Oleh: Aceng Abdul Azis*
DALAM bayangan ideal, masjid di lingkungan kompleks perumahan tidaklah sekadar menjadi tempat salat berjamaah. Lebih dari itu, masjid bisa menjelma sebagai pusat denyut kehidupan warga — dari pendidikan, dakwah, hingga pemberdayaan sosial. Visi inilah yang dirintis oleh Masjid Puribali, yang terletak di kawasan Tamansari Puribali, Bojongsari, Sawangan, Depok.
Kini, perlahan tapi pasti, masjid tersebut sedang menapaki jalan sunyi menjadi apa yang bisa disebut sebagai pesantren komunitas. Bukan dalam format formal seperti lazimnya pesantren berbasis lembaga pendidikan, melainkan dalam bentuk partisipatif yang menjadikan warga kompleks sebagai “santri”, rumah tinggal sebagai “asrama”, para guru/ustadz sebagai kyainya dan masjid sebagai pusat aktivitas rohani dan intelektual sekaligus.
Pandangan ini sejalan dengan pemikiran Prof. Dr. Imam B. Prasodjo, seorang sosiolog dari Universitas Indonesia. Ia pernah menyampaikan bahwa, “masjid bisa menjadi simpul sosial yang menghidupkan semangat kolektivitas warga. Jika masjid diberdayakan, maka ia bukan hanya menjadi simbol spiritual, tetapi juga pusat integrasi sosial.” Masjid Puribali dengan kegiatan lintas segmentasinya— TPA, kajian muslimat, majelis Ahad Pagi, LAZIS, Keamilan, hingga agenda remaja— menjadi cermin dari penguatan simpul-simpul tersebut.
Dari sisi psikologi komunitas, Dr. A. Setiawan, M.Psi., menjelaskan bahwa keterlibatan warga dalam kegiatan bermakna yang dilakukan secara rutin di lingkungan tempat tinggal akan memperkuat identitas sosial, menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging), dan menghilangkan potensi isolasi sosial yang kini banyak melanda kawasan urban. Masjid yang aktif akan menjadi pusat pembelajaran dan ruang interaksi emosional yang menciptakan ketahanan psikososial warga.
Sementara itu, KH. Ridwan Hamidi, Ketua Dewan Masjid Indonesia DIY sekaligus pegiat masjid milenial, mengatakan, “saat ini diperlukan masjid-masjid yang bukan sekadar menara adzan, tapi juga menara peradaban. Kita tidak bisa lagi memisahkan masjid dari fungsi pendidikan dan pemberdayaan.” Nah, gagasan seperti ini bahwa masjid Puribali bisa bertransformasi menjadi pesantren komunitas merupakan langkah yang kontekstual, relevan dan insyaAllah dapat direalisasikan.
Masjid Puribali memang memenuhi hampir seluruh unsur pesantren: ada masjidnya, jamaah yang tinggal di kompleks sebagai santri, dan pengajian kitab sebagai bentuk transmisi keilmuan. Rumah-rumah warga menjadi “asrama”, dan kegiatan dakwahnya berorientasi untuk menumbuhkan kesalehan sosial.
Kesadaran ini bukan muncul tiba-tiba. Prakondisi lingkungan relijius ini sudah ditata sejak awal oleh para pegiat komunitas kompleks Puribali. Setelah tahun 2000-an, warga sudah rutin melakukan kegiatan seperti sahur on the road, bakti sosial, donor darah, pengajian banjar, PHBI, dan aksi kepedulian yang melibatkan seluruh lapisan warga. Dulu memang belum terkoordinasi oleh masjid–baru ada Musala Al Ikhlas yang bekerjasama dengan lingkungan RT/RW/Banjar, tetapi kini masjid Puribali sudah hadir dan mencoba berkolaborasi menjadi simpul yang memperkuat dan menyatukan semuanya.
Maka tak heran jika pada 2017 lalu, KH. Hasanudin Ibn Hibban, MA, Ketua MUI Tangerang Selatan, menyampaikan dalam peringatan Isra Mi’raj, agar Masjid Puribali dengan eksisting segala aktifitasnya agar mengambil peran lebih sebagai pesantren komunitas. Ide ini boleh jadi terdengar tidak lazim, tetapi justru menawarkan arah baru dalam mengelola kehidupan beragama yang transformatif dan membumi di lingkungan kompleks/perumahan.
Dengan menengok kembali akar sosiologis dan aspirasi psikososial warga, serta upaya memperkuat energi dakwah dengan merangkai lintas segmen, Masjid Puribali tengah membangun jalan baru menuju sebuah lingkungan yang thayyibah wal barokah. Dalam jangka panjang, bila implementasi gagasan pesantren komunitas ini istiqamah (ajeg), bukan tidak mungkin perumahan-perumahan lain di Jabodetabek dapat mereplikasi model ini — menjadikan masjid sebagai pusat solusi, pusat dakwah, pusat pendidikan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan tentu saja bukan sekadar pusat ritual-spiritual. **
Penulis:
*Ketua DKM Puribali, Depok. Ia aktif dalam pengembangan masjid sebagai pusat transformasi sosial, dakwah edukatif, dan pemberdayaan warga berbasis komunitas.