IMBCNEWS Jakarta | Semestinya negara-negara Arab yang saat ini masih terus bermesraan melakukan hubungan dengan negara yang memasok senjata pemusnah manusia di Gaza, Lebanon dan sekitarya kepada tentara Israel mereformasi apakah hubungan itu masih layak untuk terus dikembangkan.
Pertimbangannya tentu tidak semata-mata ekonomi, tetapi juga kemanusiaan dan hak asasi manusia yang tampaknya oleh Israel tidak lagi ada pri-kemanusaai lagi.
VOA ind melaporkan pada Minggu, ada kebocoran Email Pentagon Soal Kekhawatiran Serangan Gaza, Risiko Kejahatan Perang Israel. Itulah yang seharusnya menjadi pertimbangan oleh negara-negara Arab.
Email yang belum pernah dilaporkan sebelumnya, mengungkapkan kekhawatiran Departemen Luar Negeri dan Pentagon sejak awal bahwa meningkatnya jumlah korban tewas di Gaza dapat melanggar hukum internasional dan membahayakan hubungan Amerika di Timur Tengah.
Seorang pejabat senior Pentagon memberikan peringatan serius kepada Gedung Putih saat Israel melancarkan serangan udara ke Gaza utara pada Oktober lalu dan memerintahkan evakuasi lebih dari satu juta warga Palestina dari daerah itu.
Dana Stroul, yang saat itu menjabat sebagai wakil asisten menteri pertahanan untuk Timur Tengah, menulis dalam email kepada para pembantu senior Presiden Joe Biden pada 13 Oktober bahwa evakuasi massal dapat menjadi bencana kemanusiaan dan melanggar hukum internasional. Hal itu juga berpotensi menimbulkan tuduhan kejahatan perang terhadap Israel. Ia menyampaikan penilaian dari Komite Palang Merah Internasional yang membuatnya “merinding sampai ke tulang.”
Saat perang Gaza mendekati peringatan satu tahun dan situasi di Timur Tengah semakin memanas, email Stroul dan komunikasi lainnya menunjukkan bahwa pemerintahan Biden sudah berjuang untuk menyeimbangkan kekhawatiran tentang kematian yang meningkat di Gaza dengan dukungan publiknya terhadap Yerusalem. Ini terjadi setelah serangan Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober yang menewaskan 1.200 orang.
Reuters membaca tiga korespondensi via email antara pejabat senior pemerintahan Amerika Serikat pada 11 hingga 14 Oktober, hanya beberapa hari setelah krisis dimulai. Pertempuran tersebut menyebabkan lebih dari 40.000 warga Gaza tewas, dan memicu demonstrasi di Amerika, yang dipimpin oleh warga Arab-Amerika dan aktivis Muslim.
Email tersebut, yang belum pernah dilaporkan sebelumnya, mengungkapkan kekhawatiran Departemen Luar Negeri dan Pentagon sejak awal, meningkatnya jumlah korban tewas di Gaza dapat melanggar hukum internasional dan membahayakan hubungan Amerika di Timur Tengah. Pesan-pesan tersebut juga menunjukkan tekanan internal dalam pemerintahan Biden untuk mengubah pesannya dari menunjukkan solidaritas dengan Israel menjadi mencakup simpati untuk Palestina dan perlunya mengizinkan lebih banyak bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Kesepakatan gencatan senjata masih sulit dicapai, meskipun negosiasi yang ditengahi AS telah berlangsung selama berbulan-bulan. Sebagian besar Gaza kini menjadi gurun. Dan risiko perang regional dengan Iran bukan tak mungkin terjadi setelah Israel menyerang fasilitas militer di Lebanon, dan membunuh pemimpin milisi Hizbullah yang didukung Iran, Hassan Nasrallah, pada pekan lalu.
Pejabat tinggi pemerintahan Biden menyatakan, tekanan yang diberikan Gedung Putih terhadap pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari-hari awal krisis berhasil mencegah situasi yang lebih parah. Dalam pembicaraan tertutup, Gedung Putih meminta Israel untuk menunda serangan darat guna memberi waktu bagi kelompok bantuan menyiapkan bantuan untuk para pengungsi serta memberikan kesempatan bagi Israel untuk mencapai kesepakatan dengan Hamas, kata pejabat pemerintahan kepada wartawan dalam pengarahan latar belakang saat itu.
Namun Washington lambat dalam menangani penderitaan warga Palestina, kata tiga pejabat senior Amerika Serikat yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Dan meskipun invasi darat akhirnya tertunda sekitar 10 hari, ketiga pejabat tersebut mengaitkan jeda tersebut lebih pada persiapan operasional oleh militer Israel daripada tekanan Washington.
Setelah berita ini dirilis, Senator Demokrat Chris Van Hollen menyatakan, email tersebut menunjukkan “bencana kemanusiaan di Gaza sudah terlihat jelas sejak hari-hari awal perang, dan peringatan para ahli utama bahwa standar internasional telah dilanggar.” Ia menambahkan bahwa “kekhawatiran yang valid” diabaikan oleh Gedung Putih.
Menanggapi pertanyaan tentang email tersebut, Gedung Putih mengatakan, “AS telah memimpin upaya internasional untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza” dan “ini adalah dan akan terus menjadi prioritas utama.” Gedung Putih menambahkan bahwa sebelum “keterlibatan Amerika Serikat, tidak ada makanan, air, atau obat-obatan yang masuk ke Gaza.”
Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tengah melakukan menyelidikan terhadap pemimpin Israel maupun Hamas atas dugaan kejahatan perang setelah serangan Hamas. Pada Juni, komisi itu menyimpulkan ada bukti kredibel Hamas dan Israel sama-sama melanggar aturan perang internasional, tutamanya Isael yang mengguakan bahan bom untuk memberhangus warga sipil.
Email yang dibaca Reuters menunjukkan terjadinya perdebatan di dalam pemerintahan Biden mengenai cara memberi peringatan kepada Gedung Putih tentang krisis yang sedang berkembang, serta penolakan awal Gedung Putih terhadap permintaan gencatan senjata di awal-awal perang.
Setelah serangan udara Israel yang mengenai rumah sakit, sekolah, dan masjid di Gaza, Bill Russo, pejabat tinggi diplomasi publik Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, mengingatkan pejabat senior di departemennya bahwa Washington “kehilangan kredibilitas di mata khalayak berbahasa Arab” karena gagal menangani krisis kemanusiaan secara langsung, berdasarkan email yang dikirim pada 11 Oktober. Pada hari yang sama, otoritas kesehatan Gaza melaporkan jumlah korban tewas mencapai sekitar 1.200 orang.
Ketika Israel mencari pembenaran atas serangan itu dengan mengatakan Hamas menggunakan bangunan sipil untuk keperluan militer, Russo menulis bahwa diplomat Amerika Serikat di Timur Tengah memantau laporan media Arab yang menuduh Israel melancarkan “genosida” dan Washington terlibat dalam kejahatan perang.
“Kurangnya respons AS terhadap kondisi kemanusiaan bagi warga Palestina tidak hanya tidak efektif dan kontraproduktif, tetapi kami juga dituduh terlibat dalam potensi kejahatan perang dengan tetap diam terhadap tindakan Israel terhadap warga sipil,” tulis Russo.
imbcnews/voa ind/diolah/