IMBCNEWS, Jakarta | Guru Besar FH UI Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. menyatakan bahwa Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 hanyalah tempelan belaka yang tidak dijiwai oleh pembukaannya, sehingga sampai saat ini belum mampu dilaksanakan secara optimal.
“Pasal 33 dan 34 dalam UUD 1945 itu hanyalah tempelan belaka sehingga sejak orde lama, orde baru hingga saat ini belum mampu dilaksanakan secara baik,” kata Prof Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. dalam Kajian Konstitusi yang digelar Jimly School of Law and Government kerjasama dengan Prodi Magister Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT), via zoom di Jakarta, Jumat (2/02/2024).
Diskusi buku berjudul Konstitusi Ekonomi karya Prof. Jimly Asshiddiqie dengan moderator Dr. Wahyu Nugroho, lebih jauh Jimly menguraikan, pada awal reformasi tahun 1998 saat amandemen UUD 1945 terkait dengan sistem ekonomi Indonesia, terjadi pembelahan, yakni dari kelompok liberal yang diketuai oleh Syahrir dan Sekretaris Sri Mulyani Indrawati dengan kelompok konservatif yang diwakili oleh Prof. Mubyarto, dari UGM. Saat itu Prof Dr. Ismail Sunny sebagai ketuanya, dan menugaskan saya untuk melakukan pendekatan dari dua kelompok itu akhirnya disepakati untuk dilakukan perbaikan, tidak perlu menghilangkan Pasal 33 dan 34 dalam UUD 1945.
Dalam perbaikan tersebut, ujar Prof. Jimly, terdapat istilah efisiensi. kata itu tidak perlu dimaknai liberalisme karena hanya mengejar keuntungan, tetapi efisiensi dilanjutkan dengan keadilan. Oleh karenanya, koperasi juga perlu melakukan efisiensi guna membangun adanya keadilan. Keadilan sebagai titik tolak dari kata efisiensi dalam Pasal 33 UUD 1945, katanya.
Kajian konstitusi ke 68 yang dihadiri Ketua Umum Yayasan JSLG Muzayyin Machbub dengan narasumber Dr. Indah Dwi Qurbani, SH. MH. dosen dari Universitas Brawijaya itu, Prof Jimly juga menyinggung soal perkembangan ekonomi Amerika Serikat (USA), yang sampai saat ini sering dijadikan kiblat untuk diskursus para akademisi ekonomi.
Dikatakan, pada abad 17an saat AS didirikan negara itu sudah menjadi negara industri, jadi ekonomi adalah diserahkan pada pasar. Oleh karenanya konstitusi AS tidak mengatur ekonomi. Istilah ekonomi baru muncul abad ke-19 saat adanya gugatan ke Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat (AS), akhirnya muncul pemikiran soal tafsir konstitusi Ekonomi AS. Dengan demikian, di AS tidak ditemukan istilah konstitusi ekonomi, tetapi politik ekonomi.
Ini berbeda dengan kelahiran di Indonesia, yakni menggabungkan antara konstitusi ekonomi dan politik ekonomi.
Dengan demikian, para sarjana hukum, sarjana ekonomi dari yang muda-muda ini, perlu mengkaji adanya kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah. “jika ada kebijakan yang bertentangan dengan konstitusi ada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk melakukan perbaikan terhadap UU yang bertentangan dengan UUD 1945” katanya.
Narasumber Dr. Indah Dwi Qurbani, SH. MH. menambahkan, buku konstitusi ekonomi yang sedang kita bahas ini, juga bagian dari kata lain welfare state, atau negara kesejahteraan.
Dalam buku yang terdiri dari 7 bab itu, tiap babnya memberikan gambaran untuk mencari literasi buku-buku lain terkait pada sub bab dalam buku ini.
Dalam buku yang disusun mantan hakim konstitusi I Dewa G. Palguna, ada kaitannya dengan bahasan ini. Buku karya Palguna, merupakan perkenalan awal tentang gagasan kesejahteraan negara yang secara tak terhindarkan harus berhadapan dengan globalisasi.
Oleh karenya saat adanya gugatan soal Undang-undang Minerba dan Ketenagalistrikan yang dilakukan judicial Review tahun 2003 dengan brilliant para hakim memutuskan dan tidak meloloskan beberapa pasal dalam UU itu karena dinilai bertentantangan Pasal 33 UUD 1945, katanya.
Sementara itu, dalam sambutannya Ketua Program Studi Magister Hukum Universitas Muhammadiyah Tangerang, Dr. Ahmad, SH. MH. MM. mengatakan, buku yang saat ini tengah dibahas dengan narasumber dari Srikandi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Ibu Dr. Indah, cukup penting bagi para mahasiswa utamanya UMT karena untuk membantu meningkatkan pemahaman tentang konstitusi ekonomi baik yang sedang belajar maupun yang akan menyelesaikan studinya.
Ia juga mengatakan, Kerjasama UMT dengan JSLG sangat bermanfaat untuk meningkatkan literasi dan menambah khasanah dalam pengisian borang guna meningkatkan akreditasi kampus UMT,” tegas Dr. Ahmad.
imbcnews/diolah/wn/