IMBCNews- Hashim Djojohadikusumo, adik Prabowo, mengungkapkan bahwa kakaknya memiliki ambisi untuk menjalankan program ekonomi dari orang tuanya, Sumitro Djoyohadikusumo Begawan ekonomi Indonesia pada masanya yang berhaluan sosialis.
Apakah ini bertentangan dengan sistim ekonomi konstitusi? Menurut Bung Hatta sistim ekonomi kita memang bukan sistim ekonomi liberalisme kapitalisme dan juga bukan sosialisme marxisme. Sistim ekonomi kita menurutnya, sistim ekonomi sosialisme versi indonesia.
Seperti apakah sistim ekonomi sosialisme versi indonesia itu? Sri Edy Swasono menyebutnya dengan istilah sosialisme religious. Sementara Mubyarto menyebutnya dengan sistim ekonomi Pancasila, yaitu sebuah sistim ekonomi yang sesuai dengan nilai-nilai dari Ketuhanan Yang Maha Esa dan dengan 4 sila berikutnya.
Disinilah mungkin perlu ada dialog di antara kita, agar sistim ekonomi berhaluan sosialis yang disampaikan Sumitro Djoyohadikusumo tidak berbenturan dengan ketentuan yang ada dalam konstitusi apalagi dalam pasal 29 ayat 1 dari UUD 1945 dimana dalam pasal tersebut dikatakan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa yang menuntut setiap kebijakan pemerintah dalam bidang ekonomi tidak boleh ada yang bertentangan dengan nilai-nilai dari ajaran agama.
Jadi dengan demikian wajah ekonomi kita jelas tidak sama dengan wajah dari sistim ekonomi sosialis yang ada di Barat yang sekuler. Sistim ekonomi sosialisme kita adalah sistim ekonomi sosialisme yang religious, dimana bila kita bicara tentang konsep baik dan buruk serta benar dan salah dalam kehidupan ekonomi tidak hanya didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan rasio semata.
Tetapi rasio kita tersebut haruslah dicerahkan dan disinari dengan nilai-nilai dari ajaran agama dan dengan 4 sila lainnya, karena yang kita cari dalam kehidupan ekonomi ini tidak hanya menyangkut kesejahteraan lahir dari rakyat saja, tapi juga kesejahteraan batin mereka. Tidak hanya harta saja tapi juga berkahNya. Tidak hanya mencari kesuksesan dan keselamatan di dunia ini saja tapi juga untuk kesuksesan dan keselamatan di akhirat kelak.
Jika prabowo bisa mensubstansiasi konsep ekonomi papinya seperti itu, maka tentu tidak ada masalah karena memang begitulah ekonomi negara harus dikelola. Jadi bukan seperti yang kita lihat hari ini yang sangat kental warna liberalisme kapitalismenya sehingga akibatnya jumlah orang miskin masih sangat banyak dan kesenjangan sosial ekonomi di negeri ini tampak tumbuh dan berkembang semakin tajam.
Oleh karena itu, jika kita tidak ingin negeri ini bermasalah kedepan karena adanya pertentangan antara kelompok miskin dan kaya antara penduduk asli dan penduduk non asli maka cara yang ditempuh Sumitro lewat gerakan bentengnya masih sangat relevan untuk dihidupkan kembali.
Yaitu dengan adanya affirmatif action dari pihak pemerintah untuk membela dan mengangkat kehidupan sosial ekonomi dari masyarakat lapis bawah ke lapis tengah dan atas sehingga diharapkan potret bangunan ekonomi nasional kita tidak lagi seperti piramid tapi sudah berubah menjadi seperti belah ketupat dimana pada gilirannya nanti bentuk tersebut juga akan berubah seperti bola dimana kelompok usaha mikro dan ultra mikro sudah tidak ada dan yang ada hanya kelompok usaha besar, menengah dan kecil dimana perilaku berekonomi mereka diharapkan akan selalu menjunjung tinggi nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila dan UUD 1945, bukan sebaliknya.
Penulis,
Buya Anwar Abbas
Ketua PP Muhammadiyah