IMBCNEWS Jakarta | Myanmar’s Army Commander-in-Chief Senior Gen. Min Aung Hlaing bakal ditangkap oleh negara-negara yang menandatangani pakta pidana internasional (ICC) karena ia ditengarahi banyak membunuh, memperkosa orang-orang muslim suku Rohingnya di Myanmar.
Kepala Jaksa Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah meminta para hakim untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Presiden sekaligus Perdana Menteri (PM) Myanmar pascakudeta, Min Aung Hlaing, Rabu Ia dituduh atas kejahatan terhadap minoritas Muslim Rohingya di negara itu.
Dari sebuah kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh, Jaksa Agung ICC, Karim Khan, mengatakan bahwa pihaknya akan terus fokus pada kasus kejahatan tersebut. Ia bahkan tak segan untuk mengirimkan perintah serupa untuk para pejabat Myanmar yang lain karena ikut serta dalam kejahatan kepada Rohingya ini.
“Dengan melakukan itu, kami akan menunjukkan, bersama dengan semua mitra kami, bahwa Rohingya tidak dilupakan. Bahwa mereka, seperti semua orang di seluruh dunia, berhak atas perlindungan hukum,” kata jaksa asal Inggris itu dikutip Associated Press.
Hampir satu juta orang Rohingya dipaksa mengungsi ke negara tetangga Bangladesh untuk melarikan diri. Sejumlah pihak menyebut kelompok itu telah mengalami kampanye pembersihan etnis yang melibatkan pemerkosaan massal, pembunuhan, dan pembakaran rumah.
Sebelum pengusiran ini, warga Rohingya menghadapi diskriminasi yang meluas di Myanmar, dengan sebagian besar ditolak kewarganegaraannya. Pemerintah Myanmar menolak mengakui Rohingya sebagai salah satu dari 135 kelompok etnis minoritas, dan malah menyebut mereka sebagai orang Bengali, yang menyiratkan bahwa tanah kelahiran mereka berada di Bangladesh dan mereka menetap secara ilegal di Myanmar.
Di sisi lain, Min Aung Hlaing merupakan Jenderal Senior kelompok junta militer Myanmar. Ia mengambil kekuasaan setelah melakukan kudeta terhadap pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi pada tahun 2021.
Tuduhan terhadap Min terkait Rohingya bermula dari kampanye kontra pemberontakan yang dimulai militer Myanmar pada bulan Agustus 2017. Hlaing, yang mengepalai Badan Pertahanan Myanmar, dikatakan telah memerintahkan angkatan bersenjata Myanmar serta polisi nasional untuk menyerang warga sipil Rohingya.
Sementara itu, atas adanya keputusan penangkapan ini, kelompok hak asasi manusia memuji tindakan tersebut. Mereka menyebut keputusan itu akan membuat isu Rohingya kembali muncul ke permukaan setelah terpinggirkan oleh perang Gaza dan Ukraina.
“Keputusan jaksa ICC untuk mengajukan surat perintah terhadap Jenderal Senior Min Aung Hlaing muncul di tengah kekejaman baru terhadap warga sipil Rohingya yang mirip dengan yang dialami tujuh tahun lalu. Tindakan ICC merupakan langkah penting untuk memutus siklus pelanggaran dan impunitas,” kata Maria Elena Vignoli, penasihat hukum senior keadilan internasional di Human Rights Watch.
Menteri Luar Negeri untuk Pemerintah Persatuan Nasional oposisi Myanmar, Zin Mar Aung, mengatakan bahwa keputusan ICC ini perlu dilakukan dengan segera
“Pemerintah harus bertindak dan menegakkan surat perintah ini untuk menegakkan keadilan dan hukum internasional,” tambahnya.
Dari sudut yang berbeda, rezim junta militer Myanmar mengeluarkan pernyataan singkat yang menolak proses hukum tersebut. Mereka menyatakan bahwa negara tersebut bukan pihak dalam ICC.
“Pemimpin negara tersebut mempraktikkan kebijakan hidup berdampingan secara damai,” tambah pernyataan militer itu.
imbcnews/cnbc/diolah/