IMBC NEWS, Surabaya | Pakar hukum tata negara Universitas Airlangga (Unair) Lanny Ramli berpendapat, bahwa adanya tuntutan penghapusan periodisasi dan perpanjangan masa jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun yang dilayangkan para kepala desa sangatlah tidak elok.
Lanny mengatakan, tuntutan tersebut mencerminkan kerakusan dan keegoisan dari para kepala desa yang ingin berkuasa selama mungkin.
“Hal ini mencerminkan kerakusan akan kekuasaan, otoriter, dan keegoisan karena tidak memberi kesempatan pada penduduk desa lainnya,” sebutnya, Selasa (31/1/2023).
Lanny menilai tuntutan penghapusan periodisasi dan perpanjangan masa jabatan kepala desa tersebut juga tidak mencerminkan demokrasi. Hal ini dikarenakan alasan-alasan yang melatarbelakanginya tidak berasal dari keinginan penduduk desa, sesuai Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang nomor 6 tahun 2014. Melainkan berasal dari keinginan kepala desa itu sendiri.
Lanny menjelaskan, sesuai dengan teori hukum Hans Kelsen, penghapusan ataupun perubahan aturan harus memiliki dasar hukum dan alasan yang kuat serta tidak bertentangan dengan aturan di atasnya.
“Penghapusan atau perubahan undang-undang harus memperhatikan tiga hal yaitu filosofi, sosiologi, dan yuridis,” ujarnya.
Lanny juga menanggapi keluhan para kepala desa yang menganggap jabatan enam tahun terlalu singkat, sehingga sulit menuntaskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes).
Menurutnya, RPJMDes yang belum selesai dalam enam tahun tentunya dapat dilanjutkan oleh kepala desa selanjutnya karena pembangunan desa tidak berorientasi pada kepala desa, melainkan pemenuhan kebutuhan desa.
“Selain itu, untuk alasan mendamaikan calon kepala desa dan pendukungnya yang kalah saat pemilihan sejatinya dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman secara mendalam tentang hakikat dari pemilihan itu sendiri,” kata Lanny. (Sumber: Republika)