Jakarta-IMBCNews – Bakal Calon Wakil Gubernur (Bacawagub) Jakarta Rano Karno menghadiri acara Rembug Budaya bertajuk ‘Membangun Jakarta yang Berbudaya Menuju Kota Global dan Literasi’ bersama Seniman di Ruang Alternatif Posko Save Taman Ismail Marzuki (TIM) di Cikini, Jakarta Pusat.
Rano Karno berjanji bakal mencari jalan tengah soal harga sewa Taman Ismail Marzuki yang melonjak usai proses revitalisasi yang dilakukan oleh pihak Jakpro. Tingginya harga sewa dan tidak adanya tempat berekspresi bagi seniman membuat acara pementasan di TIM menjadi berkurang drastis.
“Tentu dari sudut bisnis mereka harus mengelola. Tapi harusnya ada komponen-komponen yang bisa bicara dari sudut kesenian. Maaf tadi Mbak Ratna bilang mau bikin pementasan 4 hari dibayar Rp 250 juta, berapa ribu yang bisa dijual buat harga tiket,” kata Rano, Rabu (18/9).
“Sehingga penonton menjadi berkurang. Artinya, kalau tempat ini tanpa kesenian kering, nah itu yang dicari jalan tengahnya,” imbuh pria yang akrab disapa Bang Doel ini.
Seniman yang juga politikus ini tidak menampik, Jakpro saat melakukan revitalisasi TIM mengeluarkan anggaran yang tidak sedikit, yakni Rp 1,7 triliun. Namun pihak pengelola saat ini dinilai kurang melihat dari sudut pandang pihak seniman.
“Sehingga penonton menjadi berkurang. Artinya, kalau tempat ini tanpa kesenian kering, nah itu yg dicari jalan tengahnya,” ujar Rano.
Dalam kunjungannya, Rano juga ditantang seniman untuk bisa mencabut Pergub 63 tahun 2019 yang berisi tentang penugasan kepada Jakarta Propertindo, (Jakpro) untuk melakukan revitalisasi TIM.
Menjawab tantangan tersebut, Rano Karno mengaku paham dengan permasalahan dan keresahan para seniman di TIM. Menurutnya hal itu perlu dipertimbangkan jika hal tersebut memang menguntungkan para seniman.
“Tapi kita harus hitung juga siapa yang bertanggungjawab untuk pengelolaan. Ini makanya saya katakan investasi 1,7 triliun harus dikelola, tinggal inikan ga ketemu,” katanya.
Rano mengaku saat ini kondisi TIM sangat jauh berbeda dari sebelumnya. Hal itu membuatnya miris. Sebelum dilakukan revitalisasi TIM oleh Jakpro, para seniman mendapatkan ruang.
Bahkan untuk latihan mereka tidak perlu membayar, namun kondisi ini berbeda setelah proses revitalisasi dilakukn. “Jadi gini loh dulu kita latihan gratis, sekarang latihan aja bayar, dulu kita mau baca puisi di bawah pohon boleh, sekarang Satpol PP datang, misalnya seperti itu. Harus dikasih floor, kasih area yang memang bebas berekspresi,” katanya.
Rano mengatakan untuk mengatasi permasalahan tersebut harus ada titik temu antara Pemprov Jakarta selaku pengelola dengan para seniman. Dia meyakini bisa menemukan titik tengah antara pengelola TIM saat ini dengan para seniman yang membutuhkan ruang.
“Harusnya bisa, mustinya ini lebih cepat lagi karena suasana lebih hebat kan, karena cuma memang hilang nuasa lamanya itu aja,” imbuhnya. (KS)