Oleh Abdullah Al Katiri, Ketua Umum Ikatan Advokat Muslim Indonesia ( IKAMI )
IMBCNEWS Jakarta | Pernyataan Badan Pembinaan Idiologi Pancasila ( BPIP ) belakangan ini tampaknya justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Betapa tidak. Putusan Ijtima’ Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) mengenai larangan salam lintas agama dan selamat hari raya keagamaan justru dinilai oleh Badan Pembinaan Idiologi Pancasila ( BPIP ) mengancam eksistensi Pancasila dan berpotensi merusak kemajemukan.
Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Prof. Drs. K.H Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D pekan silam menyebut santri dan akademisi di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur harus menjadi pelopor Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP). Santri dan akademisi berperan penting dalam menyampaikan nilai-nilai Pancasila terutama dalam berkehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tidak hanya itu ia juga menjelaskan tentang Salam Pancasila yang merupakan Salam Kebangsaan di tengah kemajemukan Bangsa Indonesia.
Pernyataan itu, menurut saya, jelas menujukkan bahwa justu pernyataan BPIP sendirilah yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, bahkan pernyataan BPIP inilah yang akan merusak kemajemukan dan keragaman bangsa Indonesia.
Salah satu tujuan utama dicetuskannya Pancasila, karena keragaman dan kemajemukan bangsa Indonesia yang terdiri dari bermacam macam suku, budaya, bahasa, adat istiadat dan agama atau kepercayaan yang dituangkan dalam slogan yang menjadi konsensus bersama yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Artinya berbeda beda tapi satu jua. Slogan ini pertamakali diusulkan oleh Bapak Mohammad Yamin pada sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Oleh karenanya, pernyataan yang kurang tepat dan tidak berdasar yang kesekian kalinya diucapkan oleh pentinggi BPIP khususnya tentang pernyataan BPIP menilai Keputusan Ijtima’ Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) yang ke VIII di Bangka Belitung bulan Mei silam. Dan pernyatan BPIP itu menunjukkan pernyataan dari orang kurang memahami makna dan eksistensi dari Pancasila itu sendiri.
Penjabaran sila I ( pertama ) dari Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa justru menuntut kita agar menghargai dan menghormati kepercayaan dan keyakinan setiap Agama dalam melaksanakan ajarannya, hal ini merupakan wujud sikap toleransi terhadap perbedaan keyakinan yang membuat kita dapat hidup berdampingan dengan rukun dan damai.
Dalam Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 juga ditegaskan bahwa negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya yang juga dipertegas dalam pasal 28E ayat 1 UUD 1945 yang bunyinya “ Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya”.
Oleh sebab itu tuduhan BPIP yang tendensius terhadap hasil Ijtima’ Komisi Fatwa MUI tersebut jelas bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila itu sendiri. Hal ini bukan pertama kali dilakukan oleh BPIP terbukti beberapa tahun yang lalu Kepala BPIP yaitu DR.KH Yudian Wahyudi,MA,Ph.D pernah menyatakan, musuh utama Pancasila adalah Agama.
Dengan pernyataan pernyataan yang tidak tepat, dan tidak bedasar justru dapat menimbulkan keresahan dan terganggunya kerukunan beragama ini masihkah BPIP dianggap layak diberi tanggung jawab untuk menjaga Pancasila secara murni dan kosekuen. Seyogianya, sekelas Kepala BPIP mampu mengkalkulasi terhadap dampak kritik terhadap Ijma’ Ulama, karena para ulama itu sebagai pewaris nabi yang sudah barang tentu mereka mempunyai tangungjawab terhadap umat dan negaranya.
Penulis tinggal di Jakarta.
imbcnews/diolah/