IMBCNews, Jakarta | Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina tidak sekadar mendorong, melainkan juga mendesak komunitas internasional untuk membantu menyelesaikan krisis Rohingya. Hingga kini, kiris kemanusiaan berkait etnis di Myanmar itu tidak kunjung jelas nasibnya.
Sheikh Hasina menyatakan kehadiran pengungsi Rohingya di negaranya sudah “tidak tertahankan” yang menimbulkan dampak serius terhadap perekonomian, lingkungan, keamanan, dan stabilitas sosial-politik di Bangladesh.
Ketidakpastian mengenai repatriasi, sebut Hasina, telah menyebabkan rasa frustrasi yang meluas. “Situasi semacam ini berpotensi memicu radikalisasi. Jika masalah ini terus berlanjut, ini dapat berdampak pada keamanan dan stabilitas di seluruh wilayah dan sekitarnya,” kata Hasina dalam Sidang ke-78 Majelis Umum PBB di New York, AS, Jumat (22/9).
Etnis Rohingya terpaksa keluar dari Myanmar sejak 2017 dan melarikan diri ke Bangladesh, akibat genosida, kejahatan kemanusiaan, dan pembersihan etnis yang dilakukan pemerintah Myanmar.
Bangladesh adalah negara yang membuka perbatasannya untuk pengungsi Rohingya yang hingga kini masih tinggal di Bangladesh.
Baca juga: AS beri bantuan kemanusiaan Rp1,78 triliun untuk pengungsi Rohingya
Dia menyatakan pengungsi Rohingya ingin kembali ke negara mereka di Myanmar dan menjalani kehidupan yang damai.
Hasina meminta komunitas internasional agar mengambil tindakan nyata kepada rakyat Rohingya demi menciptakan keamanan dan stabilitas di kawasan.
Bulan lalu Komisioner Tinggi PBB untuk HAM Volker Türk memperingati enam tahun dimulainya serangan besar-besaran yang dilakukan militer Myanmar terhadap minoritas Muslim di negara bagian Rakhine.
Dia kembali menyerukan keadilan setelah ratusan ribu warga Rohingya diusir dari rumah mereka oleh pasukan militer.
PBB dalam pernyataannya pada 11 September menyatakan sekitar 10 ribu laki-laki, perempuan, anak-anak, dan bayi baru lahir di Rohingya diyakini telah dibunuh, lebih dari 300 desa dibakar habis, dan lebih dari 700 ribu orang terpaksa mengungsi ke Bangladesh untuk menyelamatkan diri dan bergabung dengan puluhan ribu orang lainnya yang sudah lebih dulu melarikan diri akibat kekerasan sebelumnya. (Sumber: Antara)