Jakarta-IMBCNews – Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta Prof Dr Nasaruddin Umar MA menghelat tasyakur milad ke 65 di Jakarta, Ahad (23/6) malam, sekaligus launching dan bedah buku tokoh yang lahir pada 23 Juni 1959 di Sulawesi Selatan ini.
Dalam sambutan milad Nasaruddin Umar mengatakan, tokoh agama harus memiliki karakter. “Kita butuh tokoh yang berkarakter, tanpa karakter ibarat mayat yang berjalan, ucap tokoh yang juga Rektor PTIQ Jakarta dan mantan Wakil Menteri Agama ini.
Pada milad tersebut hadir para tokoh nasional seperti mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Mahfud MD, Osman Sapta Odang, Chaerul Tanjung serta perwakilan lembaga-lembaga pemerhati Islam dan keagamaan, para akademisi, hingga anggota Civil Society Organisations.
Adapun tiga buku yang diluncurkan adalah “Moderasi Beragama dan Tantangan Masa Depan Umat”, “Nasionalisme Indonesia”, dan “Fikih Ekonomi Kontemporer Sumber Rezeki Halal”.
Dalam kegiatan di Hotel Borobudur dan live di YouTube Nasaruddin Umar Office, pukul 19:00 WIB-selesai itu, hadir narasumber bedah buku Direktur Pencegahan BNPT RI Prof. Dr. Irfan Idris, M.A, Komisaris Utama Bank Mega Syariah, Prof. Dr. Ir. K.H. Mohammad Nuh, DEA, dan Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan antara Agama dan Kepercayaan KWI, Romo Agustinus Heri Wibowo.
Ketiga buku karya Nasaruddin Umar merupakan manifestasi dari pemikiran yang telah matang selama puluhan tahun berkecimpung dalam dunia akademis dan keagamaan.
Menurut Nasaruddin Umar, apa yang dianggap kebenaran oleh hati nurani masing-masing, oleh kitab suci, tidak mungkin satu kitab suci bisa bertentangan. Semuanya dari tuhan yang sama.
Pada buku “Fikih Ekonomi Kontemporer Sumber Rezeki Halal” tertuang
berbagai bentuk kontrak ekonomi yang dapat, mungkin akan terjadi di tengah-tengah masyarakat karena kebutuhan yang selalu hadir dengan kepemilikannya masing-masing.
Bentuk paling sederhananya adalah jual beli. Model kontrak ekonomi ini akan terus berkembang mencari bentuk-bentuk baru. Tugas para ulama kemudian mencari justifikasi atau dejustifikasi atas perkembangan-perkembangan itu berdasarkan pemahaman fikih yang komprehensif, khususnya atas pembahasan jual-beli.
Selain menghadirkan pembahasan klasik atas berbagai kontrak ekonomi yang banyak disinggung dalam banyak Hadis, buku ini juga memberikan antisipasi bagi pengembangan model-model kontrak ekonomi dalam masyarakat modern.
Masjid sekaligus pusat pengembangan ekonomi umat Islam. Masjid merupakan pranata keagamaan yang tak terpisahkan dari kehidupan spritual, sosial, dan ekonomi.
Perkembangannya, masjid mengalami banyak perubahan mengacu pada fungsi masjid pada zaman Rasullulah dan perkembangan Islam modern di masa depan. Masjid Istiqlal mengusung trobosan progresif soal rumah ibadah.
“Mengusung tagline ‘green and smart mosque’. Masjid Istiqlal menjadi percontohan dunia, sebagai rumah ibadah yang tidak hanya fokus pada bidang peribadatan dan dakwah. Masjid sebagai rumah umat untuk menyelesaikan semua persoalan bangsa Indonesia. Mulai dari pendidikan, Kesehatan, sosial dan ekonomi,” kata Nasaruddin Umar.
Putra sulung dari pasangan Andi Muhammad Umar dan Andi Bungah ini sudah menulis 49 buku dan setiap hari menulis beragam tema yang dimuat di berbagai media. Nasaruddin Umar juga pernah menjadi Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama. (KS)