IMBCNews, Jakarta | Program ketahanan pangan dan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) untuk ketahanan negara masih menjadi masalah yang harus menjadi perhatian serius di Indonesia. Harga bahan pokok pangan yang terus mengalami kenaikan pada satu sisi, dan sisi lain mengenai pengadaan alusista yang dibeli berupa barang bekas pakai, sudah seharusnya tidak terus terulang.
Kedua hal tersebut menurut Dr Theo Yusuf SH MH., masuk dalam program strategis nasional (PSN) yang semestinya menjadi perhatian serius. Hanya saja pada proyek ketahanan baik pada sektor pangan mau pun alutsista dicurigai adanya penyalahgunaan kebijakan yang kental dengan aroma korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
Theo Yusuf menyampaikan itu pada acara diskusi yang digelar Tim Hukum Nasional AMIN yang mengangkat tema: “Apa Kabar Food Estate & Alutsista Bekas” di Jakarta pada Rabu, 10 Januari 2024. Selain eks wartawan Antara ini, pembicara lainnya dalam diskusi adalah Kusfiardi (bidang Jaringan dan Komunikasi Tim Hukum AMIN).
Untuk mendukung program pangan, Theo Yusuf mencontohkan pengolahan tanaman pangan di Vietnam sebagaimana ia saksikan saat berkunjung ke sana. “Negara Vietnam itu lebih kecil dari Pulau Sumatera namun sukses membangun sektor pangan. Vietnam selama ini sudah mengekspor pangan, termasuk ke Indonesia,” katanya.
Lebih lanjut Theo Yusuf, mengemukakan sebagai komponen bangsa Indonesia memang diperlukan memberikan dukungan atas program pangan. Pasalnya, masalah ini memang menjadi masalah Indonesia.
Sebelumnya, calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan mengungkit proyek lumbung pangan nasional atau food estate dalam debat ketiga Pemilu 2024 pada Ahad (7/1). Proyek ketahanan pangan ini, salah satunya digarap Kementerian Pertahanan.
Anies menyebut proyek yang diinisiasi oleh Presiden Jokowi itu sebagai proyek gagal.
“Lebih 340 ribu hektare tanah di RI ditambah food estate singkong yang mangkrak dinilai gagal,” kata Anies dalam Debat Ketiga Capres Pemilu 2024.
Selain itu, proyek ini telah merusak lingkungan dan tidak menghasilkan. “Ini harus diubah. Kami akan memulai dengan kepemimpinan yang menjunjung tinggi etika, kepemimpinan yang mengandalkan data, informasi, kapasitas yang serius,” tutur Anies.
Dalam kaitan ungkapan Capres Nomor 1 dalam debat tersebut, pada diskusi THN AMIN, Rabu (10/1), Theo Yusuf mengatakan, banyak pihak menyebut bahwa proyek itu gagal bahkan merusak hutan dan merugikan keuangan negara. Itu sebabnya, ia juga mendorong pengusutan atas anggaran jumbo pada proyek ketahanan pangan tersebut.
“Mengapa proyek pangan diserahkan kepada Kemenhan, bukan kepada kementerian di bidang ekonomi? kata Theo Yusuf bernada tanya. “Inilah yang mengundang kecurigaan adanya penyalahgunaan kebijakan,” paparnya.
Masalah mengenai food estate, menurut Theo Yusuf, sebenarnya sudah pernah mengemuka jauh sebelum debat capres 2024 dihelat KPU. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah melakukan pemeriksaan terkait program foot estate Tahun Anggaran 2020 sampai dengan Triwulan III 2021 pada Kementerian Pertanian serta Instansi terkait Lainnya.
BPK menemukan permasalahan yang signifikan dalam proyek berkait foot estate itu. Sejumlah masalah yang ditemukan adalah perencanaan kegiatan food estate dianggap belum berdasarkan data dan informasi yang valid dan belum sesuai dengan Perencanaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) serta Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan.
Selain itu, pelaksanaan kegiatan survei, investigasi dan desain, ekstensifikasi dan intensifikasi pada food estate di Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah yang dilaksanakan dengan swakelola belum sesuai ketentuan.
BPK juga menyimpulkan bahwa perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring evaluasi program food estate Tahun Anggaran 2020 sampai dengan Triwulan III 2021 dilaksanakan tidak sesuai dengan peraturan dalam semua hal yang material.
Tak berhenti di sini. Pengembangan kawasan Food Estate di Kalimantan Tengah yang merupakan kerjasama antara Kemhan, Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, Kementerian LHK dan Kementerian BUMN dinilai gagal.
Pada Juli 2020, Jokowi menunjuk Menhan Prabowo Subianto sebagai koordinator dalam rencana pembangunan dan pengembangan kawasan Food Estate. Hanya saja program ini dilaporkan gagal.
Greenpeace merilis laporan berjudul “Food Estate: Menanam Kehancuran Menuai Krisis Iklim”.
Laporan itu menyoroti bagaimana salah satu PSN pemerintah ini telah mengeksploitasi hutan dan lahan gambut yang sangat luas sehingga mengancam wilayah adat dan keanekaragaman hayati penting di Indonesia. (asy/imbcnews)