IMBCNews, Jakarta | Kedaulatan rakyat menjadi salah satu syarat dalam negara bersistem demokrasi, seperti Indonesia. Hanya saja, hal tersebut belum terimbangi dengan kedaulatan ekonomi yang lebih menukik pada konstitusi.
Demikian antara lain diungkap Prof Dr Jimly Asshidiqie dalam Stadum General di Universitas IKOPIN, Jakarta, Rabu 29 November 2023. Menurutnya, konstitusi ekonomi di negeri ini masih lebih besar selogannya, karena pada penerapan pasal 33 undang undang dasar masih tergolong rendah.
“Seperti konstitusi market yang belum berjalan dengan baik. Karena, keadaan konstitusional ekomomi di negara kita masih tergolong rendah kedaulatannya,” sebut Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2003-2008 tersebut.
Lebih lanjut Jimly mengemukakan hasil penelitian yang dilakukannya sejak 1990-an. Menurut dia, Pasal 33 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 selalu muncul dalam berbagai konsideran suatu keputusan, seperti Menimbang/Memperhatikan, terkait petaruran-peraturan terhadap kebijakan ekonomi.
“Dalam hal ini, sering sekali saya temukan ketidak-sesuaian antara butir-butir putusan dengan substansi yang diamanatkan melalui pasal 33 tersebut. Ada kalanya pasal 33 tersebut asal pasang saja,” jelasnya.
Jimly kemudian menarik sejarah perkembangan baru abad 20. Pada abad ini, dalam bidang ekonomi telah terjadi perubahan besar-besaran bahkan di seluruh dunia. “Perubahan besar-besaran terkait sistem perekonomian tersebut lebih menonjol setelah perang dunia kedua,” sebut dia.
Jimly mengingatkan, menapaki abad 21 ke depan ada ancaman yang mirip dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada abad 20 itu. Oleh karenanya, ia bersaran, agar diadakan penataan-penataan ulang untuk perbaikan-perbaikan dalam menyongsong Indonesia emas.
Salah satu strategi menghadapi keadaan sekarang, ia katakan, peperangan kepentingan bidang ekonomi era sekarang bukan lagi berada pada aspek persaingan-persaingan, namun melalui pola kolaborasi. Oleh karenanya konstitusi ekonomi terkait koperasi hendaknya tidak lagi disejajarkan dengan Usaha Kecil Mikro dan Menengah, melainkan koperasi perlu sekali disejajarkan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mau pun Perseroan Terbatas.
“Pensejajaran koperasi dengan UMKM lebih mencenderungkan pikiran kalau koperasi itu adalah bukan perusahaan yang bisa besar. Cara berpikir ini yang perlu ada perubahan, perlu diperbarui, perlu konstitusi ekonomi sebagai pijakan, juga perlu pula pensejajaran pada kementeriannya. Misalnya, menjadikan Kementerian Koperasi dan BUMN, bukan UMKM lagi,” sebut dan harapnya.
Mengulas masalah pola kolaborasi, Jimly menekankan bahwa pendekatannya dapat juga disesuaikan dengan anjuran Alqur-an, antara lain potongan ayatnya di dalam Surat Al-Baqarah: 148, yaitu: fasbiqul khairat.
“Fastabiqul khairat yang artinya berlomba-lomba dalam kebaikan, akan lebih jelas dan pula akan lebih baik dalam pengembangan filosofi dan substansi pada Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945,” sebut Jimly.
Hal lain, dalam kuliah umum di Universitas IKOPIN tersebut Jimly mengajak semua kalangan untuk mendorong terbentuknya konstitusi ekonomi yang lebih memerikan kesemptan kepada koperasi untuk setara dengan BUMN mau pun Perseroan. (asy: zoom/uikopin2911)