Oleh Dr. Anwar Abbas, Wakil Ketua MUI
Imbcnews Jakarta | Bagaimana kira-kira nasib dari ribuan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang ada di negeri ini di masa depan ? Perguruan tinggi mana yang akan bisa survive dan mampu bertahan serta yang akan gulung tikar karena ditinggalkan oleh para mahasiswanya.
Dahulu tahun 70 dan 80an jurusan apa saja yang dibuka para lulusannya boleh dikatakan nyaris akan bisa terserap semua ke dalam lapangan kerja karena memang dibutuhkan sehingga perguruan tinggi di waktu itu lebih banyak berorientasi kepada bagaimana memproduksi lulusan-lulusannya sesuai dengan jurusannya masing-masing.
Tetapi pada tahun 90an ketika daya tampung lapangan kerja di lembaga pemerintah sudah mulai menurun dan peran dunia usaha dalam menjanjikan lapangan kerja tampak semakin terbuka maka dunia usaha mulai banyak dibidik oleh warga masyarakat untuk menjadi pilihan bagi mereka untuk bekerja.
Tapi karena dunia usaha adalah lembaga bisnis yang berorientasi kepada financial profit, tentu saja mereka harus lebih selektif dalam menerima para pekerja sehingga perguruan tinggi dituntut untuk bisa meningkatkan relevansi kurikulum pendidikannya dengan kebutuhan dunia usaha dan industri yang ada sehingga dikenalkah waktu itu sebuah konsep yang disebut dengan link and match yang dimaksudkan agar mereka-mereka yang sudah diterima dalam dunia usaha dan industri tersebut tidak akan mengalami “gagap atau keterkejutan budaya” saat memasuki dunia kerja.
Mereka ketika kuliah memang sudah dipersiapkan untuk itu. Tetapi karena dunia bisnis dan industri berkembang dengan sangat dinamis dan cepat dan untuk meningkatkan produktifitas kita sebagai bangsa maka negara dan bangsa kita memerlukan kehadiran dari para entrepreneur yang banyak jumlahnya.
Untuk itu kita mengharapkan bagaimana kampus-kampus yang ada dapat mencetak lulusannya menjadi para entrepreneur yang handal sehingga muncullah waktu itu sebuah brand baru yang dikenal dengan entrepreneurial university. Yaitu sebuah perguruan tinggi yang diharapkan untuk mampu mencetak lulusan-lulusannya agar memiliki entrepreneur mentality bukan employee mentality.
Tetapi kemudian karena tingkat kompetisi dan persaingan dalam dunia bisnis semakin tajam maka masalah efficiency, creativity dan innovasi menjadi sesuatu yang dianggap sangat penting agar setiap usaha bisa sukses dan mampu bertahan sehingga muncullah sebuah konsep perguruan tinggi baru yang dikenal dengan istilah creatif and sustainable campus yaitu sebuah kampus atau perguruan tinggi yang tidak hanya berfungsi mengajarkan ilmu serta keterampilan tapi juga dapat merangsang para mahasiswanya agar memiliki dan mampu mengembangkan kreatifitas, efficiency dan imajinasi serta critical thinking karena dengan sumberdaya manusia yang seperti itulah sebuah usaha atau perusahaan akan bisa survive dan mampu bersaing bagi menghadapi tantangan yang dihadapi baik pada masa kini maupun masa mendatang.
Masalahnya untuk bisa kuliah di kampus-kampus dan perguruan tinggi yang seperti itu biayanya jelas sangat mahal sehingga yang bisa masuk ke kampus-kampus tersebut tentu hanya anak-anak orang kaya sementara anak-anak orang miskin jelas tidak akan mampu membayarnya.
Oleh karena itu, kehadiran negara bagi membantu dan mengatasi hal demikian jelas sangat dituntut agar keadilan dan pemerataan pendidikan dapat terwujud di negeri ini sehingga negara kita bisa memiliki para entrepreneur yang kreatif dan inovatif sehingga diharapkan negara dan bangsa kita akan mampu bersaing dengan negara-negara manapun di dunia ini.
imbcnews/diolah/
Anwar abbas
Wakil Ketua Umum MUI.