IMBCNews – Korupsi merupakan salah satu penyakit yang sudah tumbuh lama di masyarakat, sama seperti kejahatan pencurian, penyuapan dan penggelapan harta yang bukan miliknya. Namun kejahatan ini di Indonesia tiap tahun bukanlah turun, justru meningkat.
Kejahatan yang paling menyakitkan masyarakat luas adalah pencurian uang negara atau melakukan penyuapan kepada pejabat publik untuk kepentingan keuntungan kelompok dan pribadinya.
Menurut Yusuf M. Said dalam buku Optimalisasi Kesetaraan Hukum Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan MK No.49/PUU/XVIII/2020), korupsi yang merugikan negara di Indonesia sudah berada pada titik nadir, titik terendah yang tak dapat ditolerir lagi karena seolah sudah menjadi “budaya” dikalangan pejabat publik, sehingga penanggulanggannya harus juga menggunakan cara yang lebih keras dan tepat untuk perbuatan curang tersebut.
Pada buku yang diterbitkan Pustaka IMBCNews PT Telusur Fakta Informasi, Maret 2024 ini, menurut Theo sapaan akrab Yusuf M. Said, usaha Pemerintah Indonesia melakukan pemberantasan korupsi cukup kuat, karena semua pihak sepakat korupsi merupakan kejahatan ekstra ordinary crime.
Namun demikian pelaku korupsi di Indonesia tidak menjadi jera, bahkan di masa pandemi Covid-19, muncul kasus korupsi di Kementerian Sosial, dimana dana bansos yang dikelola Kemensos dikorup oleh pelaku. Pada 6 Desember 2020, KPK menetapkan Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia telah menyiapkan dana ratusan trilyun untuk membantu masyarakat yang terdampak Covid-19, terutama masyarakat menengah ke bawah.
Negara memang wajib hadir dalam menangani masyarakat terlebih ketika terjadi musibah luar biasa, seperti pandemi Covid-19. Kehadiran negara antara lain ditandai dengan lahirnya Perpu No.1 Tahun 2020 yang kemudian menjadi UU No.2 Tahun 2020, karena pandemi Covid-19 jelas berdampak pada sektor kesehatan, keselamatan jiwa serta perekonomian dan perpolitikan.
Adapun terjadinya gugatan Pasal 27 ayat (1) (2) dan ayat (3) pada UU No.2/2020 yang isinya antara lain: Anggota KSKK, dan atau pejabat atau pegawai birokrasi lainnya, merupakan bentuk “imunitas” bersyarat terhadap kehadiran negara tersebut.
“Imunitas” di sini dijelaskan tidak dapat dijangkau hukum baik perdata mau pun pidana. Hal inilah yang dipandang penggugat tidak sesuai dengan UUD 1945, karena berpotensi melahirkan adanya rakyat Indonesia yang tidak dapat dijangkau kekuatan hukum.
Atas gugatan tersebut, Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan untuk menerima permohonan pengajuan (judicial review) atas Pasal 27 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 UU Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Melalui Putusan MK No 49/PUU-XVIII/2020 tentang Permohonan Uji Materi terhadap Pasal 27 ayat (1) (2) dan ayat (3) dapat dimaknai adanya keseriusan dari Pemerintah kalau aparat penegak hukum konsisten untuk tidak main-main melakukan korupsi dalam penggunaan anggaran Covid-19.
Sebelum penulisan buku setebal 190 halaman ini, Theo sebagai dosen ilmu hukum dan wartawan senior melakukan penelitian yuridis normative atau metode doktrinal. Metode ini merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari aspek normatif. (KS)
Resensi Buku:
Judul: Optimalisasi Kesetaraan Hukum Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Putusan MK No.49/PUU/XVIII/2020)
Penulis: Dr. H. Yusuf M. Said, SH. MH
Penerbit: Pustaka IMBCNews PT Telusur Fakta Informasi, Maret 2024
Tebal: 190 halaman