IMBCNews, Jakarta | Keberadaan hak masyarakat adat perlu dibuatkan peraturan secara khusus; Hal ini perlu pula dipertegas sehingga secara hukum bisa diberlakukan sekaligus untuk menjembatani antara masyarakat hukum adat dengan negara, sesuai dengan Pasal 18 B ayat 2 dan Pasal 28 I ayat 3 UUD RI 1945.
Demikian penegasan Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Dr St Laksanto Utomo SH., MH., melalui keterangan tertulis yang diterima IMBCNews, Rabu (19/7/2023). Ditegaskannya, APHA tengah menyusun kesiapan untuk mengakaji lebih dalam dan berkelanjutan mengenai permasalahan masyarakat hukum adat (MHA).
“Keberadaan MHA di berbagai belahan dunia, dengan segala dinamika dan tantangannya, terus mendorong masyarakat internasional untuk melahirkan berbagai kerangka dan norma guna memperkuat perlindungan dan pengakuan atas eksistensi masyarakat hukum adat tersebut,” katanya.
Oleh karena itu, sebut Laksanto, APHA menggagas terkait instrumen-instrumen hukum tersebut yang tinjauannya tidak hanya secara lokal regional namun juga secara internasional.
“Malsalahnya, yang mesti dibumikan adalah pengakuan dan perlindungan. Kita ambil contoh Konvensi International Labour Organitation Number 169 dan United Declaration on the Right of Indigenous People, telah termasuk berhasil,” ungkap dia.
Laksanto melihat, dalam Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 telah menegaskan keberadaan masyarakat hukum adat, namun pengakuan dan pemberlakuannya masih diperlukan persyaratan administratif yang potensial membelenggu MHA.
“Jadi dengan menyelenggarakan kegiatan International Conference & Call of Paper berkaitan dengan MHA itu menjadi salah satu yang ditempuh APHA. Selain untuk upaya memperkuat instrumen hukum yang terkait masyarakat hukum adat, namun juga menyangkut hal-hal pemberlakuan, pengakuan dan perlindungan hukumnya yang perlu dilihat dari dalam mau pun luar negeri, karena dipandang tokoh-tokoh APHA hak masyarakat hukum adat belum seluruhnya terpenuhi,” tegasnya.
Menurut Laksanto, International Conference & Call of Paper yang hendak dilaksanakan awal Agustus 2023 mendatang, akan mengangkat tema: “PENGAKUAN, PENGHORMATAN DAN PERLINDUNGAN HAK-HAK KONSTITUSIONAL MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PRESPEKTIF NASIONAL DAN INTERNASIONAL”. Acara ini, tambah dia, akan melibatkan pakar hukum adat dari berbagai perguruan tinggi di tanah air mau pun internasional.
“Hasilnya, kami akan laporkan kepada prosiden sebagai rekomendasi, karena masalah masyarakat hukum adat tersebut harus ada peraturan khusus yang lebih tegas untuk menjembatani antara masyarakat adat dengan negara. Hal ini kami pandang sangat sesuai dengan tuntutan Pasal 18 B ayat 2 dan Pasal 28 I ayat 3 UUD RI 1945,” tegas dia.
Laksanto juga menginformasikan bahwa panitia pelaksana International Conference & Call of Paper yang diselenggarakan APHA, telah menghubungi pihak Menteri Hukum dan HAM untuk kepastian dapat tampil sebagai keynote speech. (Asyaro/Tys)