Resensi Buku Hukum
Penulis : Dr. Ronny F Sompie, SH MH
Judul : Exit Strategy Polimik Migran Indonesia.
Penerbit: PT Kaya Ilmu Bermanfaat, email, [email protected]
Jumlah : 225 hlm.
Oleh Theo Yusuf, Ms.
IMBCNEWS | Jakarta – Probematikan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ibarat gunung es Titlis di Swiss. Sebentar meleh dan satu jam berikutnya tambah mengeras. Demikian problem pekerja migran Indonesia dari tahun ke tahun. Mengapa hal itu terjadi ? Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia pada 2021 sebesar 9,10 juta orang. Jumlah itu katanya ada penunrunan dibanding tahun sebelumnya 9,77 juta orang.
Tetapi tahun ini kemungkinan akan naik lagi melihat angka per Agustus 2022 sudah mendekati angka 4,5 juta orang. Artinya, selagi jumlah pengguran Indonesia terus meningkat, investasi belum beranjak naik, problem tenaga kerja migran akan terus terjadi.
Ronny Sompie dalam buku itu menceritakan, (bab 2 hlm.50) Pemerintah sesunguhnya membantu mengkanalisasi para pekerja migran cukup lama utamanya di tingkat Asia, yakni Arab Saudi, Malaysia dan Jepang. Migran yang berlangsung sekitar tahun 1975 itu hingga kini terus mengalir baik yang menggunakan jalur resmi maupun jalur “tikus” atau jalur ilegal.
Dengan Timur Tengah (Arab Saudi) negara yang paling banyak menyerap tenaga dari Indonesia, misalnya, tahun 2014 Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar kala itu sudah membuat Memorandum of Understanding (MoU) Indonesia Arab Saudi, bersama Mentri Tenaga Kerja Kerajaan Arab Adel M Faakeih, terkait perlindungan dan penempatan para pekerja migran. namun Mou itu hanya berjalan 1 tahun karena Indonesia menilai, pemerintah Arab Saudi kurang konsisten dalam melakukan perlindungan para TKI dari Indonesia.
Data dari BNP2TKI mencatat dari tahun 2014 terdapat 1.296 kasus sedang tahun berikutnya, 2015 1.103 kasus atau mencapai 2.399 kasus kekerasan fisik, tenaga tidak dibayar, upah di bawah standar hingga terjadi kekerasan seksual. Intinya banyak merugikan para pekerja migran ke negara itu.
Malaysia, negara tetangga yang juga menjadi pilihan tenaga migran Indonesia juga tak kalah rumitnya. Kesepakatan bilateral sejak tahun 2015 hingga kini terus diperbaharui. Sejak tahun 2015 saja sudah ada 13 perjanjian bilateral. itu artinya, problem tenaga migran ke negeri Jiran relatif lebih ruwet.
Pada 30 Mei 2011 juga dibuat MoU Indonesia – Malaysia yang berakhir pada tahun 2016. MoU tentang perekrutan dan perlindungan pekerja rumah tangga diharapkan selesai tahun ini (2022), karena sejak tahun lalu sudah dibahas oleh Pokja (kelompok kerja) terkait, standar pengupahan, jam kerja atau waktu istirahat, uang lembur dan lain sebagainya termasuk menertibkan agen perekrutan yang jumlahnya tidak menyusut.
Dua negara Arab Saudi dan Malaysia itu merupakan tujuan utama migran Indonesia yang paling banyak masalah ketimbang para peekrja yang mencari nafkah kehidupan ke Jepang dan Korea Selatan.
Mengapa hal itu terjadi ? Untuk menjawab masalah itu tidak semudah membalik tangan. Dr. Ronny Sompie, melihat adanya UU No 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran relatif rinci dan lengkap. Sudah selayaknya negara hadir melindungi warganya yang ingin mencari nafkah kehidupan di negeri orang karena di negaranya mereka sebagai pengguran.
Namun dengan syarat yang relatif ketat, seperti banyaknya persyaratan tenaga migran yang harus dipenuhi itulah sebagai celah menumbuhkan para “perekrutan” ilegal tumbuh bagaikan bak jamur dimusim penghujan. Syarat yang harus dipenuhi, tentunya selain indentitas resmi, usia diatas 18 tahun, visa dan sertifikat profesi keahlian kerja juga persyaratan lain seperti kartu BPJS.
Syarat yang dinilai sulit dan ribet itulah yang dimanfaatkan para “penjual tenaga kerja” ilegal dengan mengorbankan anak bangsa Indoesia yang rentan pemahaman hukum, ekonomi dan jaringan informasi. Itulah satu problem yang disoroti penulis, selain masih banyak hal-hal lain yang dituis dalam buku ukuran 14,8 x 23,5 cm itu. Buku itu disusun per bab dari bab 1 hingga bab V tentang Digitalisasi Basis Data sebagai Solusi Perlindungan Tenaga Kerja Migran.
Buku ini cukup bermanfaat unuk para pejabat, peneliti, mahasiswa penggemar PMI dan juga masyarakat luas yang ingin melihat secara detail terhadap problematika, dasar hukum dan analisis PMI.
Semoga buku ini bermanfaat, meskipun cara penyusunannya, lebih banyak menyampaikan data-data dan fakta, ketimbang memperbanyak analisisnya. Namun karena ditulis seorang praktisi sekaligus akademisi, maka corak ilmiahnya cukup kentara dilihat dari refrensi atau footnote yang dituangkan kedalam buku tersebut.
Imbcnews/**diolah