mula Tweet yang dia unggah menggunakan Fitur “Multi Quote Tweet” melalui akun pribadinya pada 10 Juni 2022 lalu. Tweet itu kata dia, tidak bertujuan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu maupun kejahatan berbau sara.
Tujuannya semangat urun rembug dalam betuk kritik kepada Pemerintah dan satire kepada Netizen pembuat meme. Disamping itu unggahan diniatkan untuk membantu menyuarakan keresahan masyarakat, termasuk umat Budha terkait rencana kenaikan tariff masuk Candi Borobudur. Oleh karenanya, jika kriminalisasi para pengkritik dilakukan menggerus kedudukan sebuah Negara Demokrasi.
Ketiga: Peristiwa penembakan yang berakibat meninggalnya Ajudan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Alm Nofriansyah Yoshua Hutabarat. Dalam peristiwa ini yang diduga pelakunya yang dijadikan tersangka oleh Penyidik Bareskrim POLRI dengan Dakwaan Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan dilanjutkan sebagai Terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum didepan persidangan PN Jaksel, Ferdy Sambo, Putri Chandrawati, Richard Eliezer, Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Maaruf.
Dalam penanganan peristiwa terbunuhnya Joshua ini juga berakibat disidangkannya secara Kode Etik beberapa personil polisi staf di Propam dan Penyidik di Polres Jakarta Selatan, karena mereka diduga tidak menangani perkara Terbunuhnya Alm Joshua tidak professional.
Bantu Ujian
KAI maupun banyak Pengamat Hukum menilai penanganan perkara kematian Alm Joshua ini oleh pihak POLRI menjadi ujian berat bagi Instansi POLRI, karena disebabkan begitu lamanya penanganan perkara tersebut secara tidak benar. Pihak POLRI dapat juga menyelesaikan Penyidikan perkara tersebut secara professional walaupun telat, dan sekarang proses perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah mendekati proses akhir, yang diperkirakan pada akhir Januari tahun 2023 Majelis Hakim sudah membacakan putusannya.
Perhatian public atas Perkara terbunuhnya Alm Joshua cukup tinggi, kita tidak bisa menghindari opini public terhadap masing-masing Terdakwa sesuai dengan kaca mata dan keawaman masing-masing public menilainya.
Dalam konteks ini, apapun penilaian publik terhadap perkara ini, yang perlu dijaga adalah obyektifitas Majelis Hakim dalam memeriksa perkara ini yang harus berpatokan atas bukti-bukti yang terungkap dalam fakta persidangan, bukan opini yang berkembang diluar persidangan.
Berdasarkan catatan hukum akhir tahun 2022 yang dikemukakan, KAI berharap agar pembentukan hukum harus dikaji dengan maksimal memenuhi nilai-nilai jiwa (volksgeist) bangsa dan memenuhi landasan pembentukan Undang-Undang (UU) baik landasan filosofis, sosiologis dan yuridis sehinga pemberlakuaan UU yang baru dapat diterima masyarakat, dan kualitas Penegakan Hukum di masa datang berjalan dengan lebih baik. Serta dalam menghadapi Pesta Demokrasi Negara kita Tahun 2024 ini perlu dikawal dan diantisipasi mengingat Pesta Demokrasi Pileg dan Pilres sudah dekat, dan agar terhindar dari segala bentuk kecurangan untuk mendapatkan kekuasaan.
IMBCnews/diolah/**