Ilustrasi foto reklamasi di kawasan Kenjeran Surabaya sebgai PSN ,(foto viva.co/ist)
IMBCNEWS Surabaya | Proyek reklamasi pembuatan pulau buatan di pesisir timur Surabaya yang dimasukkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) mendapat penolakan para nelayan dan kelompok lingkungan hidup karena dinilai akan merusak ekologi laut di kawasan itu.
Rencana reklamasi kawasan pantai timur Surabaya memunculkan kekhawatiran warga, khususnya nelayan yang tinggal di sekitar Pantai Kenjeran.
Luas area reklamasi sekitar 1.085 hektare ini akan memunculkan empat pulau baru dan akan dilakukan secara bertahap hingga 20 tahun ke depan. Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Jawa Timur, Misbahul Munir, mengatakan akan ada 12 kampung nelayan yang terdampak oleh reklamasi ini.
“Yang terdampak nantinya, ini ada sekitar 12 kampung pesisir, jadi kampung nelayan pesisir, mulai dari Tambakrejo, Tambakwedi, Nambangan, Cumpat, Kejawan, kemudian Kenjeran, Sukolilo, Kalisari, Wonorejo dan sekitarnya itu juga terdampak. Jadi, bisa dibayangkan bahwa reklamasi ini memang muncul setelah pengajuan secara privat oleh swasta yang diajukan ke kementerian, dan disetujui oleh Presiden,” jelasnya.
Munir menambahkan, baik warga yang berprofesi sebagai nelayan maupun masyarakat yang tinggal di sekitar pantai Kenjeran, terutama pedagang kaki lima hingga pelaku usaha di bidang perikanan, akan terdampak reklamasi ini.
“Dampaknya tidak hanya pada nelayan. Jadi mulai dari nelayan, buruh, para pelaku usaha perikanan, sampai para pedagang kaki lima yang menjual makanan, baik di restoran maupun di pabrik-pabrik. Pabrik pengalengan ikan, misalnya,” imbuh Misbahul Munir.
Nelayan dari Nambangan, Ahmad Sukron, menyebut PSN merupakan upaya dan rencana jahat pemerintah bersama investor, yang tidak hanya menimbun laut tapi juga mengeruk pasir laut dari kawasan lain. Pemerintah dalam menetapkan proyek strategis nasional dinilai tidak transparan, serta tidak memperhatikan suara warga, khususnya nelayan.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur, Wahyu Eka Setyawan, mengatakan aktivitas reklamasi akan menghilangkan kampung-kampung nelayan yang ada di pesisir timur Surabaya. Kawasan elite yang dibangun di pulau baru hasil reklamasi, kata Wahyu, akan menyingkirkan perkampungan nelayan yang sering dianggap sebagai permukiman kumuh.
“Kampung nelayan pelan-pelan juga akan hilang, karena kawasan-kawasan ini adalah kawasan yang tidak menerima kawasan yang dianggap kumuh, tentu akan dipinggirkan pelan-pelan. Tidak secara represif seperti yang kita bayangkan, tapi pelan-pelan, dengan menutup akses-akses kehidupannya, seperti ekonomi, seperti akses sosial, dan pelan-pelan akan berubah, dan mereka akan terpinggirkan, dan akan hilang kampung-kampung nelayan itu secara perlahan,” kata Wahyu Eka Setyawan.
Manajer Kampanye Pesisir, Laut, dan Pulau Kecil Walhi Nasional, Parid Ridwanuddin, mengatakan masyarakat pesisir sudah sejak awal menjadi korban akibat perubahan iklim saat ini. Sedangkan proyek reklamasi menjadi ancaman baru bagi masyarakat pesisir karena akan mengambil ruang hidup nelayan.
Data yang dimiliki Walhi Nasional menyebutkan, dari total 3.590.000 hektare luas proyek reklamasi di 28 provinsi di seluruh Indonesia, terdapat 213.000 hektare proyek reklamasi di Jawa Timur, termasuk yang akan dilakukan di pesisir timur Surabaya. Dari 3,5 juta hektare luasan proyek reklamasi secara nasional, luas permukiman nelayan hanya sekitar 21.000 hektare. Angka ini kata Parid, menunjukkan keberpihakan pemerintah pada proyek reklamasi dibandingkan dengan kehidupan nelayan.
“Dari 28 (provinsi) yang kita lihat itu, proyek reklamasi yang ada di Jawa Timur itu ada 213.562 hektare, dan ini tentu sangat mengerikan karena akan banyak wilayah-wilayah tangkap nelayan di Indonesia itu, terutama di Jawa Timur, itu akan dirampas. Pemerintah dengan mudah saja, kasih itu label PSN, jadi ada kemasan di situ kepentingan publik, ada kemasan proyek strategis, tapi kita tidak tahu ini strategis untuk siapa,” kata Parid Ridwanuddin.
Akademisi dari Departemen Hukum Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, I Gusti Agung Made Wardana, mengatakan reklamasi pesisir timur Surabaya yang masuk PSN tidak lepas dari adanya unsur kuasa yang secara aktif maupun pasif memaksa warga memberikan persetujuan atas proyek itu. Status PSN, kata Agung Wardana, menjadi jaminan bagi investor untuk melaksanakan program pembangunan yang direncanakannya, baik dalam hal perizinan maupun dukungan politik.
“PSN merupakan proyek yang istimewa di pemerintahan Joko Widodo hari ini, tidak hanya dalam konteks perizinan tapi juga nonperizinan, termasuk di dalamnya ada jaminan politik bahwa ketika sebuah proyek dinyatakan masuk list PSN, maka dia dijamin secara politik akan dilanjutkan oleh administrasi atau pemerintahan sesudahnya,” kata I Gusti Agung Made Wardana. Ken Park, salah satu tempat wisata bermain di Surabaya yang akan menjadi pintu masuk ke pulau reklamasi.
imbcnews/voa ind/diolah/