IMBCNEWS China | Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping berbicara melalui telepon Kamis kemarin soal perlunya bersinegri melawan peran AS yang kian memperluas campur tangannya di kawasan Asia dan Eropa Timur.
Kedua pemimpin menegaskan kembali hubungan diplomatik mereka yang erat, sementara menolak apa yang mereka sebut sebagai “campur tangan AS” terhadap urusan negara lain.
Keduanya juga membahas pembentukan “tatanan dunia yang multinegara dan lebih adil,” serta bagaimana mempertahankan “interaksi pribadi yang erat” pada masa depan, kata staf Kremlin Yury Ushakov dalam konferensi pers pada hari Kamis.
Rusia dan China menyatakan kemitraan “tanpa batas” dua tahun lalu, ketika Putin melawat ke Beijing. Kunjungan itu terjadi hanya beberapa hari sebelum Rusia melancarkan serangan ke Ukraina.
Tahun lalu, kedua pemimpin mengadakan pembicaraan tatap muka dua kali. Kedua negara itu menghadapi sanksi dalam beberapa tahun terakhir. AS dan sekutunya menjatuhkan sanksi terhadap Beijing, terkait pelanggaran hak asasi manusia terhadap mayoritas penduduk Muslim Uighur di provinsi Xinjiang, China.
Sedangkan Rusia dijatuhi sanksi atas invasinya ke Ukraina pada Februari 2022.
Hubungan keduanya itu juga meliputi persenjataan dan perdagangan. Data bea cukai China menunjukkan, perdagangan antara China dan Rusia mencapai $218,2 miliar antara bulan Januari hingga November 2023, memenuhi target yang semula ditetapkan untuk tahun 2024, menurut kantor berita Reuters.
Selain itu, tahun lalu Rusia melebihi Arab Saudi sebagai pemasok minyak mentah terbesar China. Itu menunjukkan semakin besarnya ikatan kedua negara dalam bidang energi di tengah sanksi, ketika negara-negara Eropa lainnya mencari alternatif minyak.
imbcnews/voa/diolah/