Abdul Ghofur
IMBC News | Persoalan sengkarut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang berujung pada aksi unjuk rasa atau demonstrasi besar di sejumlah kota di Tanah Air -termasuk Jakarta- pada hari ini Kamis 22 Agustus 2024, menurut hemat penulis, tidak lebih akibat pemiiu dan pilkada serentak 2024 tidak dipersiapkan dengan baik.
Dalam riset evaluasi pendahuluan pemilu dan pilkada serentak 2024 yang belum lama ini penulis susun, penulis pernah menyatakan, baik pemilu dan pilkada serentak 2024 tidak dipersiapkan dengan baik, bahkan cenderung buruk, baik dari aspek regulasi, teknis dan penyelenggaraan. Diperparah lagi dengan soal-soal non pemilu (praktik kecurangan dan lain-lain).
Seandainya regulasi pemilu telah tersedia dengan baik, dan JR (Judicial Review) tidak bisa diajukan pada masa tahapan, maka tak ada ruang untuk mengganggu aturan yang ada, apapun kepentingannya.
Penulis meyakini konflik pemilu ini akan terus bergulir sampai tahapan pemungutan suara, dan ingat, keserentakan ini mengandung kebahayaan konflik kekerasan.
Aparat keamanan akan kesulitan mengingat cakupan dan rentang penyelenggaraan yang sangat luas.
Sebab itu, DPR harus hati-hati dalam bersikap demi menciptakan keteduhan.
Guna menurunkan tensi dan memperbaiki proses pilkada yang masih panjang, serta mencegah konflik yang panjang, pimpinan DPR RI sudah seharusnya meminta maaf dan menyampaikan sikapnya, karena publik kadung menganggap bahwa DPR telah mencederai hak konstitusi masyarakat.
Kesimpulannya, yang bisa mencegah konflik ini meluas, bukan aparat keamanan melainkan DPR. ***
Penulis adalah Direktur Rumah Bebas Konflik Pemilu, Mahasiswa S3 Ilmu Politik UI, dan Dosen Ilmu Politik UPN Veteran Jakarta