Oleh Asyaro G Kahean
Kafilah Penggembira Muktamar Muhammadiyah ke-48 dari PCM Matraman, ketika menelusuri koridor demi koridor museum berusaha mendalami masa lalu Muhammadiyah sesuai yang dipikiran masing-masing. Di antaranya ada yang berusaha menghimpun informasi berkait peletakan di lokasi benda-benda yang telah terpajang.
Pada beberapa informasi terhimpun, ketika dilakukan penyusunan dan penentuan tata letak artefak atau benda-benda bersejarah lainnya di Museum Muhammadiyah, dilakukan dengan pendekatan segala bentuk isi cerita yang disampaikan, baik tentang perjalanan, etnografi, atau pun gabungan-gabungan berbagai penarasian dilaksanakan seperti menyusun naskah cerita drama. Kira-kita begitu konsepnya.
Pasalnya, ada kesan Museum Muhammadiyah dipandang sebagai jenis kegiatan pemeran. Meminjam istilah Menteri PMK Prof Dr Muhadjir, museum itu merupakan sejarah yang ditampilkan kembali. Oleh karenanya, benda-benda di museum merupakan bahan kesejarahan yang memiliki keterkaitan erat dengan catatan peristiwa masa lalu yang sudah lebih dahulu informasi verbalnya sampai kepada khalayak di berbagai wilayah.
Jika saja keseluruhan pameran di museum dimaksudkan berupa pameran sejarah, maka pembabakan ceritanya dapat saja didasarkan atas periodisasi cerita. Salah satu contoh diorama kearsipan terdapat juga dalam Diorama Arsip Jogja yang bercerita masa-masa Mataram Islam hingga Yogyakarta hari ini.
Salah satu keperluan pameran adalah memuat cerita-cerita berisi narasi kesejarahan, etnografi, dan dipamerankannya produk teknologi sesuai zamannya.
Hal-hal tersebut kemudian disatukan untuk menghidupan daya nalar dalam permuseuman. Sehingga, kesejarahan, etnografi mau pun produk teknologi yang ada dapat dibagi menjadi tiga babak besar. Selanjutnya, semua cerita di museum dapat dipecah menjadi cerita-cerita kecil atau spesifik dan khas, pada setiap babaknya.
Sebagaimana halnya teknologi angkutan laut masa-masa KH Ahmad Dahlan pergi dan pulang dari menimba ilmu (juga berhaji) atau saat berkegiatan di Makkah dan Madinah. Miniatur dari kapal uap yang ditompangi KH Ahmad Dahlan ke Arab Saudi itu jadi diorama yang mengisi ruang di Museum Muhammadiyah; Sedangkan miniaturnya yang dipajang pembuatannya masa sekarang. Miniatur kapal uap itu menjadi benda yang memperkuat cerita berkaitan sosok konseptor sekaligus pendiri persyarikatan.
Dipastikan ada pekerja seni atau seniman yang dilibatkan dalam pengadaan tiruan sesuai aslinya atas artefak atau benda-benda bersejarah di yang dipamerkan di Museum Muhammadiyah. Dalam hal ini, selain didampingi oleh antropolog akan tetapi juga kajian berkait kajian etnografis jejak perjalanan dan pemikiran KH. Ahmad Dahlan sudah dimulai semenjak museum ini dirancang.
Dalam Republika (Senin, 10/2/2020) Menurut cicit KH Ahmad Dahlan, Widyastuti, pendirian Museum Muhammadiyah ini telah diinisiasi dan direncanakan sejak 2007. Pada kurun 2018-2019, pembangunan fisik Museum Muhammadiyah pun dipersiapkan.
Dia menyebut, pembangunan itu meliputi konten, soft launching, dan juga sosialisasi kepada seluruh kader Muhammadiyah baik yang ada di lingkup nasional maupun internasional. Secara garis besar, perencanaan pembangunan fisik Museum Muhammadiyah terdiri atas berbagai ruangan dari empat lantai yang ada.
Adapun soal konten museum, kata Wiwied -begitu panggilan akrab Widyastuti- adalah semua yang bercerita tentang lintasan sejarah Muhammadiyah, peran kebangsaan dan keummatan, serta dinamika organisasi Muhammadiyah. | Bersambung….