Iustrasi foto kerusakan lingkungan di Gaza (foto anadolu Ist/
IMBCNEWS Istabmbul | Serangan Isarel tidak hanya merusak lingkungan yang menyebabkan emisi CO2 sebesar 420.000 hingga 652.000 ton hanya dalam 120 hari pertama di tahun 2024—melampaui emisi karbon tahunan dari 26 negara
Israel masih melanjutkan serangannya ke Gaza selama setahun terakhir, dengan menggunakan metode ilegal seperti penggunaan bom fosfor putih yang menyebabkan tidak hanya krisis kemanusiaan, tetapi juga kehancuran lingkungan, demikian Anandolu pers (kantor berita Turkey) pada Kamis.
Serangan Israel, yang dimulai pada 7 Oktober tahun lalu telah menewaskan lebih dari 41,909 orang dan melukai lebih dari 96.800 lainnya.
Ribuan orang mengungsi, terpaksa tinggal di tenda-tenda atau tempat penampungan yang diubah seperti sekolah dan rumah sakit yang didirikan oleh organisasi-organisasi kemanusiaan.
Selain krisis kemanusiaan, pemboman dan serangan darat Israel telah meninggalkan kerusakan lingkungan besar-besaran.
Pada hari ke-200 serangan, kantor media pemerintah Gaza mengatakan bahwa Israel telah menjatuhkan 75.000 ton bom ke Gaza, hampir enam kali lipat jumlah yang dijatuhkan di Hiroshima selama Perang Dunia II.
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Queen Mary di London, bangunan di Gaza telah rusak atau hancur antara 54 persen hingga 66 persen akibat serangan Israel.
Serangan tersebut juga menyebabkan emisi CO2 antara 420.000 hingga 652.000 ton hanya dalam 120 hari pertama tahun 2024—melampaui emisi karbon tahunan 26 negara dan kawasan.
Berdasarkan hukum internasional, salah satu faktor lingkungan yang paling memprihatinkan adalah penggunaan bom fosfor putih yang dilarang di wilayah berpenduduk padat.
Kelompok hak asasi manusia Amnesty International telah mendokumentasikan penggunaan peluru fosfor putih oleh militer Israel di wilayah padat penduduk di Gaza dengan bukti yang kuat, termasuk foto-foto yang dihimpun oleh Anadolu.
Fosfor putih dapat bertahan di tanah dan air selama bertahun-tahun, awalnya dapat membunuh tanaman yang bersentuhan dengannya. Dalam jangka panjang, bahan kimia itu dapat bertindak sebagai pupuk, menyebabkan pertumbuhan tanaman, alga, dan organisme lain yang berlebihan.
Krisis air semakin parah
Selain target militer, Israel juga menyerang infrastruktur penting di Gaza seperti saluran listrik, yang membuat wilayah tersebut gelap gulita.
Serangan terhadap jaringan pipa air juga menyebabkan krisis air. Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) melaporkan bahwa pada delapan bulan pertama konflik, sekitar 67 persen fasilitas dan infrastruktur air dan sanitasi telah hancur atau rusak.
Menurut laporan yang dirilis pada Juli oleh lembaga Oxfam, di saat seseorang membutuhkan 15 liter air setiap hari untuk bertahan hidup selama keadaan darurat, warga Gaza saat ini hanya dapat mengakses 4,74 liter untuk makanan dan kebersihan.
Hal ini menunjukkan penurunan ketersediaan air sebesar 94 persen dibandingkan dengan tingkat sebelum konflik.
Pemblokiran Israel terhadap aliran air ke Gaza telah memperburuk krisis, memaksa penduduk setempat menggunakan air sumur yang terkontaminasi.
Pasukan Israel juga telah menyerang jalur distribusi air beberapa kali, dan pada 17 Oktober tahun lalu, mereka membunuh dua anak yang pulang ke rumah sambil membawa kendi air. Penumpukan sampah dan wabah penyakit
Sebuah laporan yang diterbitkan pada bulan Juni oleh LSM Belanda PAX for Peace menyoroti akumulasi ratusan ribu ton sampah padat di seluruh wilayah akibat rusaknya kendaraan pengangkut sampah dan terbatasnya akses ke area pengumpulan sampah oleh tentara Israel.
Konflik tersebut telah menyebabkan lebih dari 85 persen penduduk Gaza mengungsi, dan 62 persen bangunan di daerah itu telah berubah menjadi puing-puing.
Data dari Pemerintah Kota Gaza menunjukkan bahwa sedikitnya 100.000 ton sampah padat telah menumpuk di seluruh kota.
Limbah medis, bahan kimia, dan bahan radioaktif yang meresap ke dalam tanah dan air bawah tanah telah menyebabkan penyebaran penyakit seperti Hepatitis B dan Hepatitis C.
Kontaminasi tanah dan air juga memengaruhi rantai makanan, membuat manusia dan hewan terpapar bahan kimia berbahaya.
Pada 4 Maret 2024, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan bahwa sekitar satu juta kasus penyakit menular telah tercatat di daerah kantong tersebut, terdapat sekitar 2,3 juta warga Palestina yang tinggal di wilayah tersebut. Beban karbon yang berasal dari reruntuhan
PBB telah memperingatkan bahwa dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk membersihkan 23 juta ton puing akibat serangan Israel di Gaza.
Diperkirakan antara 156.000 hingga 200.000 bangunan termasuk rumah warga sipil, rumah sakit, dan sekolah telah rusak atau hancur.
Rekonstruksi bangunan-bangunan ini diperkirakan akan menghasilkan 46,8 juta hingga 60 juta ton emisi CO2—setara dengan emisi tahunan lebih dari 135 negara dan wilayah serta sebanding dengan emisi gabungan Swedia dan Portugal.
imbcnews/anadolu/diolah/