*Achmad Nur Hidayat
IMBC News | Dalam menghadapi tantangan ekonomi di pemerintahan Prabowo Subianto, salah satu posisi paling krusial yang harus diisi dengan cermat adalah Menteri Keuangan.
Prabowo telah menetapkan target ambisius untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, yang jauh lebih tinggi dibandingkan proyeksi moderat yang diberikan oleh lembaga internasional seperti IMF, yang hanya memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di sekitar 5%.
Dengan defisit APBN yang mencapai hampir 3% dan kondisi deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut, posisi Menteri Keuangan memerlukan figur yang tidak hanya berpengalaman tetapi juga inovatif, visioner, dan mampu memecahkan masalah struktural yang telah menghambat pertumbuhan ekonomi dalam beberapa dekade terakhir.
Kriteria yang Harus Dipenuhi Menteri Keuangan dan Perekonomian
Kriteria pertama yang harus dimiliki oleh Menteri Keuangan di era Prabowo adalah pemahaman mendalam terhadap kebijakan fiskal dan moneter. Di tengah tantangan global seperti krisis ekonomi dan ketidakpastian pasar internasional, Menteri Keuangan harus mampu merumuskan kebijakan yang menjaga keseimbangan antara pengeluaran dan penerimaan negara. Mengelola defisit anggaran secara bijak menjadi salah satu prioritas utama. Dalam konteks defisit yang mencapai mendekati dari 3%, menjaga agar defisit tidak semakin membesar dan mengarah kepada krisis fiskal adalah salah satu tugas utama yang harus dihadapi oleh Menteri Keuangan.
Selanjutnya, pengalaman manajemen krisis ekonomi adalah kriteria lain yang harus dimiliki oleh calon Menteri Keuangan. Di tengah deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut, tanda-tanda adanya masalah struktural dalam perekonomian semakin nyata. Dalam situasi seperti ini, Menteri Keuangan perlu memiliki kemampuan untuk mengambil kebijakan tegas yang mampu menstimulasi perekonomian, baik melalui kebijakan fiskal ekspansif yang terukur maupun melalui insentif bagi sektor-sektor yang dapat mendorong pertumbuuhan ekonomi. Krisis dapat dihadapi dengan strategi yang tepat dan terukur, seperti pengelolaan utang yang lebih baik, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing industri.
Kemampuan bernegosiasi di level internasional juga menjadi hal yang tak kalah penting. Dengan adanya prediksi IMF yang menunjukkan bahwa ekonomi global akan stagnan di kisaran 5%, Menteri Keuangan harus mampu melakukan negosiasi dengan lembaga internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan negara-negara mitra. Tujuannya adalah untuk mendapatkan dukuungan investasi, baik melalui pinjaman maupun bantuan teknis, yang dapat membantu memperkuat perekonomian nasional.
Menteri Keuangan juga harus cerdas dalam bernegosiasi terkait utang luar negeri dan perjanjian perdagangan, sehingga Indonesia tidak hanya menjadi penerima bantuan tetapi juga menjadi pemain global yang kuat.
Kriteria berikutnya adalah kemampuan dalam mendorong transformasi ekonomi digital dan industri berbasis teknologi. Target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% tidak akan tercapai jika perekonomian Indonesia terus bergantung pada sektor-sektor tradisional seperti pertanian dan tambang.
Menteri Keuangan harus mampu mendorong inovasi di sektor-sektor baru yang berbasis teknologi, digitalisasi, dan ekonomi kreatif. Transformasi ekonomi digital juga harus didorong hingga ke level usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional tetapi sering kali diabaikan dalam kebijakan besar.
Selain itu, kemampuan memperluas basis ekonomi dan memperkuat sektor produktif yang belum tergarap maksimal harus menjadi prioritas Menteri Keuangan.
Sektor-sektor seperti manufaktur, pariwisata, dan sektor jasa lainnya memiliki potensi besar untuk berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi jika dikelola dengan baik. Menteri Keuangan harus mampu merumuskan kebijakan yang memberikan insentif kepada sektor-sektor ini untuk tumbuh dan berkembang, sekaligus meningkaatkan produktivitas dan efisiensi di dalam negeri.
Dalam mencapai target 8%, Menteri Keuangan juga harus memiliki kemampuan dalam meningkatkan inklusi keuangan. Di era Prabowo, target pertumbuhan ekonomi yang ambisius harus didukung oleh kebijakan yang inklusif, yang memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat mendapatkan akses terhadap layanan keuangan, terutama UMKM dan sektor informal. Menteri Keuangan harus memastikan bahwa kebijakan fiskal tidak hanya menguntungkan kelompok ekonomi besar, tetapi juga memperluas akses keuangan bagi masyarakat yang selama ini belum terjangkau, termasuk perempuan, pemuda, dan masyarakat pedesaan.
Akhirnya, kolaborasi antar kementerian dan lembaga juga harus diperhatikan. Pertumbuhan ekonomi yang diinginkan Prabowo tidak akan tercapai tanpa kerjasama yang erat antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, serta kementerian lainnya yang terkait dengan ekonomi, seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian BUMN. Menteri Keuangan harus memiliki keterampilan diplomasi yang kuat untuk memastikan bahwa semua kementerian dan lembaga yang terkait bergerak dalam satu arah yang sama untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang ambisius ini.
Dengan kriteria-kriteria di atas, posisi Menteri Keuangan di era Prabowo harus diisi oleh seseorang yang tidak hanya memiliki rekam jejak yang baik dalam mengelola perekonomian, tetapi juga berani melakukan inovasi dan mengambil langkah-langkah strategis untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Sosok tersebut harus mampu menavigasi tantangan-tantangan ekonomi di dalam negeri sekaligus memanfaatkan peluang di pasar global, sehingga target pertumbuhan ekonomi 8% dapat tercapai.
Rekomendasi Sosok untuk Mengisi Posisi Menteri Keuangan
Mereka yang pernah mengisi jabatan publik di bidang perekonomian dalam 10 tahun terakhir memang memiliki rekam jejak yang baik, tetapi terbukti hanya mampu mencapai pertumbuhan ekonomi di level moderat, sekitar 5%. Target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% jelas lebih ambisius dan membutuhkan figur yang berpikir inovatif, out of the box, dan bukan hanya mengandalkan kebijakan ekonomi yang telah dilakukan selama ini.
Para figur tersebut, seperti Sri Mulyani, Chatib Basri, dan Perry Warjiyo, meskipun kompeten, terbukti tidak dapat melampaui batas pertumbuhan yang lebih signifikan dalam beberapa tahun terakhir di bawah pemerintahan Presiden Jokowi. Oleh karena itu, untuk mencapai target ambisius tersebut, diperlukan pemimpin baru di sektor ekonomi dengan visi yang lebih segar dan berani mengambil kebijakan radikal, terutama dalam memperluas basis ekonomi, mendorong sektor produktif yang selama ini belum maksimal, dan membuka pasar baru baik domestik maupun internasional.
Alternatifnya, perlu sosok yang tidak hanya memahami kebijakan fiskal dan moneter, tetapi juga mampu mempercepat transformasi ekonomi digital, industrialisasi berbasis teknologi, dan inklusi ekonomi secara luas. Kriteria utama mencakup kemampuan mengimplementasikan kebijakan yang mampu mendongkrak pertumbuhan lebih agresif, mempercepat aliran investasi, dan memaksimalkan potensi ekonomi domestik yang belum tergarap optimal. ***
*Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta