IMBCNews, Teheran | Iran kembali menunjukkan tajinya untuk mengancam Israel. Teheran menyatakan telah berhasil menggelar uji coba rudal balistik yang mampu mencapai wilayah-wilayah negara Zionis tersebut.
Keberhasilan Iran menggelar uji coba rudal balistik dimaksud, telah menguatkan bahwa rudal negeri para Mullah itu berpotensi menjangkau target hingga 2.000 kilometer.
Demikian dalam laporan media Pemerintah Iran yang dipublikasikan dua hari setelah komandan angkatan bersenjata Israel mengangkat prospek “tindakan” terhadap program nuklir Iran.
Iran yang memiliki salah satu program rudal terbesar di Timur Tengah mengatakan, senjatanya dapat mencapai pangkalan Israel dan Amerika Serikat (AS) di kawasan. Meski terdapat penolakan dari AS dan Eropa, Iran mengatakan akan melanjutkan program rudal “pertahanan”.
“Pesan kami pada musuh-musuh Iran adalah kami dapat mempertahankan negara dan telah mencapainya. Pesan kami pada teman-teman kami adalah kami ingin membantu stabilitas kawasan,” kata Menteri Pertahanan Iran Mohammadreza Ashtiani, Jumat (26/5/2023).
Kantor berita IRNA mengatakan, rudal bahan bakar cair itu dinamakan “Kheibar,” yang merujuk kastil Yahudi yang dikuasai Muslim di awal Islam.
“Rudal Kheibar yang dikembangkan dalam negeri memiliki fitur luas biasa termasuk persiapan dan waktu peluncuran cepat, yang membuat senjata taktis ini menjadi semakin strategis,” kata IRNA.
Amerika Serikat menanggapi pengembangan dan peluncuran rudal balistik tersebut. “Pengembangan dan proliferasi rudal balistik Iran menimbulkan ancaman serius pada keamanan kawasan dan internasional dan masih menjadi tantangan besar non-proliferasi,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller.
Israel yang tidak diakui Iran sebagai negara, melihat Iran sebagai ancaman nyata. Iran mengatakan, rudal balistiknya penting untuk mencegah dan membalas potensi serangan dari AS, Israel dan musuh di kawasan lainnya. Juru bicara militer Israel mengatakan militer tidak memberikan komentar mengenai hal ini.
Jenderal-jenderal Israel memperdebatkan aksi militer terhadap Iran setelah perundingan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 mengalami kebuntuan sejak September tahun lalu. Sementara negara-negara Barat khawatir Teheran mempercepat pengembangan program nuklirnya.
Mantan presiden AS Donald Trump mengeluarkan AS dari kesepakatan itu pada 2018 dan memberlakukan sanksi pada aktivitas-aktivitas nuklir Iran. Sementara Teheran membantah ingin membangun senjata nuklir.
Meski tak dinyatakan secara eksplisit, tapi dari pemilihan nama rudal terbarunya, Iran seolah ingin memberi bayang-bayang ancaman kepada Israel. Tel Aviv diketahui turut memandang Iran sebagai ancaman eksistensial.
Pekan lalu, Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan, negaranya tak pernah menganggap Arab Saudi sebagai musuh. Dia menegaskan bahwa musuh Iran dan dunia Islam adalah Israel.
“Kami tidak pernah menganggap Arab Saudi sebagai musuh kami. Berdasarkan kebijakan berprinsip Republik Islam Iran, kami menganggap rezim Zionis (Israel) sebagai musuh bersama dunia Islam,” kata Raisi dalam pertemuannya dengan Perdana Menteri Pakistan Shahbaz Sharif, 18 Mei 2023 lalu, dikutip laman Al Arabiya.
Bulan lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengingatkan bahwa siapa pun negara di kawasan Timur Tengah yang bermitra dengan Iran akan dihinggapi kesengsaraan.
“Mereka yang bermitra dengan Iran bermitra dengan kesengsaraan. Lihat Lebanon, lihat Yaman, lihat Suriah, lihat Irak; ini adalah negara-negara yang hampir berstatus negara gagal. 95 persen masalah di Timur Tengah berasal dari Iran,” kata Netanyahu dalam sebuah wawancara dengan CNBC, 19 April 2023 lalu.
Dia pun sempat menyinggung tentang kesepakatan rekonsiliasi antara Arab Saudi dan Iran yang kini berlanjut ke arah penyelesaian konflik Yaman.
“Saya pikir itu mungkin lebih berkaitan dengan keinginan untuk mengurangi, bahkan menghilangkan konflik yang telah berlangsung lama di Yaman. Saya pikir Arab Saudi, para pemimpin di sana, tidak memiliki ilusi tentang siapa musuh mereka, dan siapa teman mereka di Timur Tengah,” ujar Netanyahu.
Kendati Saudi sudah memulihkan hubungan dengan Iran, Netanyahu tetap menginginkan terwujudnya normalisasi diplomatik antara Israel dan Saudi. “Saya pikir ini (pembukaan hubungan resmi Israel-Saudi) akan menjadi lompatan kuantum besar lainnya untuk perdamaian,” ujarnya. (Sumber: Republika)